Senin, 10 Juni 2013
Jatuh Cinta Sama Elo?! NO WAY! (Versi CAKSHILL) ENDING *bag2 : SUNSHINE AFTER THE RAIN
Penulis: Regina Maharani Nurlie
Hayy guyss maaf yaa waktu itu aku janjinya ngepost bagian 2 ini sehari setelah bag 1 dipost ,tapi baru bisa post skarang..hehe :p
Alasannya yaa karna aku stres(?) ini udah kedua kalinya twitterku dihack u,u
Tapi gpplah,coba ikhlah :) *numpangcurhat lagi:p*
Btw yg udah ngefollow acc @.SVCviolence ,please unfollow/repot spam yaa,itu twitterku yang dihack -,-
Yang jelas initinya twitterku cuma 1 yaitu @TirshaSVC ..okeee :D *maafkalogakpenting:P
Yaudahh lanjuttt yukk baca bagian duanyaa :D
readmore »»
Hayy guyss maaf yaa waktu itu aku janjinya ngepost bagian 2 ini sehari setelah bag 1 dipost ,tapi baru bisa post skarang..hehe :p
Alasannya yaa karna aku stres(?) ini udah kedua kalinya twitterku dihack u,u
Tapi gpplah,coba ikhlah :) *numpangcurhat lagi:p*
Btw yg udah ngefollow acc @.SVCviolence ,please unfollow/repot spam yaa,itu twitterku yang dihack -,-
Yang jelas initinya twitterku cuma 1 yaitu @TirshaSVC ..okeee :D *maafkalogakpenting:P
Yaudahh lanjuttt yukk baca bagian duanyaa :D
“Bayangin lo bakal lebih mengerikan
lagi,kka. Lo adalah hantu dari segala hantu yang paling gue takutin!” Gerutu shilla
sambil menendang kaki cakka karna tingkahnya yang semakin menyebalkan.
“Tapi yang paling lo sayang kan?”
Godanya dan cakka bisa melihat jelas semburat merah diwajah shilla yang putih
bersih.
shilla memilih diam daripada dia
menjawab, namun keceplosan. cakka yang rupanya nyerah karna usahanya tak
berhasil, fokus menonton film.
“Kok dia gak ganggu gue lagi yah?
Apa dia nyerah yah?” Batin shilla.
Penasaran, dia membuka matanya dan
berteriak sejadi-jadinya lalu langsung memeluk cakka yang disampingnya sambil
menangis ketika melihat Hantu berambut panjang yang berasal dari Jepang itu
sedang ngesot dengan rambut terurai kedepan dan mendongkak seolah-olah
menatapnya. cakka yang awalnya biasa saja melihat itu, mendadak sport jantung
karna teriakan shilla.
“Pulang!” Bisik shilla sambil
memeluknya erat dan meremas belakang bajunya.
cakka yang tak tega melihat gadis
yang dia sayangi ketakutan, akhirnya mengelus rambut shilla dan mencium puncak
kepalanya. “Iya... yuk,” Ajak cakka sambil menggenggam tangan shilla yang
dingin saking takutnya dan dia berjalan sambil menutup mata. Tak berani
melihat.
“Akhirnya...” shilla bernapas lega
karna berhasil keluar dari rumah hantu yang membuatnya ingin mati muda saking
takutnya dan menatap cakka yang wajahnya terlihat kecewa berat.
“Kenapa lo? Pengen masuk lagi? Sono
masuk deh! gue main sendiri!” Gerutunya tau apa yang dipikiran cakka.
“Tapi gak seru kalo lo gak ikut, shill.”
Balas cakka sambil menatap kearahnya dan tersenyum. Entah sudah berapa kali dia
melihat cakka tersenyum. Dan membuatnya ingin ikut tersenyum juga.
shilla memalingkan wajahnya untuk
mencari permainan selanjutnya yang mendebarkan tapi tak bikin nangis ketakutan.
Ketika menemukannya, dia langsung menarik cakka agar menuju tempat itu.
Roller coaster. Permainan
selanjutnya yang bikin shilla senang namun wajah cakka berubah sedikit pucat.
Seumur hidupnya, dia paling menghindari permainan ini. Bikin perut mual.
“Ayooooo...” Tarik shilla namun
tertahan karna cakka tak bergerak mengikutinya.
“Main yang lain yuk. Jangan yang
ini, gue phobia.”
“Terus lo mau main apaan? Kan lo
udah janji mau ikutin apapun yang gue pilih.”
cakka melihat sekeliling, lalu
menunjuk suatu permainan yang menarik “Bagaimana kalo itu aja, shill?
Kayaknya seru tuh,” Tunjuknya sambil nyengir. Shilla mengikuti arah cakka dan
mencubit tangannya.
“Lo mau bikin gue nangis darah?!”
Omelnya ketika melihat tulisan “Kereta Hantu” Terpampang besar di papan.
“Roller Coaster yah?” Seru seseorang
dibelakang mereka, ketika menoleh, ternyata shanin dan rio
menegurnya.
“Iya... main yuk” Ajak shilla ketika
melihat binar mata shanin ketika melihat permainan itu yang naik turun
secara mendebarkan. Tak sabar kakinya ingin berlari dan duduk dengan jantung
berdegup kencang lalu berteriak sepuasnya hingga suara serak.
“Ayoooooo..” shanin langsung
berlari sambil menarik shilla agar cepat mengantri karna sudah tak sabar.
Meninggalkan pasangan masing-masing.
“Lo yakin pengen main ini, kka?”
Tanya rio ketika melihat wajah cakka pucat dan teringat bagaimana ekspresi
cakka ketika turun dari permainan itu pada saat mereka berjalan bertiga dengan
gabriel. Dia langsung lari ke toilet dan muntah.
“Gue udah janji sama shilla,yo.”
Jawab cakka pasrah dan berjalan menghampiri mereka yang sudah teriak tak sabar
untuk mencoba permainan itu
rio hanya nyengir kuda dan berjalan
di belakang cakka sambil berharap, semoga kejadian memalukan beberapa tahun
lalu bersama mereka tak terulang lagi.
“Lo kenapa?” shilla mulai cemas
ketika turun dari permainan, cakka langsung berjalan oleng dan wajahnya pucat
pasi.
cakka memegang pagar besi didepannya
sambil memegang kepalanya yang mendadak pening berat. Permainan Roller Coaster
sukses berat membuatnya seperti terkena hangover.
“Toilet dimana?” Tanya cakka ketika shilla
memegang dahinya dan melap keringat dinginnya.
“Disitu,” rio langsung menunjuk
toilet terdekat dan cakka langsung berjalan cepat menghampirinya.
“cakka kenapa sih?” Tanya shilla
ketika melihat cakka tak keluar juga dari toilet. Cemas dan perasaan bersalah
melanda.
“Dia phobia naik Roller Coaster, shill.
Gue taunya pas beberapa tahun lalu sebelum dia amnesia, kami mampir kesini dan
nyoba naik. Hasilnya ya... seperti lo liat sekarang.” Rio menjelaskan dan
membuat wajah shilla mendadak mendung.
“Seharusnya gue gak usah ikutin ego
untuk naik itu. Kan kasihan..”
“Ga kok. tadi dia udah gue tanyain
yakin gak ikut ini, dia bilang yakin karna udah janji sama lo, shill. Otomatis,
dia pasti memikirkan resikonya kan?” rio mencoba memperbaiki mood shilla yang
mendadak suram.
“Betul tuh, Kak. Gue aja sering di
Jerman main sama kak cakka dan kak agni, kakak gue naik ini. Kami naik ini
karna balas dendam sama cakka yang hobi ngajak keluar masuk rumah hantu.
Ckkckc...” shanin mendecak jengkel ketika teringat betapa senangnya cakka
membuat mereka ketakutan dan menyodorkan diri sukarela untuk dipeluk erat
mereka. Ketika dia tanyakan alasannya, cakka menjawab karna ingin membuat iri
cowok-cowok disekitar mereka yang melihat dirinya dipeluk 2 gadis cantik kayak
dirinya dan agni.
Cakka keluar dari toilet dengan
wajah lega. shilla melihat itu separo ingin tertawa meledek habis-habisan,
separo prihatin.
“Naik apalagi sekarang? Kalo lo
milih permainan itu lagi, gue tinggal pulang.” Ancam cakka ketika melihat
cengiran shilla diwajahnya.
“Pulang aja. Toh gue bisa pulang
sendiri,” Jawab shilla cuek sambil menunjuk permainan yang menarik hatinya.
“Lo pengen diputar dan dibalik sama
mesin itu atau gue yang akan lakuin itu ditempat tidur sampai lo gak bisa
berdiri lagi, Sayang?” Bisiknya ketika tau permainan yang ingin dituju
selanjutnya, Kipas Angin. Dan membuat cakka menatap ngeri ketika mesin besar
itu akan memutar dan membalikkan tubuh mereka seperti kapas.
Shilla membeku mendengar bisikan cakka.
Walaupun shanin dan rio tak mendengar karna sibuk diskusi. Tapi...
bisikan itu, membuatnya teringat beberapa tahun silam. Saat cakka mengancamnya
apabila dia tak melakukan apa yang diinginkannya.
“Gak ada pilihan ketiga nih?” shilla
berusaha menormalkan suaranya yang agak gugup.
“Ada sih... Cuma gue males
nyebutinnya. Karna lo pasti akan milih itu,”
“Apa?” Tanya shilla penasaran.
“Atau...” cakka terdiam. Berusaha
menguatkan hatinya. Baginya, shilla tetaplah pacar cowok lain yang tak bisa dia
goda sembarangan walau dia tau perasaan gadis itu sebenarnya tertuju untuknya.
“Lo pilih alvin yang melakukan itu ke lo di tempat yang dia mau?” Susah payah cakka
mengucapkan. Membuat setiap kalimat yang keluar, bernada biasa saja. Tanpa
ekspresi walau dalam hati, sakit.
shilla terdiam mendengar pilihan
ketiga itu. Bersama cakka, dia hampir lupa bahwa sebenarnya mereka bukan
sepasang kekasih, melainkan teman. Ya... hanya teman.
Merasa atmosfer berubah seketika, shanin
merangkul mereka berdua. “Main yang lain yuk?” Ajaknya sambil tersenyum untuk
menetralkan suasana dingin yang ada.
“Ayooo...” shilla mengangguk riang
dan membiarkan tangannya ditarik shanin dan asyik tertawa tanpa
mempedulikan tatapan kagum beberapa cowok yang melirik kearah mereka. Membuat
cakka dan Rio yang melihat itu, memproteksi pasangan masing-masing dengan
berjalan disamping dan merangkul posesif. Membuat mereka jengkel.
“Kenapa sih?” Seru shanin
jengkel karna tak biasanya rio merangkul pundaknya.
“Ntar kamu dilirik cowok kalo gak aku
rangkul.” Bisik rio ditelinganya dengan nada cemburu. Membuat shanin
tertawa dalam hati.
“Bisa cemburu juga pacar gue
ternyata,” Batinnya.
“Lo sendiri kenapa rangkul gue?”
Tanya shilla karna berungkali dia melepas rangkulan cakka, berungkali juga cakka
merangkul pundaknya kembali.
“Ntar lo hilang lagi dilirik cowok
lain. Sudah cukup alvin buat gue kehilangan lo, jangan sampai alvin yang lain
lagi buat gue gak bisa nyentuh lo seperti saat ini.” cakka menjawab pelan dan
ada sedikit sakit dibalik nada suaranya itu. Membuat shilla terdiam.
“Kemanapun hati gue melangkah, lo
akan tetap jadi bayangan gue, cakka.” shilla bergumam sendiri. Berharap cakka
tak mendengarnya.
“Hai...” Terdengar suara yang
menyapa mereka. Shilla menoleh dan tersenyum ketika melihat gabriel dan yang
lain ikut bergabung dengan mereka.
“Main bareng yuk?” Ajak sivia
yang langsung direspon anggukan.
“Boleh...” Jawab yang lain dan
mereka berjalan beriringan.
Ѽѽѽ
“Kemana aku akan menghentikan
langkahku ini? Menghentikan hujan yang terus menerus membasahiku? Stay with him
or... Stop on you?”
“Kak alvin... gak Jalan?” Tanya keke
masuk kekamarnya yang kebetulan anak tante Fanny yang sahabat mamanya
sejak kecil.
“Gak ke. Kenapa?” alvin termenung
dimeja belajar sambil memandang ponselnya. Sudah seharian dia tak mendapat
kabar apapun dari shilla. Dia mencoba menghubungi, tapi tak pernah direspon.
“Kak, mau gak temanin keke ke Dufan?
keke ada janjian sama temen-temen ngumpul disitu. Kalo sendirian aja, gak akan
diijinin mama.” Ajak keke yang baru saja berumur 18 tahun dan sudah mengagumi alvin
sejak lama. Namun dipendamnya karna malu.
alvin terlihat berpikir. Kemudian
tersenyum dan berharap bisa bertemu shilla. “Boleh... sekalian janjian sama
pacar kakak disitu.” Alvin bangkit dari meja belajarnya sambil dan mengambil
kunci mobilnya yang sengaja dia titipkan dirumah Tante Fanny agar setiap dia ke
Jakarta, takkan repot meminjam mobil mereka. Kemudian dia menatap keke yang
kepergok meliriknya dan tersenyum.
“Sekarang kak?” Tanya keke yang
sudah berapa kali lupa bernapas ketika melihat Alvin tersenyum padanya dan
merutuki dalam hati betapa beruntungnya yang jadi pacar alvin sekarang dan
berdoa tiap malam agar mereka putus. *kayaknya 11-12 sama doanya cakka:p*
“Taun depan,ke. Ya... sekarang
dong!” Alvin mengacak gemas rambutnya dan keke langsung ngacir keluar kamar
tanpa pamit untuk menutupi wajah malunya.
“Tante... alvin jalan dulu yah sama keke.
Mau temanin dia Kedufan ngumpul ma temannya.” Jelas alvin ketika melihat Tante
Fanny duduk berdampingan mesra didepan TV bersama suaminya. Membuatnya ingin
seperti itu juga bersama shilla, cewek yang paling dia cintai,
Tante Fanny tersenyum salah tingkah
melihat alvin dan berdehem kecil. “Boleh kok. tapi... keke pulang sama kamu
kan?”
“Iya tante... kenapa? Tante mau
jalan?”
“Iya... tante titip kunci sama
kalian yah. Mau jalan sebentar.” Dan alvin tertawa ketika melihat suami Tante
Fanny mengedipkan mata kearahnya.
“Kami mau pacaran dulu. Masa Cuma
anak seumuran kalian boleh pacaran, sedangkan kami gak? Kan rugi. Iya kan ma?”
Tanyanya sambil memandang istrinya yang memerah malu.
Merasa suasana semakin romantis
namun bikin nyesak dihatinya, alvin mengucapkan syukur ketika keke muncul
dihadapannya dan menarik tangannya agar lekas kesana.
“Dah Mama...dah Papah...” Pamit keke
keluar rumah diikuti alvin.
Kedua orang tuanya hanya tersenyum
dan melambaikan tangan dengan harapan dihati, agar mereka berdua berjodoh.
*ikutan aminin*
Semua permainan hampir dicoba oleh
mereka yang menggabungkan diri dengan shilla. Lelah, sudah pasti. Namun
kesenangan hati takkan bisa diganti dengan apapun. Tapi tidak bagi shilla,
walau hatinya senang karna bisa bersama cakka, tetap saja ada rasa bersalah
yang amat besar pada alvin karna melupakannya.
“Kita naik itu yuk,” Ajak oik yang
semakin lengket dengan ray. Membuyarkan perasaan bersalah shilla dan menatap
apa yang ditunjuk oik.
“Arung jeram? Boleh...boleh...
sekalian habis shilesai main ini, kita pulang,” Putus shanin yang dibalas anggukan
oleh yang lain.
cakka langsung menggenggam tangan shilla
dan mereka masuk dalam permainan itu tanpa mengetahui apa yang terjadi setelah
ini.
“Gimana masangnya sih?” Gerutu shilla
karna tak bisa memasang sabuknya. cakka langsung membantu memasangkannya tepat
dipinggang shilla.
“Pas kan?”Tanyanya dan shilla
mengangguk.
Ketika aba-aba mulai terdengar,
mereka menyiapkan suara masing-masing dan tanpa sadar, saling berpegangan
tangan erat. Membuat yang lain melihat itu, hanya tersenyum. Apalagi ray yang
tau bagaimana isi hati shilla sebenarnya namun selalu dibantahnya.
“Aaaaa....” Mereka berteriak puas
dan langsung turun dari permainan itu dengan sekujur tubuh basah total. Shilla
yang waktu itu memakai baju tipis bewarna putih tulang, membuat cakka melihat
warna bra yang dikenakan shilla dan melepas jaket yang dia titipkan untuk
menutupi belakang tubuh shilla yang mengundang mata lelaki untuk semakin
meliriknya.
“Kenapa?” Tanya shilla bingung
ketika tau-tau jaket besar menutupi belakang tubuhnya.
“Belakang baju lo basah, gue sempat
liat apa yang lo pakai didalamnya. Warna merah yang bagus, sangat HOT.” Pujinya
sambil berdiri dibelakang shilla dan tersenyum yang dapat diartikan shilla
sebagai senyuman mesum.(-_-)
shilla memasang jaket cakka yang kebesaran
dibadannya tanpa banyak omong. Terlalu malu untuk merespon dan membiarkan cakka
menggenggam dan menautkan kesepuluh jarinya di tangannya dan berjalan
berdampingan.
“shilla?” Sebuah panggilan bernada
shock sukses membuat shilla langsung melepas pegangan tangan cakka dan menatap
ke depannya. Tak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Membuatnya ingin
menghilang saat itu juga.
Alvin takkan menyangka akan seperti
ini. Bermula berjalan sendiri keliling Dufan karna ditinggal keke yang
menggabungkan diri dengan teman-temannya yang membawa kunci rumahnya. Dia
melihat sosok gadis yang sangat dikenalnya berdiri membelakangi. Kemudian,
pandangannya tertutup oleh cowok yang menyelimuti belakang tubuh gadis itu
dengan jaket yang dia kenakan dan berbisik ditelinga gadis itu. Lalu dia
sembunyi dibalik pohon untuk meyakini hatinya dan shock ketika gadis itu
berbalik dan berjalan dengan berpegangan mesra, ternyata pasangan itu adalah Shilla
dan Cakka. Bergegas dia mendekati mereka dengan amarah dihati, kecewa dan sejumlah
perasaan yang takkan pernah bisa dia ungkapkan.
“shilla?” Panggilannya cukup membuat
gadis yang berdiri tak jauh dari hadapannya mematung dan melepas pegangan
tangannya dengan cakka yang tak kalah kagetnya. Namun sukses tertutupi.
“alvin?” shilla membalas tak kalah
shocknya. Sedangkan yang lain, berdiri dibelakangnya. Sama kagetnya.
alvin langsung mendekati shilla dan
menariknya kasar. “Ikut gue pulang,” Bisiknya dan menatap cakka tanpa bicara
apa-apa.
“vin... Jangan lo sakitin shilla.”
Ucap cakka ketika melihat gadis itu mengernyit kesakitan karna pergelangan
tangannya diremas alvin dengan kasar.
“Bukan urusan lo, cakka.” Alvin menjawab
dingin dan menarik shilla agar meninggalkan tempat ini tanpa pamit kepada
mereka.
“kka...” panggil ray mendekatinya
dan menepuk pundak cakka yang menatap shilla pergi meninggalkannya dari
kejauhan. Sekilas, dia melihat mereka saling berantem.
“shilla gak papa kan?” cakka
bertanya pada dirinya sendiri karna tak menyadari ray menepuk pundaknya.
“Gak kok. alvin gak akan kasarin
shilla,” ray menenangkan cakka walau dia sendiri pun tak tenang.
“Halo ke..” alvin menelpon keke
ketika mereka sudah didalam mobil. shilla mengelus pergelangan tangannya yang
memerah karna alvin. Dia menoleh ketika alvin menelpon seseorang.
“Kamu masih sama temen kan? Aku
pulang dulu yah, Ada urusan. Gak papa kan? Atau ntar ku jemput?” alvin terus
berbicara ditelpon tanpa mempedulikan shilla yang menatapnya tanpa kedip.
“Beneran? Kunci rumah sama kamu kan?
Ok deh, aku pulang dulu. Sorry ke.” Ucap alvin dan dia memutus telponnya lalu
menjalankan mobil tanpa melirik shilla sedikitpun.
“Apa pentingnya cakka bagi kamu
shill?” Tanya alvin ketika mereka berhenti disebuah tempat yang agak jauh dari
keramaian kota. Sungguh, diam tanpa bicara apa-apa sangat membunuhnya. Dia
ingin kejelasan tentang apa yang dilihatnya.
Shilla terdiam. Inilah saatnya. Dan
sungguh dia takkan pernah siap. “Dia teman,alvin.”
“Teman apa yang saling merangkul dan
berbisik? Aku melihat semuanya, shilla. Dan aku kecewa sama kamu. Lihat aku!” alvin
langsung menolehkan wajah shilla agar melihatnya. Agar melihat betapa kecewanya
dia.
“vin... aku benar-benar minta maaf.
Tapi beneran dia Cuma teman aku!”
“Gak ada teman yang saling rangkul, shilla!
Aku curiga, apa karna kamu ingin bersama cakka jadi gak ingin ajak aku untuk
jalan sama teman-teman kamu?” Tuduhnya sambil meremas stir mobil. Sungguh sakit
perasaannya sekarang. Tak pernah mengira bahwa apa yang pernah
diceritakan agni padanya, benar.
“Kamu kejauhan mikir, alvin! Aku gak
pernah punya niat untuk tidak memperkenalkan kamu dengan teman-temanku! Kalo
aku dari dulu punya niat kayak gitu ke kamu, jangankan ke teman-teman aku, sama
kak ray pun gak akan aku kenalkan ke kamu!” shilla tak terima dituduh seperti
itu.
alvin terdiam mendengar jawaban shilla.
Selama setahun pacaran, baru kali ini mereka berantem hebat. Dia melihat napas shilla
naik turun saking emosinya. “Kenapa kamu harus jalan berdua sama cakka, shill?”
“Aku gak jalan berdua, alvin! Aku
jalan bareng teman-teman! Apa kamu gak lihat mereka berdiri dibelakangku?!”
“Tapi aku melihatnya tidak seperti
itu, shilla! Kalian seperti pacaran! Sama aku, kamu gak pernah kayak gitu! Aku
bukannya membandingkan antara perhatian kamu sama aku atau dia, tapi...” alvin
menekankan kalimat terakhir dan menatap tajam shilla “Aku pacar kamu, shilla!
Apa yang kamu lakukan dengan cakka itu seharusnya kamu lakuin ke aku! Bukan
sama dia!”
Shilla menyandarkan kepalanya ke
kursi. Sungguh dia ingin membanting apa saja yang dihadapannya agar emosinya
berkurang.
“Aku gak ngerti apa yang kamu
omongin, alvin. Kalau aku slalu membedakan kamu dengan cakka, kita gak akan
bertahan lama seperti ini. Aku berusaha untuk...”
“Berusaha?!” alvin memotong
pembicaraan shilla dan menatap sinis. “Berusaha apa, shill?! Berusaha sayang
sama aku?!”
“Bukan begitu maksudku!” jawab
shilla sengit. Sungguh, dia tak mengerti setan apa yang membuat alvin berubah
dari lembut menjadi sangar.
Alvin terdiam. Dia menghela napas
berat. “Aku tau semuanya, shilla. Aku tau hubunganmu dengan cakka waktu SMA
bagaimana, Aku tau isi hatimu, shilla.” Alvin mengucapkan dengan nada putus
asa. Hilang amarahnya sudah. Hanya kekecawaan mendalam yang meliputi hatinya.
“Itu hanya masa lalu, alvin. Dan aku
tak mau membahasnya lagi.”
“Masa lalu yang slalu jadi
bayanganmu, shilla. Apa kamu lupa? Aku anak Psikologi, aku tau isi hati manusia
hanya dengan menatap matanya.”
“Apa yang kamu tau, alvin?” shilla
menjawab tak kalah lesunya. Tak ada yang bisa dia sembunyikan kalau alvin sudah
mengatakan seperti itu.
“Tak penting untuk kamu tau apa yang
sudah terpampang jelas dimatamu, shill. siapa yang kamu pilih?” alvin langsung
bertanya to the point. Baginya, sekarang bukan waktunya basa-basi.
“Kalau aku memilih dia, kita gak
akan jadian, alvin.”
“Bohong,”
“Apa kamu lihat aku sedang berbohong
saat ini?”
“Bukan bohong, tapi menyembunyikan
sesuatu. shill... kenapa kamu pilih aku?”
“Karna aku sayang sama kamu.”
“Walau tak sebesar sayang kamu
dengan cakka kan?”
“Aku gak tau,”
alvin terdiam. Dia memilih
menjalankan mobilnya untuk mengantar shilla pulang. Tak ada pembicaraan.
Masalah mereka gantung.
Shilla merasa tersiksa di mobil
alvin. Tak ada bunyi radio, tak ada pembicaraan. Yang menemani mereka hanyalah
suara klakson mobil saling bersahutan dan ketukan jari alvin di stir mobil.
shilla menatap alvin. Sungguh, dia tak menyangka harinya akan sekacau ini.
Alvin lebih kacau lagi. Kalau saja
dia tak bisa menahan emosinya, tak tau apa yang akan terjadi nanti. Yang jelas,
hidupnya serasa diliputi kekecawaan yang tak ada habisnya. Tiba-tiba, sebuah
ide hadir diotaknya. Terdengar gila. Namun harus dilakukan. Karna waktunya
takkan pernah ada lagi.
ᴥᴥᴥ
“Aku akan bantu kamu untuk memilih, shilla.”
Dan shilla kaget ketika mendengar ucapan alvin ketika mereka sudah tiba
dirumahnya. Dia menatap alvin.
“Memilih apa?”
alvin membuka handle dashbordnya dan
mengeluarkan sebuah kotak kecil bewarna putih gading dan dia membukanya
dihadapan shilla. Membuat gadis itu merasa kehilangan oksigen untuk beberapa
saat.
“Aku tau ini bukan waktu yang tepat
untuk melamarmu, shill. tapi aku harus lakukan ini. Aku tak mau kamu menjalani
hubungan ini kedepannya dengan perasaan terbagi seperti ini. Aku sudah ngobrol
dengan orang tuamu di Singapura dan kak ray soal rencana ini. Mereka setuju
apabila kamu setuju. shilla...” alvin berhenti dan menatap shilla yang gelisah.
Dia tau perasaan gadis itu. Terlihat jelas dimatanya.
“Aku besok balik ke Jogjakarta.
Apabila kamu mau menerimaku, aku akan lupakan masalah ini dan menganggap ini
tak berarti apapun dan kamu temuin aku di Bandara jam 6 pagi. Kita berangkat
bersama. Tapi bila kamu menolak lamaranku...” alvin terdiam dan menghela napas.
Sungguh dia tak bisa membayangkan kemungkinan yang satu ini.
“Kamu boleh pergi dariku dan tak
usah menemuiku di Bandara. Anggap aja, ini pertemuan terakhir.” Alvin memasangkan
cincin tunangan itu di jari manis shilla yang terdiam dan mencium pipinya
“Pilih, shilla. Dia, atau aku.”
Shilla menundukkan wajahnya dan
menangis. Sungguh dia tak ingin di posisi seperti ini. Posisi dimana dia harus
memilih dan harus menyakiti salah satu. Dia tak tega melakukannya. “Jangan
paksa aku untuk memilih, alvin. Aku tak mau menyakiti siapa-siapa.”
“Aku tak mau kamu bersamaku, tapi
kamu sakit, shilla. Pilihlah.” “Dan aku siap menerimanya,” Batin alvin.
“vin...” shilla berusaha melepas
cincin tunangannya. Mendadak berat untuk mengenakan. Namun ditahannya.
“Putuskan dulu, baru kau lepas.” alvin
menahan tangan shilla dan menghapus air matanya.
“Thanks, udah antar aku pulang, maaf
atas sore tadi. Tapi sungguh vin, aku gak ada apa-apa sama cakka.” shilla
memutuskan turun dari mobil.
“Aku tau,” Hanya itu yang dijawab
alvin ketika shilla menutup pintu mobilnya dan berlari masuk rumah.
alvin memutuskan mengambil ponselnya
dan menelpon seseorang.
“agni... lo punya nomor cakka? Boleh
gue minta?” Pintanya ketika telpon tersambung dan langsung mengalir cerita
ketika agni meminta penjelasan.
Ѽѽѽ
“Gue cabut dulu,” Pamitnya ketika
membaca pesan dari nomor yang tak dikenal beberapa saat yang lalu. Tapi dia tau
siapa yang mengirim.
“Kemana lagi kak?” Tanya shanin melihat
cakka buru-buru mengambil kunci kendaraan dan bergegas ke garasi.
“Ketemuan sama alvin, Bye.” Kata cakka
sambil menutup wajahnya dengan helm dan melaju meninggalkan rumahnya menuju
suatu tempat.
“Semoga Kak cakka gak papa, gak main
hajar-hajaran. Amin.” Harap shanin sambil menutup pintu rumah.
---
“Gak susah kan nemu tempatnya?” Sapa
alvin ketika melihat cakka menghampirinya dan duduk didepannya sambil memesan
kopi.
“Gak kok, ini tempat kesukaan gue.
Jadi gue gak asing,” cakka menjawab singkat sambil memandang cafe tempat mereka
bertemu. Membahas cewek yang sama-sama mereka sayangi.
“Gue sudah lamar shilla, gue tau ini
kecepetan atau gak matching karna ngelamar dia disaat melihat lo berdua dia.
Tapi gue sayang sama dia.”
“Sorry soal itu. Kami Cuma teman,
gak lebih,” Ucap cakka. Pupus harapnya sudah.
“Gue tau, dia mati-matian jelasin
itu.”
“Lo percaya sama dia kan?”
“Gue lebih percaya apa yang tersirat
di matanya daripada apa yang dia ucapkan.”
“Maksudnya?”
Debo menghela napas berat. Seberat
perasaaan yang dia rasakan sekarang.
“Gue tau semuanya dari agni , cewek
yang lo ajak kemaren pada saat kita ketemu di Jogja. Kami ketemu karna ternyata
sekampus dan mengambil jurusan yang sama. Walaupun, yah... lo lupa sama hal
itu. Yang jadi pertanyaan gue sekarang, bagaimana perasaan lo sama shilla
sekarang?”
Cakka memilih meneguk minumannya
sebelum menjawab. Pertanyaan yang sangat sulit diucapkan. Karna menyangkut masalah
hati.
“Seperti perasaan lo sama dia. Tapi
kalo dia memilih lo, gue terima. Karna... itu pilihan dia. Gue gak bisa maksa.”
“Kalo dia belum memilih gimana? Apa
lo tetap perjuangin ngerebut dia dari sisi gue?”
cakka mengernyit bingung. Tak
mengerti. “Bukannya lo udah lamar dia?”
“Ngelamar bukan berarti langsung
terima kan? Gue minta dia milih gue atau lo. Dan dia akan menjawabnya esok
pagi. Disaat gue pergi.”
Melihat cakka tak memberi respon, alvin
melanjutkan. “Kalo dia milih gue, apa lo mau jagain dia seperti lo jaga pacar
sendiri?”
“Apa lo gak takut kalo nanti shilla
selingkuh sama gue walau dia milih lo?” Pancingnya.
“Gue tau dia, dan gue yakin dia gak
akan begitu.”
“Gue mau menjaga dia. Apapun
pilihannya.”
alvin tersenyum. “Kalo dia memilih
lo, gue harap lo jangan pernah bikin dia nangis lagi. Kalo sampai itu terjadi,
lo gak akan selamat dari gue, cakka.”
“Gak akan pernah.” Ucapnya yakin.
“Tenang gue mendengarnya. Gue cabut
dulu yah kka, belum siap beres-beres soalnya. Bye...” alvin mendadak berdiri
dari duduknya namun ditahan cakka.
“Kenapa lo ngomong seolah-olah dia
gak milih lo?”
“Karna gue tau hatinya kayak
gimana.” alvin berbalik pergi meninggalkan cakka yang tertegun.
***
“Siapa yang gue pilih, Tuhan?
Please... help me,” Harapnya sambil memainkan cincin pemberian alvin dan
meletakkan di meja belajar. Sungguh kalut perasaannya. Tak tau milih siapa.
“shill,,,” Panggil ray ketika
melihat shilla menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Gak tidur?”
“Gue gak tau kak harus gimana,”
Curhatnya sambil memeluk cakka. Dan kepalanya dielus pelan olehnya.
“Pilihlah apa yang hati lo ingin,
dek.”
“Walaupun harus menyakiti
seseorang?”
“Itulah resikonya, dek. Setiap
pilihan yang terhampar dihadapan kita, pasti akan ada yang merasa sakit.”
shilla mengangguk dan melepas
pelukannya. Dia tau apa yang dipilihnya.
“Gue tidur yah kak,”
“Yap. Udah malam banget soalnya.”
Ucap ray sambil menyelimuti shilla yang langsung pulas tertidur.
“Semoga lo milih yang benar kali
ini, dek.” Harapnya sebelum menutup pintu.
ѾѾѾ
“Yes... i choose you,”
“shilla gak akan pernah datang,” alvin
mengucap lesu sambil melirik jam tangan berkali-kali. Sudah menunjukkan jam
5.45. sebentar lagi pesawat akan menerbangkannya, meninggalkan semua yang
tercetak disini.
alvin menutup matanya, meminta
keajaiban walau dia tau itu mustahil, walau dia tau akan ditertawakan oleh
hatinya sendiri karna slalu menyangkal. Tapi... biarlah dia berharap, sekali
saja.
“Ku
pejamkan mata ini...
Ku
tertidur tanpa lelap
Tapi
ku bermimpi, kau jadi milikku.”
“alvin...” Terdengar seseorang
memanggilnya disaat semua harapan pupus. Disaat dia siap masuk ke dalam pintu
keberangkatan. Dia mematung ditempat, tau siapa yang memanggilnya. Karna dia
sangat mengenali suara itu. Suara yang dinantikannya.
“Suaramu
tetap bernyanyi
Walau
sadar ku kian tak ada
Namun
ku bahagia, lagumu milikku.”
“Kenapa, shill?” alvin
menghampirinya dan memeluk gadis itu. Harapan yang sudah hilang dari genggaman,
hadir kembali, dialah yang dipilih gadis itu.
“Aku sudah memilih, alvin.” shilla
melepas pelukannya dan melepas cincin yang dikenakannya. Membuat alvin shock
ketika cincin itu kini berada ditangannya.
“Aku memilihnya, kka. Aku salah selama ini
selalu menutupi apa yang aku rasakan. Tapi... aku gak bisa lagi menutupi lebih
dalam lagi. Kamu benar, aku sakit bila terus bersamamu sedangkan hatiku
separohnya ada di dia. Tapi.. bukan berarti aku tidak sayang sama kamu selama
ini, alvin. Aku sayang ... tapi...”
“Tidak sesayang kamu ke dia kan, shill?
Kalo kamu milih dia, kenapa kamu mendatangiku kesini?
shilla terdiam. Dia tau alvin akan
menanyakannya.
“Karna aku tak ingin, apabila kita
putus, tak berhubungan lagi. Aku sahabatmu, alvin. Dulu dan sekarang, dan aku
tak mau, karna hubungan ini, persahabatan kita ikut renggang. Kau sahabat
terbaik yang aku punya, vin.” shilla menundukkan wajahnya.
“Kau mau mengantarku
pulang?”
Shilla menganggukkan wajahnya sambil
menunduk. Membuat alvin mendongkakkan wajahnya dengan terlunjuknya. “Aku terima
keputusanmu, shill. aku harap, cakka yang terbaik untukmu.”
“Aku minta maaf vin udah menyakitimu, Tapi
sungguh, vin... gak ada niat sedikitpun untuk kayak gini.”
“Aku tau, shill.” alvin memeluknya
lagi. Tanda perpisahan, pupus harapnya sudah untuk memiliki gadis itu. Tapi dia
senang, shilla jujur tentang apa yang dia rasakan, walau membuatnya
terluka.
Terdengar suara announcer mengatakan
sebentar lagi pesawat menuju Jogja berangkat. alvin melepas pelukannya dan
menatap shilla yang sudah berkaca-kaca.
“Aku pergi dulu, yah. Kapan-kapan
mampir ke Jogja yah. Aku tunggu, semoga kamu bahagia, shilla. Aku akan
mendoakanmu.” alvin mengucap tulus dan mencium keningnya. Dan shilla
membalasnya dengan lambaian tangan ketika alvin sudah menghilang dari
pandangannya.
Tanpa shilla sadari, alvin menghapus
air matanya yang sempat menetes ketika sudah memasuki pintu keberangkatan.
Sungguh sakit perasaannya. Dan dia berjalan menuju pesawatnya dengan luka yang
dia tak tau kapan pulihnya. *nyesek juga yaa jadi Alvin?duuu…:(*
“Makin
ku mencintai...
ku
lepas kau kekasih...
biar
terbang tinggi...
cinta
yang tak mungkin... terbang tinggi...”
*Elyzia – cinta yang tak mungkin.*
◊◊◊
Shilla terlihat melamun dikursi
taman sambil memegang ponselnya. Sudah 3 bulan dia putus dengan alvin. Masih
ada perasaan tak enak dihatinya. Walau alvin sudah meyakininya mati-matian,
diikuti kak ray yang selalu mengingatkan bahwa ini keputusannya.
“Kok melamun?” Tanya cakka sambil menyodorkan
minuman kalengan ke shilla dan duduk disampingnya. Dia tau apa yang di pikiran
gadis itu. Dia tau semuanya dari alvin yang langsung menelpon pada saat tiba di
Jogja.
“Gak kok,” Elaknya sambil mencoba bangkit dari
tempatnya. Namun cakka menahan lengannya.
“Temanin gue bentar. Udah lama gak duduk
bareng kayak gini sambil liat Angsa sedang pacaran,” Pintanya sambil menarik shilla
agar duduk disampingnya.
“Terus? Lo mau kita pacaran kayak Angsa gitu?”
shilla menunjuk Angsa yang sedang memadu kasih di tengah danau. Sungguh tenang
hatinya.
“Menurut lo gimana? Kita pacaran gaya angsa
atau gaya kita sendiri?” Pertanyaan cakka membuatnya bingung harus jawab apa.
“Kalo gaya kita sendiri gimana?” Tanyanya.
Membuat cakka tersenyum.
“Seperti ini,” Perlahan, cakka mendekatkan
wajah kearahnya lalu berbisik ditelinganya, “Maukah, kau menjadi pacarku?”
Pintanya sambil menyelipkan anak rambut yang menghalangi telinganya lalu meniup
pelan hingga shilla merinding.
“Beri aku waktu, cakka.”
“Waktu apa?”
“Waktu, untuk selalu ada disampingmu. Ya...
aku mau,” shilla mengangguk dan membiarkan cakka memeluknya erat.
“I love you, shilla.” cakka berbisik
ditelinganya lalu mencium pipinya. Membuat shilla serasa ingin tersenyum kepada
siapa saja yang melihatnya. Untuk membuktikan bahwa dia bahagia saat ini.
Sangat bahagia.
“Love you, too.” shilla balas berbisik dengan
wajah malu dan membiarkan cakka menciumnya. Dia memeluk lehernya agar shilla
semakin dekat dengannya.
Tanpa disadari keduanya, Ada
seseorang yang melihat kejadian itu semua. Dia memegang dadanya, sungguh sakit
hatinya dan menatap gadis yang disebelah cakka itu dengan dendam.
Sejak berpacaran tiga bulan lalu, shilla
dan cakka semakin lengket kayak perangko klop dengan amplop. Tak terpisahkan. Ify
sering mengamati kebersamaan mereka dan tersenyum ketika berpapasan. Seolah
ikhlas. Tanpa sengaja, dia melihat shilla jalan sendiri saat keluar dari ruang
dosen. Tanpa banyak cingcong, dia menghampirinya.
“shill... bisa ngobrol sebentar?” Pinta ify
ketika shilla mengerutkan kening melihatnya tak biasa menghampirinya.
“Mau ngomong apa, fy?” shilla sedikit
berhati-hati dengannya. Baginya, ify adalah orang yang pernah mencoba
membunuhnya, dan mantannya cakka. Entah apa yang dipikiran gadis itu, yang
jelas, membuatnya tak tenang.
“Kita jangan ngomong disini, shill.
terlalu penting untuk didengar orang.”
“Lo mau ngomong apa, fy? Gue ada kerjaan,”
“Lo sampai jam berapa dikampus?”
“Sampai jam 3 sore sih. Ada yang gue
urus disini.”
“Lo ikut yang kuliah di luar negeri selama 2
tahun itu?” ify mencoba menebak ketika melihat map yang dipegang shilla dan
gadis itu mengangguk senang.
“Yap. Gue pilih Belanda. Udah diterima sih,
tinggal ngurus aja lagi. Jangan dikasih tau sama cakka yah, ntar ngamuk. hahaha...”
“Tenang saja. Bagaimana jam 3 itu kita ketemu
ditaman?”
shilla berpikir sejenak. Lalu
memandangi ify. Sekedar ingin tau apa yang direncanakannya kali ini. Namun dia
menyerah. Dia tak sepandai cakka atau alvin untuk membaca pikiran orang hanya
dengan matanya. “Ok deh. see ya...” shilla mengacungkan jempolnya dan pergi
meninggalkan ify yang tersenyum sinis.
“I’ve got you,”
ͼ.ͽͼ.ͽͼ.ͽ
“Sorry, fy. Udah lama nunggu?” shilla
berlari menghampiri ify yang asyik duduk dikursi dan memandang danau yang agak
beriak.
“Yap... gak papa,” ify menoleh
kearahnya dan tersenyum ketika shilla duduk disampingnya.
“Lo mau ngomong apaan?”
“Kita berdua sama-sama tau bagaimana
cakka kalo udah berhadapan dengan cewek, iya kan, shill? “ify membuka
pembicaraan.
“Maksud lo apaan ngomong begini, fy?”
“Putusin cakka. Lo gak akan bisa dapatkan dia,
shilla. Gak akan pernah bisa.” Ucap ify yang tenang serasa petir di siang
bolong baginya.
“Lo kenapa sih, fy?! Lo gak terima gue pacaran
sama dia!? Lo masih sayang sama dia?! Sorry, fy. Dia sayang sama gue, bukan
sama lo.” shilla berdiri dari duduknya dan pergi. Sia-sia dia duduk manis
beberapa menit untuk mendengarkan omongan bikin emosi dari ify. Namun
langkahnya tertahan ketika ify mengejarnya dan memberinya map.
“Lo liat aja,” Jawabnya ketika shilla
mengangkat alisnya dan membuka map lalu merasa limbung seketika. Dunianya runtuh.
Dia melihat beberapa foto cakka
sedang memasang cincin untuk ify disuatu tempat ramai, dan beberapa foto
menunjukkan ketika cakka berciuman mesra. Pandangannya mengabur seketika, foto
yang dia pegang basah oleh air matanya.
“Maksud lo apaan, fy?”
“Itu foto gue tunangan dengannya di Jerman.” ify
menjelaskan sambil memamerkan cincin yang dikenakan di jar manisnya. “Gue udah
tunangan sebelum balik ke Indonesia. Dan pas kami putus, dia ajak kami balikan
lagi, shill”
“Tapi sekarang, lo putus kan sama
dia?”
“Gue emang putus sama dia, shilla. Tapi dia
melupakan hal yang penting. Sangat penting!” ify mengambil map ditangan shilla
dan meletakkan sebuah foto yang membuat shilla menggeleng dan merobeknya.
“Lo bohong! Lo tukang bual, ify! Gue gak
percaya sama mulut berbisa lo!”shilla semakin merobek foto yang diberi ify.
Sungguh sakit hatinya. Tak menyangka akan seperti ini.
“Lo boleh menyangkal sekuat lo mau, shill.
tapi inilah kenyataannya. Gue hamil! Gue dihamilin pacar lo sendiri! Lo tau,
foto yang lo robek sekuat tenaga, adalah foto USG gue! Lo gak akan pernah
bisa, shilla. Gue, mengandung anak dia. Dan lo, Cuma dikasih cinta palsu
olehnya!”
“Kenapa bisa, fy?! Kenapa lo segitu murahnya
nyerahkan itu padanya?! Kenapa, fy?!”
“Gue udah bilang dari awal, shilla. Kita
sama-sama tau cakka itu gimana apabila sudah berhadapan dengan cewek yang
paling disayanginya. Asal lo tau, shill. GUE GAK SEMURAH YANG LO PIKIR! Gue
memberi hal yang paling beharga dihidup gue karna gue yakin bahwa kami
selamanya akan bersama. Gue yakin dia akan tanggung jawab atas apa yang gue
tanggung nanti. Tapi nyatanya apa, dia malah mengejar lo!” ify menatap sinis shilla
yang masih tak percaya dengan apa yang diucapkan. “Dan asal lo tau, shilla. cakka
udah gue kasih tau soal ini dan akan tanggung jawab. Dia akan mutusin lo dan
balikan sama gue. Tapi gak sekarang, dia nunggu waktu yang tepat untuk mutusin
lo. Nah...shilla... apa yang lo lakuin sekarang? Kita sama-sama wanita, shil.
tau perasaan masing-masing, apa lo tega ayah dari anak gue kandung, pacaran
dengan lo? Kalo lo jadi gue, gue gak akan segitu murahnya kayak gitu.”
“Berapa kali lo berhubungan dengan dia?”
“Setiap kami bertemu. Gak pernah absen. Pantes
aja gue jebol.”(-____-‘)
Shilla terdiam. Hatinya sakit
sekali. Inikah karma karna dia menyakiti alvin? Inikah perasaan alvin ketika
dia lebih memilih cakka daripada dia, yang mati-matian sayang padanya? Kalau
perasaannya seperti ini, dia harus minta maaf kepada alvin.
“Gue akan putusin dia. Sekarang.
Jadi dia gak perlu repot-repot kasih alasan masuk akal supaya putusin gue,” shilla
langsung pergi meninggalkan ify. Baginya, tak ada alasan untuk berlama-lama
didepan ify yang sudah melihatnya hancur. Dia berlari meninggalkan taman menuju
parkiran mobil. Tanpa mempedulikan tubuhnya basah kuyup karna hujan mengguyur
deras. seperti mengetahui isi hatinya. Tanpa mempedulikan cakka yang
memanggilnya dari tadi.
“shill…shillaaaa..shillaaaa...” cakka
memanggilnya ketika melihat gadis itu lari dari arah taman sambil menangis.
“Shit! Kunci mobil gue manaaaa?!!!!!” shilla
mengumpat sambil mengaduk-aduk tasnya karna tak menemukan kuncinya. Sedangkan
hujan semakin deras turun. Tiba-tiba, alarm mobilnya berbunyi tanda kunci
terbuka dan dia menoleh untuk melihat siapa yang membukakan.
“Mau kemana sayang? Kamu kenapa?” cakka
berdiri disampingnya sambil memegang kunci mobil shilla yang sengaja dititipkan
gadis itu padanya karna sering lupa naroh dimana.
“Gak usah panggil gue sayang! Kita Putus!”
Tanpa memberi penjelasan lebih rinci, shilla langsung masuk dalam mobil dan
melaju meninggalkan kampus. Membuat cakka langsung menelponnya berkali-kali.
Tapi di rejectnya.
“Go to the Hell, cakka! I hate you!” Umpat shilla
berkali-kali sambil mengusap sendiri air matanya dan memukul stir serta
membunyikan klakson berkali-kali tanda frustasi. Sesak hatinya sekarang. Dia
hanya ingin pulang... yah... Pulang.
͋ ͋ ͋ ͋
“Lo kenapa, dek? cakka ngapain lo?”
Tanya ray kaget ketika melihat shilla pulang kerumah basah kuyup, padahal bawa
mobil dan mata bengkak seperti habis nangis.
Shilla mengabaikan pertanyaan ray.
Dia tak ingin mendengar nama cakka dimanapun dia berpijak. Baginya, Nama cakka
adalah kutukan.
“Kak... kalo dia kerumah nyari gue,
bilang gue gak ada. Dan gue pengen, lo jangan sebut nama dia dirumah ini,
dimanapun gue berada. Gue benci!”
“Lo berantem, shill?” ray tak habis
pikir bagaimana bisa shilla benci setengah mampus dengan cakka. Padahal
sebelum-sebelumnya kesengsem.
“Gue putus sama dia kak! Dia ...”shilla
teringat ucapan ify dan langsung terduduk dilantai dan menangis sambil menutupi
wajahnya dengan tangannya. Sakit...
“Dia kenapa dek? Kenapa lo bisa
putus?”
shilla menggeleng. Dia tak sanggup
menceritakan dari mulutnya sendiri. Mendengar saja sudah membuatnya ambruk.
“Gue gak mau bahas itu kak. Gue mau sendiri. Please...” Dan ray pun tak bisa
berbuat apa-apa selain menyetujui kehendak sepupunya itu. “Yasudah. Lo
istirahat sana. Ntar kalo ada cakka gue bilang lo belum pulang.”
“Thanks.” shilla bangkit dari
duduknya dan langsung menuju kamarnya sambil sesekali mengusap air matanya yang
terus turun membasahi pipinya.
Melihat shilla sudah masuk kamar, ray
langsung mengambil ponshilnya dan mencari sebuah nama di kontaknya dengan wajah
penuh amarah. “Lo apain adek gue, cakka?!” Bentaknya dan mulailah perdebatan
sengit antar pria lewat telpon.
͊ ͊ ͊ ͊
shilla baru saja selesai mandi dan
langsung membuka laptopnya untuk mengecek apakah ada email masuk atau tidak.
Ketika dia melihat bahwa ada yang masuk, dia membacanya kemudian tertegun
sendiri. Membuat keputusan.
“Mungkin, ini cara Tuhan agar gue pergi,
yah... pergi...” shilla bergumam sendiri sambil memandang emailnya dan melirik
foto mereka yang sedang tersenyum dengan latar belakang pantai. Membuat air
matanya menetes lagi. Sakit itu masih sangat menancap dihati. Dia mencintainya,
kenapa malah dikhianati seperti ini? Dia menerima keadaan cakka amnesia, tapi
kenapa selalu ada halangan dihadapannya? Apakah dia memang ditakdirkan untuk
berpisah? Hanya Tuhan yang tau.
“Bye...
selamat berpisah lagi
meski
masih ingin memandangimu
lebih
baik, kau tiada disini
sungguh
tak mudah bagiku..
menghentikan
segala, khayalan gila
Jika
kau ada, dan ku Cuma bisa
Meradang
menjadi yang disisimu,
Membenci
nasibku yang tak berubah.”
Lamunan shilla terputus ketika
mendengar ponselnya berbunyi. Dia meliriknya dan langsung mereject ketika tau
siapa yang menelpon walau namanya sudah tak ada lagi. Dia menghapus semua yang
berhubungan dengan cakka, walau ada satu yang tak bisa dihapusnya, kenangan
yang melekat kuat diotaknya.
“Gue pergi... yah... pergi. Memulai hal yang baru
tanpa perlu lo jadi bayangan gue. Good bye,” shilla menatap foto mereka berdua
dan melemparnya ke bak sampah. Dia memutuskan untuk tidur dengan rencana yang
menari-nari dikepalanya agar bisa menyusun semuanya dalam waktu sebulan sebelum
pergi.
̈́ ̈́ ̈́ ̈́ ̈́ ̈́
“Hati-hati yah kak. Jaga rumah gue, jangan
sampai lo hangusin karna masakan lo ikut hangus. Gue akan kangen sama lo, kak”
Pamitnya dengan menenteng koper dan ransel dipundak.shilla pamit pergi dengan ray
untuk mengambil Beasiswa di Belanda shilama 2 tahun sebelum kembali ke
Indonesia. Dia memutuskan dengan matang-matang. Dan dia mengurus semuanya
sendiri walau harus kucing-kucingan dengan cakka yang selalu berkeliaran
dimanapun dirinya berada. Dia tak ingin bertemu cowok itu lagi. Tak ingin
menghancurkan semua harapan yang disusunnya perlahan.
“Lo serius dek?” Sampai detik ini, ray masih
tak percaya shilla akan meninggalkannya selama itu. Walau dia tau alasannya
dari shilla sendiri kenapa harus pergi, tetap saja dia tak terima.
“Gue serius, kak.” Ucapnya tegas. Membuat ray
tak bisa berkata apa-apa selain menyetujuinya.
“Gue ikhlasin. Keep contact yah. Lo mau gue
anter?”
“Gak usah. Gue mau keliling dulu sebelum ke
Bandara. Bye.” shilla mengecup pipi ray sebelum masuk dalam mobil dan pergi
meninggalkan ray yang langsung menelpon seseorang. Meminta pertanggung jawaban.
“shanin... alamat rumah lo dimana? Cakka ada?
Oh...ya...ya... gue samperin, Bye.” ray langsung memutus telponnya dan mulai
menekuk sepuluh jarinya sambil menyeringai.
“Kayaknya gue memang perlu turun
tangan untuk masalah ini,” Gumamnya dan langsung pergi ke rumah cakka.
͒ ͒ ͒ ͒ ͒ ͒
“Lo hamilin ify?! Jawab, cakka!” BUK! Ray menonjok
cakka kalap. Membuat shanin langsung melerainya, diikuti rio .
“STOP! Ini rumah gue, Kak ray! Lo gak bisa
main hajar orang selagi gue ada disini!” shanin membentak ray yang lengannya
dipegang rio selagi dia membantu cakka berdiri yang tak tau apa-apa. Yang
dia tau hanyalah, ray langsung mendobrak kamarnya dan menuduhnya dengan tuduhan
gila.
“Gue hamilin ify?! Demi Tuhan, ray! Jangankan
hamilin dia, gue aja gak pernah liat bodi dia gak pakai baju kayak gimana(-,-)!”
cakka membela dirinya dari tuduhan yang sangat mencemarkan nama baik itu.
“shilla meliat semuanya, cakka! Dia cerita ke
gue! Itulah sebabnya dia putusin lo! Dan sekarang, dia pergi! Yah... pergi!” ray
berteriak dan membuat cakka terdiam. shilla pergi... belahan jiwanya pergi...
sudah cukup dia diputusi tanpa alasan, jangan sampai dia ditinggalkan hanya
karna alasan yang sangat menjatuhkan reputasinya sebagai pria.
“Dia pergi kemana, ray?! Jawab gue!”
cakka memegang kerah baju ray dan membuatnya mendapat tonjokan lagi.
“Ke Belanda! Lupain lo! Dia
melihat semuanya, kka. Dari foto tunangan hingga Foto USG. Lo bisa apa, cakka?!”
ray menyeringai mengejek.
cakka langsung mengambil kunci
mobilnya. Pikirnya hanya satu, menghalangi gadis itu pergi dan menjelaskan
semuanya, sebelum terlambat.
“Minggir! Gue mau lewat!” Bentaknya
ketika ray menghalangi jalan.
“Lo mau kemana? Gue belom selesai
ngomong!”
“Gue mau nyusul shilla ke bandara!
Gak akan gue ijinin dia pergi!”
Ray semakin menghalanginya. “Hadapin
gue dulu, baru gue ijinin! Gue gak peduli kalo tingkah gue bakal bikin lo gak
bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi ke shilla! Kalo lo gak sempat,
berarti dia memang pantas pergi dan mencari seseorang yang bisa mencintainya
tanpa harus selalu menangis karna lo! Lo bisa menunggunya selama dua tahun kalo
itu terjadi, itupun kalo lo sanggup dan dia mau.” ray menjawab enteng.
Seolah-olah itu biasa saja.
“Lo mau apa, ray??” cakka mulai
putus asa dengan tingkah sepupu pacarnya ini yang dirasa lebih tiran dari suami
Siti Nurbaya.
“Gue setuju apapun pilihan shilla
asal dia bisa bahagiain sepupu gue. Lo mau tau keinginan gue? Gampang! Lo harus
ingat siapa shilla di hidup lo sebelum amnesia, dan apa yang paling dia takutin
dan dia senang. Kalo lo bisa mengingat semuanya, gue akan ijinin. Kalo enggak,
jangan harap lo bisa keluar kamar dengan gue didepan lo ini, cakka!”
“Lo gila kak!” shanin mendengus
marah. Dia tak yakin cakka bisa mengingat semua itu disaat terjepit.
“Gue gak gila,shanin! Gue hanya
ingin dia sadar, siapa shilla di hidup dia dulu dan sekarang, itu saja! Dia
selama ini meremehkan sepupu gue akan terima keadaan amnesianya tanpa harus
berusaha mengingatnya lagi!”
cakka merasa tertampar mendengar
ucapan ray. Dia berusaha mengingat keras siapa shilla dikehidupannya dulu
sebelum amnesia, dia harus ingat...sebelum semuanya terlambat, sebelum dia tak
bisa bertemu lagi, sebelum... ah... dia tak bisa membayangkan apabila itu
terjadi. Entah dia harus kemana lagi kalau sampai itu terjadi, Belanda sangat
luas, jauh dari genggamannya.
“Arrgghh...” cakka mengernyit kesakitan sambil
memegang kepalanya. Semuanya, kenangannya, hadir dalam otaknya tanpa antre. Dia
mengingat semuanya, dia ingat saat pertama kali ketemu shilla, saat mereka main
pentas Putri tidur, saat dia mencium gadis itu pertama kali waktu tidur dan
sampai saat ini shilla tak tau, dan saat dia pergi meninggalkan shilla dan
memberinya sebuah janji... yah ... janji yang dia buat, namun dia sendiri
menghancurkan karna membawa ify kedalam hidupnya..
“Lo kenapa kak?” shanin cemas sambil
mendelik jengkel ke arah ray. Kalau sampai cakka kenapa-napa, ray lah yang akan
dia tuntut terlebih dahulu.
“Gue ingat siapa dia,” cakka
terbata-bata mengucapkan sambil memegang kepalanya yang serasa ingin pecah.
“Oh ya? Siapa dia buat lo, cakka?”
“Dia..” cakka tersenyum walau
kepalanya sakit.
“cewek paling galak dan gak tau diri
waktu MOS, dia bentak gue padahal dia tau gue panitia, dia cewek yang paling
gak terpesona sama gue disaat teman-temannya memuja gue, dia cewek yang bikin
gue bertekad untuk mendapatkannya. Dan dia... cewek yang dijodohin nyokap sama
gue dan gue sempat tinggal dirumahnya selama 4 bulan. Dia suka bunga tulip,
coklat dan hujan. Paling takut dengan petir, dan film hantu.” cakka menjelaskan
panjang lebar. Membuat ray tersenyum. shanin hendak menangis saking terharunya.
“Kejarlah dia, cakka. Gue yakin, lo
pasti tau dimana dia berada kan?” ray menepuk pundak cakka.
“Thanks. Gue tau dia dimana,” cakka
tersenyum dan langsung keluar kamar meninggalkan mereka yang berdoa, agar bisa
bertemu shilla.
“Kalau sampai sepupu gue gak ketemu shilla...”
shanin mengancam ray dengan suara mendesis “Lo yang pertama akan gue bunuh,
kak.”
Rio hanya mengangguk tanda
menyetujui dan ray hanya nyegir.
΅΅΅
“Hujan...” Serunya pelan sambil menengadahkan
tangan. Menikmati tetesan hujan yang dari dulu sangat disukainya. shilla duduk
di taman sambil menatap danau yang tenang meski hujan semakin deras. tak ada
niat sedikitpun untuk masuk mobil. Dia membiarkan tubuhnya basah kuyup. Dia
menutup matanya. Mengingat semua yang pernah terjadi dengan cakka dikala hujan.
Membuatnya menangis.
“Kenapa lo nyakitin gue, cakka? Udah
cukup lo pergi tanpa pamit, kembali dengan bawa ify dan sekarang lo malah
menghamilinya. Dan sekarang, dengan bodohnya gue duduk disini, di tempat lo
pernah bilang kita akan ketemu lagi, walau gue sadar 100%, lo gak akan pernah
ingat janji itu.” Yah... lo gak akan pernah ingat.” shilla bergumam sendiri.
Meratapi kebodohannya.
“Kata siapa gue lupa sama janji yang
pernah gue ucapin?” Tau-tau cakka berdiri dibelakangnya. Membuat shilla
terlonjak dan menoleh.
“Hujan sayang, teduhan yuk.” Ajaknya
sambil mengulurkan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memegang payung.
Namun ditepisnya.
“Buat apa lo kesini?” shilla
bertanya dengan suara dingin dan gemetar menahan dingin.
“Menyusul lo, sayang. Sekalian mau
menyuruh lo pulang.”
“Gue gak mau pulang! Lo tau, cakka,
2 jam lagi gue akan ke bandara! Ninggalin lo! Jadi, gue mohon, lo pergi dari
kehidupan gue! Gue benci!” shilla menjerit ketika tangannya dipegang dan
dipeluk cakka dengan payung yang menaungi mereka.
“Please... don’t leave me, dear.”
“Lo gak tau betapa sakitnya saat gue
tau bahwa pacar gue ternyata akan punya anak dari mantannya. Tunangan pula! Gue
ngerasa bodoh mau menerima cinta lo.”
“Demi Tuhan, Ashilla Zahrantiara Nuraga
(masih sempat-sempatnya-_-‘)……”
“gak usa tambah-tambahin nuraganya
bisa kali” potong shilla sengit…
“Gue gak pernah hamilin ify! Lo boleh minta
gue test DNA kalo lo mau, gue gak tunangan sayang. Gue gak pernah tunangan sama
dia, sama cewek lain. Gue hanya mau lo.” Lanjut cakka mengiraukan ucapan shilla
“Bulshit!” Shilla mendesis. Membuat
cakka langsung melepas pelukannya dan menatapnya.
“Look at me,dear. You’ll be see a
honesty in my eyes. I just love you. Gue gak pernah hamilin dia. Percaya sama
gue, shilla.”
“Tapi..foto itu.. gue liat lo ciuman
sama dia, lo pasangin cincin ke dia, gue liat semuanya,cakka! Gue liat! Dan USG
itu, Oh God... you can’t imagine how broke my heart when i knew it!”
“USG bisa aja dia ambil foto lain
terus ngaku-ngaku itu punya dia, shilla.”
“Kalo foto lo ciuman? Lo mau bilang
dia nyewa orang yang mirip lo terus ciuman gitu?”sengit shilla
“Gue gak nyangkal hal itu, shilla.” cakka
masih menatap shilla yang menangis dan menghapus air matanya yang terus
membasahi pipinya. “Gue pernah sayang sama dia, tak ingin kehilangan dia, dan
gue abadikan dalam foto. Dan foto yang lo bilang itu kami tunangan, lo salah
besar. Karna apa? Seingat gue, itu foto diambil pada saat sepupu gue di Jerman,
James ingin mengajak pasangannya tunangan. Dan kebetulan postur tubuh
tunangannya itu mirip sama ify, jadi kami nyoba cincin itu di toko perhiasan
dan minta James yang fotoin. Tapi gue gak nyangka itu akan jadi senjata mata
tuan untuk kehilangan cewek yang sangat gue cintai,”
“Lo sayang sama gue?” shilla luluh
dengan penjelasan cakka. Namun tak ingin menunjukkan.
“Lebih dari apapun didunia ini, shilla.”
“Lo sayang, tapi lo lupa siapa gue,
Buktinya... sampai sekarang, lo gak ingat kan siapa gue?”
“Lo liat wajah gue bonyok karna
apa?” cakka menunjuk wajahnya sendiri. Membuat shilla sadar banyak memar
diwajahnya. Bahkan darah masih menetes karna tercampur dengan air hujan.
“Lo dihajar siapa?”
“Gue dihajar ray karna tak bisa
mengingat siapa lo di dunia ini. Seandainya gue gak bisa ingat lagi, mungkin
kita gak akan ketemu lagi, shill. lo pergi, dan gue disini, menyesali nasib
gue.”
“Siapa gue di hidup lo,Cakka Kawekas
Nuraga?”
“Kamu...” cakka mengubah
panggilannya dan mengecup kening shilla. “Cewek yang bikin aku merasa paling
beruntung karna mengenalmu, cewek yang bikin aku merasa, ini adalah hari
terindah dalam hidupku karna bisa mengingatmu dan mengatakan, kalau aku
mencintaimu lebih dari yang pernah kamu bayangkan, Ashilla Zahrantiara. Dan...”
kedua pipinya tak luput dari ciuman cakka. “Maukah kamu menjadi cewek yang
terakhir untukku? Aku memang tak menjanjikan bisa melindungimu, tapi aku
berjanji akan selalu ada disisimu di saat kamu butuh.” Dan cakka menatap shilla
yang hendak mengeluarkan kristal dipelupuk matanya.
“Kamu mau mencintaiku? Baik
buruknya?”
“Iya... baik buruknya aku terima.
Karna disitulah sisi sempurnamu, shilla.”
“Aku
mau mendampingi dirimu
Aku
mau cintai kekuranganmu
Slalu
bersedih apapun terjadi
Apapun
yang terjadi...
Kau
jadikan aku, ada.
“Once*
Shilla menganggukkan wajahnya. Dia
tersenyum dengan air mata menetes. Sungguh, dia terharu dengan keseriusan cakka.
Semua halangan yang dia hadapi, terbayar dengan cakka mengucapkan kalimat itu
padanya. Kalimat yang dia tunggu. Dan tak ada lagi yang meghalangi mereka untuk
bersatu.
“Tiada lagi yang mampu berdiri
Halangi
rasaku, cintaku, padamu.”
“Aku mau” Ucapnya dan cakka melepas payung
yang menaungi mereka dan berpelukan erat. Inilah yang dia inginkan. Bersama
gadis yang sangat dia cintai. Dan takkan pernah dia lepas lagi, sejengkal pun.
“Kamu jadi ke Belanda? Tinggalin aku?” cakka
melepas pelukannya dan menatap shilla
“Iya... karna aku sudah mengurus semuanya.”
“Aku ikut,” putusnya dan shilla melongo.
“Ikut aku?”
“Iya... aku gak mau kamu sendiri disana, terus
kecantol pria Belanda dan melupakanku. Bulan depan, aku akan menyusulmu. Karna
aku juga mendapat beasiswa.” Ucapnya dan membuat shilla melompat bahagia.
“Serius? Akhirnya...” shilla terlalu bahagia
untuk bisa berkata apa-apa dan dia menatap langit dan melihat pelangi seolah
diatasnya. Menaungi mereka.
“Beautiful Rainbow.” Pujinya sambil
mendongkakkan wajah keatas.
“Iya... tapi tak secantik kamu,Ashilla
Zahrantiara I love you, for yesterday, now, and tomorrow.” Ucapnya dan sebelum shilla
menjawab, dia sudah membungkam dengan ciumannya. shilla yang kaget dengan itu,
langsung membalasnya dan melingkarkan tangan dilehernya. Dengan pelangi diatas
mereka dan hujan yang sudah mulai mereda. Dan dia bersyukur, karna telah
menemukan apa yang menjadi sumber senyumannya.
“Ku
bahagia, kau telah terlahir didunia
Dan
kau ada, diantara miliaran manusia
Dan
ku bisa, dengan radarku, menemukanmu.”
*Maudy Ayunda – Perahu Kertas*
EPILOG..
“Sayang... Bagaimana kalo kita satu
kamar aja? Biar hemat bayar gitu,” cakka menggoda shilla yang asyik melirik
jalan raya dari atas apartemennya di Belanda. Ya... mereka berdua pergi ke
Belanda untuk beasiswa, cakka menepati janjinya untuk mengikuti kemanapun shilla
pergi asalkan dia mau menunda keberangkatannya. Maksudnya biar bareng nyampe.
Dan shilla pun, dengan sedikit ancaman maut ala cakka, akhirnya menggeser semua
jadwalnya.
shilla menatap cakka dengan kesal.
Kadang dia bertanya dalam hati, kenapa mau-maunya sayang dengan cowok genit, sengak
macam cakka. “Sejak kapan kamu mikir soal hemat biaya? Yang ada kamu lebih
boros dari aku, sayang.”
cakka tersenyum untuk meluluhkan
hati shilla. Namun sayangnya, shilla sudah tak mempan lagi dengan senyum maut
bikin cewek-cewek histeris itu. “Jadi, kita pisah kamar gitu?” Tanyanya dengan
wajah pura-pura kecewa.
shilla mendekati cakka dan
mendongkakkan wajahnya karna cakka terlalu tinggi untuknya sekarang. “
Memangnya aku harus berapa kali mengingatkan perjanjian yang kita bikin, cakka?
Kamu kan sudah setuju!”
“Iya sih... Tapi...” cakka menggaruk
kepalanya yang tak gatal dan menatap shilla. Dia yang tau apa arti tatapan
pacarnya itu, pasang badan siap lari. “Apa kamu lirik-lirik?! Mau maksa aku
untuk tidur bareng? Gak usah!”
Tanpa bisa dicegah apalagi
diantisipasi, cakka langsung menggendong shilla masuk kedalam kamarnya dan
menutup pintu dengan kakinya dan meninggalkan barang-barangnya diluar kamar.
Baginya, menggoda shilla lebih penting.
“Sayang... are you ready?” Ucapnya
ketika dia menidurkan shilla dikasur dan tersenyum. Membuat shilla mendadak
sulit menelan ludah.
“Rileks,” cakka menenangkan shilla
yang agak panik dan dia mendekatkan wajah kearahnya dan ...dan..................
*pikirkan sendiri apa yang terjadi :p*
END-
Yaa akhirnya tamat juga ini cerbug..hehe
Skali lagi thanks so much buat kak Rere yang udah ijinin ngerepost cerbug ini dan juga buat pembaca cerbug ini... LOVE YOU GUYS :* <3