Jumat, 09 Agustus 2013
PEMBUNUH CAHAYA (versi ALSHILL) *prolog
Saira:
Shilla
Leo:
Alvin
Andre:
Cakka
Leanna:
Agni
Penulis:
Santhy Agatha
“Hai.”
Ketika
lelaki itu mendekatinya, shilla menatapnya dengan bingung, lelaki itu tidak
seharusnya berada di sini. Dengan setelan serba hitam, rambut yang disisir rapi
ke belakang dan penampilan yang luar biasa elegan , dia seharusnya berada di
luar sana bersama para tamu yang berkelas itu. Tetapi entah tersesat atau
bagaimana lelaki itu bisa menemukan jalannya kemari, di ruangan belakang dekat
gudang tempat shilla membereskan pot-pot bunga dan berbagai macam tanaman serta
beberapa karung tanah bersama pegawainya untuk dinaikkan ke dalam truck pick up
mereka.
“Apakah anda
tersesat?” Shilla bertanya pelan, lalu menepiskan tanah dari bajunya, dia
mengangkat beberapa pupuk tadi dan itu mengenai pakaiannya, penampilannya pasti
sangat bau dan berantakan tetapi lelaki itu tampaknya tidak peduli, dia mengembangkan
senyuman yang luar biasa manis.
“Aku sengaja
ke bagian belakang untuk mencari siapa di balik tanaman indah yang membuat
pesta ala taman terbuka untuk perusahaanku berhasil.”
Perusahaanku? Oh oke, Jadi lelaki ini adalah
pemilik perusahaan yang kebetulan menyewa mereka untuk menyediakan stok tanaman
bagi dekorator taman terkenal yang mendekor pesta mewah ala taman terbuka milik
perusahaan itu.
“Saya
menyediakan tanaman sesuai spesifikasi yang diminta oleh dekorator anda, dan
dia mempunyai standar yang tinggi dalam menentukan jenis tanaman apa yang
harus dia pasang di depan. Keindahan dekorasi di pesta di depan murni
karena tangan emas dekorator anda.” Shilla tersenyum merendah.
Sementara
lelaki itu mengernyitkan matanya tampak tidak setuju. “Tidak, dekoratorku tidak
akan berhasil kalau kau tidak menyediakan tanaman berkelas tinggi, aku bahkan
masih terkagum-kagum akan keindahan varietas anggrek berwarna warni yang
menghiasi bagian depan taman.”
“Anggrek
memang salah satu produk andalan rumah kaca kami.” Mata Shilla berbinar,
matanya memang selalu berbinar kalau membicarakan tentang bunga anggrek, dia
menumbuhkan tanaman itu dan merawatnya dengan tangannya sendiri, seperti
seorang ibu yang menunggu dengan penuh kasih sang bayi tumbuh berkembang dan
menjadi remaja yang cantik jelita
“Dan yang
pasti dirawat dengan sepenuh hati.” Lelaki itu melemparkan tatapan memuji yang
membuat pipi shilla memerah, Lalu dia mengulurkan tangannya, “Kenalkan aku
Alvin Sindunata, pemilik Green Enterprises. Teman-temanku memanggilku Alvin.”
Shilla
menyambut uluran tangan lelaki itu, terpesona. “Ashilla Zahrantiara.” Jawabnya
dengan suara pelan dan ragu.
Lelaki itu
tampak ingin berkata-kata, tetapi kemudian salah satu pegawainya muncul di
belakangnya. Dari percakapan mereka, Shilla mendengar bahwa ada tamu penting
yang sudah datang di pesta di depan. Lelaki itu lalu melemparkan tatapan penuh
permintaan maaf kepada Shilla,
“Maafkan
aku, sebenarnya aku masih ingin bercakap-cakap denganmu, mungkin nanti di lain
kesempatan.” Dia melemparkan senyuman yang sopan lalu membalikkan badan dan
meninggalkan Shilla.
Tanpa sadar
Shilla menghela napas panjang, aura lelaki itu tampak begitu mengintimidasi dan
membuatnya tanpa sadar menahan napas dengan jantung berdebar. Dia lelaki yang
tampan dan yang pasti luar biasa kaya. Green Enterprises adalah perusahaan
perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang cukup terkenal, mereka juga sudah
mengembangkan diri menjadi penghasil produ-produk kemasan yang berbahan kelapa
sawit.
“Shilla,
sudah semua?” rekan kerjanya sekaligus sahabatnya, Cakka membangunkannya dari
lamunannya, “Kalau semua sudah beres, kita bisa pulang sekarang.”
“Sudah beres
semua.” Jawab Shilla cepat, lalu mengibaskan kembali kotoran tanah dan pupuk
dari bajunya, dan naik ke kursi penumpang di pick up mereka. Cakka menyusul
kemudian dan menjalankan mobilnya, pulang ke rumah Shilla.
Rumah Shilla
adalah rumah mungil yang terletak di pinggiran kota yang dingin dan berbukit,
tetapi memiliki halaman yang sangat luas, di sana Shilla melanjutkan untuk
merawat dan mengembangkan seluruh tanaman yang ada di rumah kaca warisan
mamanya. Rumah kaca itu besar, dengan berbagai macam varietas tanaman dan bunga
hias yang indah, anggrek adalah jenis yang paling banyak di sana, karena
anggrek adalah bunga kesukaan mamanya.
Setelah
lulus kuliah di bidang pertanian yang mendukung hobinya merawat tanaman dan
bercocok tanam, Shilla fokus untuk mengembangkan bisnis rumah kacanya, semula
memang berat, karena mamanya dulu kebanyakan hanya menjual tanaman anggrek dan
tanaman hias hasil dari rumah kacanya, kepada sahabat-sahabatnya. Tetapi
sejak mamanya meninggal, Shilla berusaha mengembangkannya, dengan dibantu Cakka,
sahabatnya sejak kecil yang memiliki bakat di bidang pemasaran, mereka
menawarkan pasokan tanaman ekslusif dan berkualitas ke semua pihak. Pada
akhirnya ada beberapa hotel besar, rumah makan dan butik-butik terkenal yang
menerima pasokan tetap mereka setiap saat untuk menghias tempat mereka dan juga
selalu mengambil tanaman dari mereka untuk taman-taman yang ada di sana. Bisnis
Shilla berkembang bukan hanya menjual tanaman hasil rumah kacanya, tetapi juga
memasok bunga-bungaaan yang indah untuk hiasan hotel. Selain itu Shilla juga
menerima tender untuk memasok tanaman bagi even-even tertentu, seperti untuk
dekorasi pernikahan, pesta dan sebagainya. Dan sekarang dia dan Cakka sudah
bisa menggaji beberapa pegawai untuk membantu mereka.
Seperti
sekarang, mereka menerima tender untuk memasok tanaman yang dipesan oleh
dekorator tanaman ternama untuk menghias acara pesta eklusif bertema taman
terbuka yang diadakan oleh Green Enterprises.
Tak
disangkanya sang pemilik perusahaan sendiri yang menemuinya karena kagum pada
tanaman yang dihasilkan oleh rumah kacanya. Pipi Shilla terasa memerah ketika
membayangkan senyum Alvij, tetapi kemudian dia menepuk pipinya, berusaha
menyadarkan dirinya, Alvin memuji tanamannya, bukan memuji dirinya, dia
mengingatkan dirinya sendiri dalam hati.
***
“Halo lagi Shilla.”
Hampir saja
Shilla terlonjak dan menjatuhkan pot tanaman yang sedang dipegangnya, dia
menoleh dan ternganga melihat Alvin berdiri di sana, di pintu masuk rumah
kacanya.
Lelaki itu
masih tampak tidak cocok karena dia masih memakai jas hitam yang elegan dan
menempel pas ditubuhnya, seolah dijahit khusus untuknya.
Apa yang
dilakukan pria itu di sini?
“Aku tadi di
depan dan menemui.... kekasihmu dan dia bilang aku bisa menemuimu di sini. Ada
tawaran bisnis yang ingin kutawarkan kepadamu.”
“Cakka bukan
kekasihku.” Shilla langsung membetulkan kata-kata Alvin membuat lelaki itu
mengangkat alisnya penuh arti, “Dan kalau masalah penawaran bisnis, anda bisa
membicarakan dengan Cakka.” Itu memang betul, kalau menyangkut tender dan
sebagainya semua diatur oleh Cakka, Shilla hanya bertugas sesuai dengan
hasratnya, menyediakan tanaman yang indah dan berkualitas, menikmati setiap
saat yang bisa dihabiskannya di rumah kaca ini.
“Aku sudah
membicarakan draft awal kesepakatan bisnis dengan Cakka, tetapi aku tetap ingin
menemuimu, karena kata Cakka. kalau menyangkut tanaman kau yang paling ahli.”
“Boleh saja,
anda ingin membahas tanaman apa?”
“Bisakah
kita membicarakan sambil makan malam? Makan malam informal saja, kau dan aku
membicarakan secara santai tentang bisnis kita dan pemilihan makanan.”
Pada
akhirnya Shilla menerima tawaran itu, dan tidak disangka pertemuan itu membawa
mereka ke pertemuan-pertemuan berikutnya yang membuat mereka berdua semakin
dekat.
***
“Aku sangat
senang menghabiskan waktu denganmu.” Alvin menatap Shilla dengan lembut, ketika
mereka makan malam bersama di akhir pekan.
Sudah hampir
tiga bulan mereka berhubungan, sejak pembicaraan masalah bisnis yang berlanjut
dengan tender kontrak selama lima tahun dari seluruh cabang perusahaan Alvin
dimana seluruh dekorasi kantor mereka dan taman mereka di pasok oleh rumah kaca
Shilla, mereka menjadi sangat dekat.
Bisa
dikatakan hampir setiap hari sepulang kerja, selarut apapun Alvin selalu mampir
dan kemudian mereka makan malam bersama. Mereka sangat cocok dalam semua
pembicaraan, baik menyangkut hal-hal serius seperti masalah politik negara ini,
sampai ke hal santai seperti film dan musik. Setiap saat mereka bersama sangat
menyenangkan dan terasa begitu cepat. Ketika mereka berpisah, Shilla sudah
langsung merindukan saat pertemuan mereka selanjutnya.
Semula Shilla
tidak pernah berpikir bahwa Alvin memiliki perasaan lebih kepadanya, dia
mengira Alvin benar-benar tertarik kepada tanaman hasil rumah kacanya dan
kesepakatan bisnis mereka, tetapi kemudian Cakka menggodanya, mengatakan bahwa
kalau Alvin tertarik dengan kesepakatan bisnis, dia bisa saja mengirim salah
satu pegawai atau sekertarisnya untuk mengaturnya, tidak usah datang sendiri,
apalagi sampai mengajak Saira makan malam hampir setiap hari.
Sekarang
sudah tiga bulan mereka berkenalan, dan mereka sudah sangat dekat dan mengenal
satu sama lain. Seperti halnya Shilla, Alvin juga sudah tidak mempunyai ayah.
Tetapi ibu Shilla meninggal karena sakit, enam bulan yang lalu, sedangkan Alvin
masih memiliki seorang ibu yang katanya tinggal di pinggiran kota di rumah
besar milik keluarga mereka. Alvin sendiri memiliki sebuah rumah di kompleks
mewah di tengah kota.
Malam ini,
entah kenapa Alvin tampak misterius, lelaki itu banyak berdiam diri dan tidak
penuh canda seperti biasanya, dan ketika mereka sampai di rumah makan, Alvin
telah mengatur sebuah makan malam resmi yang mewah, tidak seperti makan malam
santai yang biasanya mereka lakukan setiap malam.
Dan sekarang
lelaki itu menatap dirinya dengan tatapan mata serius dan penuh harap, suaranya
ketika berkata-kata terdengar serak dan lembut.
“Aku
mencintaimu Shilla, kau mungkin tidak percaya cinta pada pandangan pertama,
tetapi aku merasakannya. Semakin lama kita melewatkan waktu bersama, aku
semakin merasa yakin. Aku ingin menjagamu Shilla, aku ingin menghabiskan
hidupku denganmu, menjadi tua bersamamu.” Lelaki itu mengeluarkan kotak hitam
dari saku jasnya dan kemudian membukanya di depan Saira yang ternganga kaget, “Ashilla
Zahrantiara, aku mencintaimu, maukah kau memberiku kehormatan dengan
menikahiku?”
Mata Shilla
membelalak kaget melihat cincin berlian yang berkilauan itu, dia mengalihkan
tatapan matanya ke arah Alvin, melihat keseriusan yang terpancar di sana.
“Astaga Alvin,
apakah kau serius?”
Alvin menganggukkan
kepalanya sambil tersenyum lembut, “Aku mencintaimu, Shilla.”
“Tetapi
kita.... kita belum saling mengenal lama...”
“Tidak perlu
waktu lama untuk mengenali cinta sejatimu.” Jawab Alvin mantap, “Kalau kau
menerima lamaran ini, kau akan membuatku menjadi pria paling bahagia di dunia.”
Shilla
menelan ludah, perasaannya bergejolak, dia juga mencintai Alvin tentu saja, kebersamaan
mereka telah menumbuhkan benih-benih cinta yang makin lama makin kuat, dan
lamaran Alvin ini benar-benar membuat dirinya sungguh bahagia.
Tiba-tiba
matanya terasa panas, air mata bahagia berdesakan menyeruak di sudut matanya, Shilla
menelan ludahnya lalu menghela napas panjang, mengambil keputusan terpenting
dalam kehidupannya,
“Ya. Alvin...
aku mau menikah denganmu.”
Lelaki itu
memejamkan matanya dengan penuh kelegaan, lalu mengecup jemari Shilla lembut,
“Terimakasih
Shilla.” Bisik Alvin serak, penuh cinta.
***
Perempuan
itu duduk di kursi roda, dengan mata kosong, dalam kegelapan kamar yang
temaram. Suasana kamar itu lengang, dan mewah.
Lalu pintu
terbuka dan seorang lelaki memasuki kamar, dengan lembut lelaki itu berlutut di
depan kursi roda perempuan itu, dan dengan lelah meletakkan kepalanya di
pangkuan si perempuan, memejamkan matanya dan tidak mengucapkan apa-apa.
Jemari
perempuan itu bergerak, membelai kepala lelaki itu, meskipun matanya tetap
kosong menatap ke depan.
Suasana
begitu sakral dan syahdu.... suasana kedekatan yang agung dan penuh kasih
sayang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar