WELCOME TO MY BLOG :D

About Me

Tirsa
Lihat profil lengkapku

Readers

Followers

Label

  • About Me:) (4)
  • Ashilla Zee dll :) (11)
  • CampurCampur :P :) (3)
  • Cerpen (5)
  • CuapCuap (3)
  • Jatuh Cinta Sama Loe No Way (versi Cakshill) (22)
  • KasaKusuk (14)
  • KAU (12)
  • Mario Stevano Aditya Haling (2)
  • PEMBUNUH CAHAYA *versi ALSHILL* (1)
  • SCAVENT CHEERS (1)
  • SVC (SCAVERS VIOLENCE CHEERS) :* (4)
  • Tugas (6)

Blog Archive

  • ►  2014 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Mei (1)
  • ▼  2013 (51)
    • ▼  Agustus (4)
      • YEL-YEL (kedua) SVC :D
      • GRAFIK BERBASIS VEKTOR DAN BERBASIS BITMAP
      • PEMBUNUH CAHAYA (versi ALSHILL) *prolog
      • HAPPY ANNIVERSARY 1 YEAR SCAVERS VIOLENCE CHEERS (...
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (12)
  • ►  2012 (33)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (14)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (1)
Jumat, 09 Agustus 2013
In: PEMBUNUH CAHAYA *versi ALSHILL*

PEMBUNUH CAHAYA (versi ALSHILL) *prolog


Saira: Shilla

Leo: Alvin

Andre: Cakka

Leanna: Agni

Penulis: Santhy Agatha







 
“Hai.”

Ketika lelaki itu mendekatinya, shilla menatapnya dengan bingung, lelaki itu tidak seharusnya berada di sini. Dengan setelan serba hitam, rambut yang disisir rapi ke belakang dan penampilan yang luar biasa elegan , dia seharusnya berada di luar sana bersama para tamu yang berkelas itu. Tetapi entah tersesat atau bagaimana lelaki itu bisa menemukan jalannya kemari, di ruangan belakang dekat gudang tempat shilla membereskan pot-pot bunga dan berbagai macam tanaman serta beberapa karung tanah bersama pegawainya untuk dinaikkan ke dalam truck pick up mereka.

“Apakah anda tersesat?” Shilla bertanya pelan, lalu menepiskan tanah dari bajunya, dia mengangkat beberapa pupuk tadi dan itu mengenai pakaiannya, penampilannya pasti sangat bau dan berantakan tetapi lelaki itu tampaknya tidak peduli, dia mengembangkan senyuman yang luar biasa manis.

“Aku sengaja ke bagian belakang untuk mencari siapa di balik tanaman indah yang membuat pesta ala taman terbuka untuk perusahaanku berhasil.”


Perusahaanku? Oh oke, Jadi lelaki ini adalah pemilik perusahaan yang kebetulan menyewa mereka untuk menyediakan stok tanaman bagi dekorator taman terkenal yang mendekor pesta mewah ala taman terbuka milik perusahaan itu.

“Saya menyediakan tanaman sesuai spesifikasi yang diminta oleh dekorator anda, dan dia mempunyai standar yang tinggi dalam menentukan jenis tanaman apa yang harus  dia pasang di depan. Keindahan dekorasi di pesta di depan murni karena tangan emas dekorator anda.” Shilla tersenyum merendah.

Sementara lelaki itu mengernyitkan matanya tampak tidak setuju. “Tidak, dekoratorku tidak akan berhasil kalau kau tidak menyediakan tanaman berkelas tinggi, aku bahkan masih terkagum-kagum akan keindahan varietas anggrek berwarna warni yang menghiasi bagian depan taman.”

“Anggrek memang salah satu produk andalan rumah kaca kami.” Mata Shilla berbinar, matanya memang selalu berbinar kalau membicarakan tentang bunga anggrek, dia menumbuhkan tanaman itu dan merawatnya dengan tangannya sendiri, seperti seorang ibu yang menunggu dengan penuh kasih sang bayi tumbuh berkembang dan menjadi remaja yang cantik jelita

“Dan yang pasti dirawat dengan sepenuh hati.” Lelaki itu melemparkan tatapan memuji yang membuat pipi shilla memerah, Lalu dia mengulurkan tangannya, “Kenalkan aku Alvin Sindunata, pemilik Green Enterprises. Teman-temanku memanggilku Alvin.”

Shilla menyambut uluran tangan lelaki itu, terpesona. “Ashilla Zahrantiara.” Jawabnya dengan suara pelan dan ragu.

Lelaki itu tampak ingin berkata-kata, tetapi kemudian salah satu pegawainya muncul di belakangnya. Dari percakapan mereka, Shilla mendengar bahwa ada tamu penting yang sudah datang di pesta di depan. Lelaki itu lalu melemparkan tatapan penuh permintaan maaf kepada Shilla,

“Maafkan aku, sebenarnya aku masih ingin bercakap-cakap denganmu, mungkin nanti di lain kesempatan.” Dia melemparkan senyuman yang sopan lalu membalikkan badan dan meninggalkan Shilla.

Tanpa sadar Shilla menghela napas panjang, aura lelaki itu tampak begitu mengintimidasi dan membuatnya tanpa sadar menahan napas dengan jantung berdebar. Dia lelaki yang tampan dan yang pasti luar biasa kaya. Green Enterprises adalah perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang cukup terkenal, mereka juga sudah mengembangkan diri menjadi penghasil produ-produk kemasan yang berbahan kelapa sawit.

“Shilla, sudah semua?” rekan kerjanya sekaligus sahabatnya, Cakka membangunkannya dari lamunannya, “Kalau semua sudah beres, kita bisa pulang sekarang.”

“Sudah beres semua.” Jawab Shilla cepat, lalu mengibaskan kembali kotoran tanah dan pupuk dari bajunya, dan naik ke kursi penumpang di pick up mereka. Cakka menyusul kemudian dan menjalankan mobilnya, pulang ke rumah Shilla.

Rumah Shilla adalah rumah mungil yang terletak di pinggiran kota yang dingin dan berbukit, tetapi memiliki halaman yang sangat luas, di sana Shilla melanjutkan untuk merawat dan mengembangkan seluruh tanaman yang ada di rumah kaca warisan mamanya. Rumah kaca itu besar, dengan berbagai macam varietas tanaman dan bunga hias yang indah, anggrek adalah jenis yang paling banyak di sana, karena anggrek adalah bunga kesukaan mamanya.

Setelah lulus kuliah di bidang pertanian yang mendukung hobinya merawat tanaman dan bercocok tanam, Shilla fokus untuk mengembangkan bisnis rumah kacanya, semula memang berat, karena mamanya dulu kebanyakan hanya menjual tanaman anggrek dan tanaman hias hasil dari rumah kacanya,  kepada sahabat-sahabatnya. Tetapi sejak mamanya meninggal, Shilla berusaha mengembangkannya, dengan dibantu Cakka, sahabatnya sejak kecil yang memiliki bakat di bidang pemasaran, mereka menawarkan pasokan tanaman ekslusif dan berkualitas  ke semua pihak. Pada akhirnya ada beberapa hotel besar, rumah makan dan butik-butik terkenal yang menerima pasokan tetap mereka setiap saat untuk menghias tempat mereka dan juga selalu mengambil tanaman dari mereka untuk taman-taman yang ada di sana. Bisnis Shilla berkembang bukan hanya menjual tanaman hasil rumah kacanya, tetapi juga memasok bunga-bungaaan yang indah untuk hiasan hotel. Selain itu Shilla juga menerima tender untuk memasok tanaman bagi even-even tertentu, seperti untuk dekorasi pernikahan, pesta dan sebagainya. Dan sekarang dia dan Cakka sudah bisa menggaji beberapa pegawai untuk membantu mereka.

Seperti sekarang, mereka menerima tender untuk memasok tanaman yang dipesan oleh dekorator tanaman ternama untuk menghias acara pesta eklusif bertema taman terbuka yang diadakan oleh Green Enterprises.

Tak disangkanya sang pemilik perusahaan sendiri yang menemuinya karena kagum pada tanaman yang dihasilkan oleh rumah kacanya. Pipi Shilla terasa memerah ketika membayangkan senyum Alvij, tetapi kemudian dia menepuk pipinya, berusaha menyadarkan dirinya, Alvin memuji tanamannya, bukan memuji dirinya, dia mengingatkan dirinya sendiri dalam hati.

***

“Halo lagi Shilla.”

Hampir saja Shilla terlonjak dan menjatuhkan pot tanaman yang sedang dipegangnya, dia menoleh dan ternganga melihat Alvin berdiri di sana, di pintu masuk rumah kacanya.

Lelaki itu masih tampak tidak cocok karena dia masih memakai jas hitam yang elegan dan menempel pas ditubuhnya, seolah dijahit khusus untuknya.

Apa yang dilakukan pria itu di sini?

“Aku tadi di depan dan menemui.... kekasihmu dan dia bilang aku bisa menemuimu di sini. Ada tawaran bisnis yang ingin kutawarkan kepadamu.”

“Cakka bukan kekasihku.” Shilla langsung membetulkan kata-kata Alvin membuat lelaki itu mengangkat alisnya penuh arti, “Dan kalau masalah penawaran bisnis, anda bisa membicarakan dengan Cakka.” Itu memang betul, kalau menyangkut tender dan sebagainya semua diatur oleh Cakka, Shilla hanya bertugas sesuai dengan hasratnya, menyediakan tanaman yang indah dan berkualitas, menikmati setiap saat yang bisa dihabiskannya di rumah kaca ini.

“Aku sudah membicarakan draft awal kesepakatan bisnis dengan Cakka, tetapi aku tetap ingin menemuimu, karena kata Cakka. kalau menyangkut tanaman kau yang paling ahli.”

“Boleh saja, anda ingin membahas tanaman apa?”

“Bisakah kita membicarakan sambil makan malam? Makan malam informal saja, kau dan aku membicarakan secara santai tentang bisnis kita dan pemilihan makanan.”

Pada akhirnya Shilla menerima tawaran itu, dan tidak disangka pertemuan itu membawa mereka ke pertemuan-pertemuan berikutnya yang membuat mereka berdua semakin dekat.

***

“Aku sangat senang menghabiskan waktu denganmu.” Alvin menatap Shilla dengan lembut, ketika mereka makan malam bersama di akhir pekan.

Sudah hampir tiga bulan mereka berhubungan, sejak pembicaraan masalah bisnis yang berlanjut dengan tender kontrak selama lima tahun dari seluruh cabang perusahaan Alvin dimana seluruh dekorasi kantor mereka dan taman mereka di pasok oleh rumah kaca Shilla, mereka menjadi sangat dekat.

Bisa dikatakan hampir setiap hari sepulang kerja, selarut apapun Alvin selalu mampir dan kemudian mereka makan malam bersama. Mereka sangat cocok dalam semua pembicaraan, baik menyangkut hal-hal serius seperti masalah politik negara ini, sampai ke hal santai seperti film dan musik. Setiap saat mereka bersama sangat menyenangkan dan terasa begitu cepat. Ketika mereka berpisah, Shilla sudah langsung merindukan saat pertemuan mereka  selanjutnya.

Semula Shilla tidak pernah berpikir bahwa Alvin memiliki perasaan lebih kepadanya, dia mengira Alvin benar-benar tertarik kepada tanaman hasil rumah kacanya dan kesepakatan bisnis mereka, tetapi kemudian Cakka menggodanya, mengatakan bahwa kalau Alvin tertarik dengan kesepakatan bisnis, dia bisa saja mengirim salah satu pegawai atau sekertarisnya untuk mengaturnya, tidak usah datang sendiri, apalagi sampai mengajak Saira makan malam hampir setiap hari.

Sekarang sudah tiga bulan mereka berkenalan, dan mereka sudah sangat dekat dan mengenal satu sama lain. Seperti halnya Shilla, Alvin juga sudah tidak mempunyai ayah. Tetapi ibu Shilla meninggal karena sakit, enam bulan yang lalu, sedangkan Alvin masih memiliki seorang ibu yang katanya tinggal di pinggiran kota di rumah besar milik keluarga mereka. Alvin sendiri memiliki sebuah rumah di kompleks mewah di tengah kota.

Malam ini, entah kenapa Alvin tampak misterius, lelaki itu banyak berdiam diri dan tidak penuh canda seperti biasanya, dan ketika mereka sampai di rumah makan, Alvin telah mengatur sebuah makan malam resmi yang mewah, tidak seperti makan malam santai yang biasanya mereka lakukan setiap malam.

Dan sekarang lelaki itu menatap dirinya dengan tatapan mata serius dan penuh harap, suaranya ketika berkata-kata terdengar serak dan lembut.

“Aku mencintaimu Shilla, kau mungkin tidak percaya cinta pada pandangan pertama, tetapi aku merasakannya. Semakin lama kita melewatkan waktu bersama, aku semakin merasa yakin. Aku ingin menjagamu Shilla, aku ingin menghabiskan hidupku denganmu, menjadi tua bersamamu.” Lelaki itu mengeluarkan kotak hitam dari saku jasnya dan kemudian membukanya di depan Saira yang ternganga kaget, “Ashilla Zahrantiara, aku mencintaimu, maukah kau memberiku kehormatan dengan menikahiku?”

Mata Shilla membelalak kaget melihat cincin berlian yang berkilauan itu, dia mengalihkan tatapan matanya ke arah Alvin, melihat keseriusan yang terpancar di sana.

“Astaga Alvin, apakah kau serius?”

Alvin menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lembut, “Aku mencintaimu, Shilla.”

“Tetapi kita.... kita belum saling mengenal lama...”

“Tidak perlu waktu lama untuk mengenali cinta sejatimu.” Jawab Alvin mantap, “Kalau kau menerima lamaran ini, kau akan membuatku menjadi pria paling bahagia di dunia.”

Shilla menelan ludah, perasaannya bergejolak, dia juga mencintai Alvin tentu saja, kebersamaan mereka telah menumbuhkan benih-benih cinta yang makin lama makin kuat, dan lamaran Alvin ini benar-benar membuat dirinya sungguh bahagia.

Tiba-tiba matanya terasa panas, air mata bahagia berdesakan menyeruak di sudut matanya, Shilla menelan ludahnya lalu menghela napas panjang, mengambil keputusan terpenting dalam kehidupannya,

“Ya. Alvin... aku mau menikah denganmu.”

Lelaki itu memejamkan matanya dengan penuh kelegaan, lalu mengecup jemari Shilla lembut,

“Terimakasih Shilla.” Bisik Alvin serak, penuh cinta.

***

Perempuan itu duduk di kursi roda, dengan mata kosong, dalam kegelapan kamar yang temaram. Suasana kamar itu lengang, dan mewah.

Lalu pintu terbuka dan seorang lelaki memasuki kamar, dengan lembut lelaki itu berlutut di depan kursi roda perempuan itu, dan dengan lelah meletakkan kepalanya di pangkuan si perempuan, memejamkan matanya dan tidak mengucapkan apa-apa.

Jemari perempuan itu bergerak, membelai kepala lelaki itu, meskipun matanya tetap kosong menatap ke depan.

Suasana begitu sakral dan syahdu.... suasana kedekatan yang agung dan penuh kasih sayang.


Diposting oleh Tirsa di 20.42
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Copyright © 2012 WELCOME TO MY BLOG :D |