Jumat, 07 Juni 2013
Jatuh Cinta Sama Elo?! NO WAY! (Versi CAKSHILL) ENDING *bag1 : SUNSHINE AFTER THE RAIN
Hay
hay hay semua *nyengirtanpados :p
Hehe
sorry dory maaf yaa baru di post part endingnya, soalnya sibuk
UKK+remidialnya(-_-),trus jarang pegang laptop juga karna akhir” ini sering
kena sakit terus -_- *numpangcurhat:p
Dan
gak terasa ini udah part ending aja hehe
Mau
ngucapin makasih dulu buat kalian yang udah baca cerbug repostan ini dari part
awal sampe part akhir :)
Makasih
buat yg udah sabar nunggu cerbug ini dipost,krna ngaret terus :p
Dan
mau terima kasih terkhususnya buat kak Rere*Regina Maharani Nurlie* (penulis
cerbug ini) yang udah ngijinin aku ngerepost cerbug keren ini di blog :D
Makasihh kakkk :* ({}) hehe Sangat ditunggu lohh cerbug ini atau cerbug” kk yg
lain dijadiin novel :D Initinya yang jelas BYD kapan dipost? *ehh salah
tempat._.:p hahaha :D Pokoknya makasih lahh kakk :* :D
Ohh
yaa sebelumnya maaf buat yg mention di twitter,inbox dif b,sms,comment di
google,dll nnyaain kapan aku ngerepost part selanjutnya,jarang aku balas hehe
:p
Yaudah gak usah banyak bacot(?)
lagi,yukkkk dibaca ajaa :DD
“Pelangi dan hujan. Saling berhubungan, saling
menggantikan. Sekarang, hidupku ditemani oleh rintikan hujan yang tak kunjung
berhenti. Akankah pelangi menggantikannya?Ataukah,takkan pernah terganti?”
“Serius?” Shilla tak percaya
dengan pendengarannya sendiri. Bahkan dalam hatinya berharap salah dengar.
“Aku serius sayang. Will you?” alvin mengulang
lamaran itu sekali lagi. Dengan harapan dihati, pengabaian atas kenyataan yang
menyakitkan dari Agni.
shilla terdiam mendengarnya. Matanya
menatap langit, meminta jawaban.
“Aku gak tau,vin.” Hanya itu yang bisa dia
ucapkan. Bernada jujur, tak ada kebohongan.
alvin mendengar jawaban shilla,
hanya bisa terdiam. Baginya, jawaban itu bermakna penolakan gadis itu secara
halus. Namun dia tak ingin menyerah. Selama shilla dalam dekapannya, takkan ada
yang bisa merebutnya, bukan cakka, bukan siapapun. Walaupun dalam hatinya
berkata, sejak awal, dia kalah total dari cakka. Namun tak ingin mengakuinya.
“Aku tau kamu ragu sayang. Minggu depan aku akan temui orang tuamu, yakinin
hatimu.” alvin mengucap pasti.
shilla hanya bisa tersenyum walau
tau alvin takkan bisa melihat senyumnya itu. Bahkan dia tak ingin alvin melihat
senyumnya itu. “Kamu bakal nginap dimana vin?” shilla bertanya untuk
mengalihkan pembicaraan.
“Aku nginap dirumah tante Fanny di Senayan.”
shilla mengangguk dan menarik napas
dalam-dalam. Entah kenapa, malam ini membuatnya serasa susah bernapas bebas.
“Oh begitu... Sayang, aku tidur dulu yah. Udah ngantuk nih. Bye sayang.”
Pamitnya.
“Bye juga sayang. Have a nice dream, my
Lullaby. I love you.” alvin mengucapkan selamat tidur dengan penuh sayang.
“Have a nice dream too sayang.” shilla
membalas ucapan alvin dan mematikan ponselnya lalu melemparnya kekasur dan
berjalan menuju balkon. Sekedar menghilangkan gundah yang semakin mengaduk-aduk
hatinya.
“Oh God, Moon, Stars, Please, Help me. Show
the best way.” Harapnya sambil menatap langit malam yang cerah ditemani bulan
sabit dan bintang.
Asyik melamun, shilla tak
mendengar ray masuk kekamarnya dan berdiri disampingnya. “Dek... Tidur yuk.
Ntar sakit loh.” Ucap ray merangkul shilla dan menariknya pelan agar menjauh
dari balkon dan menutup pintu.
“Langitnya cerah yah kak. Gue pengen
liat lagi. Sekaliiii... aja.”
“Ntar lo sakit shill. Lo kan gak
tahan udara dingin. Mending lo tidur deh.” Bujuknya sambil menyuruh shilla
tidur dan menyelimutinya lalu duduk disampingnya.
“Kak... alvin tadi nelpon. Ngajak
gue tunangan.” Curhatnya ketika ray asyik mengelus rambutnya. Membuat dia
teringat perlakuan cakka ketika mereka masih serumah. Ketika dia ketakutan atau
susah tidur.
“Terus? Lo mau?” Tanya ray
menghentikan kegiatannya dan membiarkan shilla duduk disampingnya.
“Gue gak tau kak.” shilla menjawab
sambil memilin tepi selimutnya dan mengulum bawah bibirnya.
“Kok gak tau shil?” ray mengerutkan
keningnya. Tak biasanya shilla ragu dengan keputusan yang tepat dihadapannya.
shilla menjawab pertanyaannya dengan
menangis dan membuat ray berinisiatif memeluknya agar dia bisa menangis
sepuasnya. Mencurahkan isi hatinya disetiap isakannya. Dan ray menenangkannya
tanpa banyak kata-kata.
“cakka yah?”
Shilla mengangguk dan menghapus air
mata yang masih menetes pipinya dan melepas pelukannya lalu menatap ray.
“shilla... jujur sama gue sekali
aja. Lo sayang siapa?” ray mengajukan pertanyaan yang sudah setahun ini menjadi
bayangan dalam hidupnya.
shilla terdiam lalu menghela napas.
“Gue gak bisa milih kak. Gue sayang keduanya.” Akunya
ray tersenyum. Kemudian menggeleng.
“Lebih tepatnya, lo sayang siapa?”
“Gue sayang sama cakka kak.”
Jujurnya. “Tapi.. gue juga sayang sama alvin.” Lanjutnya terburu-buru.
“shilla... Kalo lo sayang
keduanya, kenapa lo lebih memilih alvin? Apa karna dia mantan pacar lo waktu
SMP? Atau karna dia sahabat lo yang baru ditemukan setelah hilang 4 tahun?
Atau...” ray sengaja menggantungkan pertanyaan terakhirnya dan tersenyum ketika
shilla mengerutkan keningnya.
“Atau apa kak.?”
“Lo lebih tau yang terakhir itu daripada gue,
dek.”
shilla menghela napas berat. Dia tau
maksud ray yang terakhir itu. Berhubungan dengan rahasianya yang dia simpan
selama setahun ini, rahasia yang hanya Tuhan dan dirinya saja yang tau. Rahasia
yang ikut menyalahkan dirinya. “Jujur kak, Gue terima alvin karna pelarian gue
akan cakka. Gue gak bisa terus-terusan digantung kayak gini. Dia cium gue,
peluk gue, panggil sayang dan sebagainya. Tapi kami gak ada kejelasan hubungan
kak. Teman, gak mungkin. Pacaran, dia gak pernah bilang “shilla, will you be my
girlfriend?” Gue merasa digantung kak. Kompromi dengan kata Amnesia membuat gue
lelah kak.” shilla menarik napas lalu menatap ray yang siap mendengar
rahasianya.
“Tapi bukan berarti gue gak sayang sama alvin.
Gue sayang kak. Waktu dia nembak gue, gue gantungin selama seminggu. Selama itu
gue mikir, mencari apakah gue ada rasa sama dia, sekecil apapun. Ketika gue
menemukannya, gue langsung bilang iya. Tanpa pernah gue sadari, kalo perasan
sayang itu bukan sebagaimana sayang seperti gue ke cakka. Gue merasa bodoh kak.
Merasa seperti ikan yang lihat umpan menggantung di kail lalu menyambarnya
tanpa memikirkan bahwa itu akan menyakiti mulutnya.” Tutupnya.
ray terdiam sesaat. Tak menyangka
hubungannya seribet ini. “Lo pacaran sama alvin berapa bulan? Setahun kan?”
Tanyanya dan shilla mengangguk.
“Selama itu... apa yang lo rasain?
Bahagia? Atau sakit?” Lanjutnya yang membuat shilla terdiam lama lalu bersandar
di dinding dan mengambil pigura yang fotonya bersama dia dan cakka waktu di
Jogja dan mengelus penuh sayang.
“Pada awalnya, gue senang kak. Gue
merasa bisa lepas dari cakka. Walau awalnya harus nangis dulu karna cakka gak
terima keputusan gue. Tapi... semakin lama waktu berjalan, gue merasa sakit
kak. Gue selalu nyalahin diri kenapa harus terima alvin kalau selama setahun
ini, apapun yang gue lakukan sama dia, bukan seperti gue lakuin sama alvin,
tapi sama cakka. cakka udah jadi bayangan gue kak.”
“Terus? Setelah lo rasain ini, apakah lo
pengen lanjutin atau ingin mengakhiri dek?”
“Jujur, gue pengen banget mengakhiri
kak. Tapi gue gak pengen nyakitin alvin lebih dalam lagi. Dia terlalu baik kak.
Dan gue jahat banget mutusin cowok sebaik dia. Tapi ... gue gak tahan lagi
kak.” shilla menghela napas dan merasakan ada sedikit lega dalam hatinya karna
bisa mencurahkan apa yang dia rasakan selama setahun ini yang turut andil
menambah bebannya.
“Gue boleh ngasih saran?” Tanya ray setelah
lama terdiam dan shilla mengangguk.
“Saran gue sebagai sepupu lo dan
orang yang tau perasaan lo sekarang, mending lo putus dek sama alvin. Gue tau
itu berat. Tapi harus lo lakuin karna semakin jauh lo akan melangkah, semakin
susah lo lepas shill. Lo boleh sekarang pacaran sama dia dan terima lamaran dia
dengan alasan gak tega nyakitin. Tapi lo bahagia gak?” Tanya ray dan shilla
menggeleng lemah. “Enggak kan? Apa artinya menjalani suatu hubungan kalau salah
satu dari kita merasakan sakit? Hubungan itu saling mencintai, bukan merasa ada
yang tersakiti, shill.” ray memberi penjelasan panjang lebar dan shilla hanya
bisa mengangguk membenarkan.
“Gue gak yakin bisa lakuin itu kak,”
“Kalo lo gak siap, kapan lagi? Lo gak mungkin
kan terima terus ajakan dia? shilla... lo baru aja nyakitin diri lo sendiri
karna dia yang sama sekali gak tau apa-apa soal ini. Dan lo juga nyakitin cakka.
Cowok yang lo sayang. Pikirkan apa perkataan gue, dek. Semua ada ditangan lo.
Lo yang memulai, dan lo juga yang harus tau dimana mengakhirinya.” Tutup ray
sambil mengacak rambut shilla
shilla hanya diam. Memikirkan ucapan
ray dan tersenyum. “Iya kak. Makasih yah udah dengarin curhat gue.” Ucap shilla
tulus sambil mencium pipi ray sebagai ucapan terima kasih.
“Sama-sama dek. Udah, sekarang lo
tidur deh.” Perintah ray sambil menyelimuti shilla dan menyalakan lampu tidur
kemudian keluar dari kamarnya.
Di temaram lampu, shilla menatap
langit-langit kamarnya dan mengingat kenangan demi kenangan tentang cakka yang
dia simpan sebagai pelipur laranya, sebagai penutup hari saat dia tertidur.
“Kau nyatakan cintamu
Namun aku takkan pernah bisa
ku takkan pernah merasa
rasakan cinta yang kau beri
kuterjebak di ruang nostalgia.”
*Raisa – Ruang nostalgia*
҈҈҈҈
Seminggu setelah curhat dengan
ray,shilla tak lagi membahas masalah ini dengan sepupunya. Dan ray pun tak
bertanya. Karna baginya, memberi saran sudah cukup. Sisanya, tinggal shilla
yang memilih apa yang terbaik untuknya.
“Pagi shill...” Sapa ray ketika
melihat shilla buru-buru turun dari kamarnya dan langsung duduk disampingnya
sambil mengambil roti dan selai.
“Pagi kak....” Balas shilla sembari menyelai
rotinya dengan selai coklat lalu memakannya.
“alvin kapan datang shill?” ray membuka
percakapan dan membuat shilla menghentikan sarapan paginya.
“Gak tau... katanya sih besok malam. Kenapa?”
“Lo jemput?”
“Enggak kak. Dia gak minta.” shilla menjawab
singkat sambil buru-buru menghabiskan roti gandumnya.
“Kabar cakka gimana?” shilla langsung berhenti
makan dan bertopang dagu ketika mendengar pertanyaan ray.
“Yaaa...Kami jarang ngobrol sekarang. Bukan
jarang lagi, gak pernah malah. ” Jawab shilla lesu sambil teringat percakapan
terakhir mereka ditaman yang jauh dari suasana romantis.
Melihat shilla lesu, ray memutuskan
untuk menyimpan pertanyaan selanjutnya dan melanjutkan sarapannya dengan diam.
“Mbak shilla... ada yang nyari
tuh. Cowok.” Mpok Ijah buru-buru menghampiri shilla yang asyik makan. Membuat
gadis itu mengerutkan keningnya.
“Siapa Mpok?” shilla menghentikan sarapannya
dan menatap ray yang menjawab dengan mengangkat bahu.
“Gak tau Mbak. Cowok, ganteng banget deh.
Katanya sih mau bareng mbak kuliah.” Jelas Mpok Ijah sambil tersenyum malu-malu
ketika teringat wajah cowok yang sempat mencuri hatinya itu.
“cakka?” shilla kelepasan bertanya dan membuat
ray tersenyum penuh arti.
Mpok Ijah menggeleng kuat-kuat. “
Bukan mbak. Kalo cakka mah, udah Mpok bilang daritadi. Kan Mpok pernah liat
dia.”
“Seharusnya gue tau itu bukan cakka.
Wong ama diri gue sendiri aja dia lupa, apalagi ama alamat rumah gue?” shilla
membatin lesu.
“Yasudah Mpok. Shilla keluar dulu
yah.” Putusnya sambil meninggalkan meja makan diikuti oleh ray dibelakang yang
penasaran akut siapa yang menjemput sepupunya.
“alvin?” shilla berseru kaget ketika
berada didepan pintu, alvin berdiri didepan ntah mobil siapa sambil melipat
kedua tangannya didada dan tersenyum kearahnya.
“Pagi sayang..” Sapa alvin ramah dan tertawa
melihat ekspresi bloon shilla.
“Kok... kamu ada disini sih? Bukannya besok
malam baru datang? Kok...” shilla tak habis pikir dengan alvin yang sekarang
ada didepannya, tersenyum.
“Aku sengaja bilang begitu
buat ngasih kejutan aja. Hahaha...” Tawanya yang membuat lengannya dicubit shilla
dengan gemas.
“Jahat banget deh!vin, aku kuliah pagi ini.
Dan kamu kecepetan ngajak jalannya.”
“Aku tau kok. Aku pengen ngantar kamu kuliah.”
“Beneran? Aku ma kak ray aja deh. kamu kan
masih capek. Baru kemaren datang.” Tolak shilla secara halus.
“Enggak sayang. Kalo liat kamu,
pasti gak akan capek lagi kok. Malah aku ingin selama ada disini, bisa antar
jemput kamu kuliah. Kan sekalian jalan.”
“Aku gak mau repotin kamu. Kamu kan datang
kesini bukan untuk jadi sopir pribadi aku, vin.”
alvin tersenyum lalu meletakkan
tangannya di pipi kiri shilla lalu dielusnya.
“Sayang... aku merasa gak direpotin
kok. Kamu kan calon tunangan aku... Eh... pacar aku maksudnya.” Ralatnya ketika
melihat wajah shilla kalut mendengar kata “Tunangan”
“Gimana kak?” shilla menoleh
kebelakang, meminta persetujuan ray yang sedari tadi menjadi obat nyamuk
mereka.
“Gue terserah lo aja shill. Mau bareng pacar
lo, silahkan. Mau sama gue, ya gak papa.” ray menjawab dengan senyum penuh arti
ketika melihat wajah shilla yang kalut.
“Yasudah deh. aku ambil tas dulu yah.” shilla
langsung masuk dalam rumah untuk mengambil perlengkapan sementara ray mengajak alvin
ngobrol.
“Udah siap sayang?” Tegurnya
ketika melihat shilla balik dengan tas dan buku ditangan sambil tersenyum.
“Yup. Gue duluan yah kak. Bye.” Pamitnya
sambil masuk dalam mobil alvin dan melambaikan tangannya.
ray pun membalas lambaian tangan shilla
ketika mobil itu semakin menjauh meninggalkan rumahnya dan dia masuk kembali
sambil menggendong kelinci shilla yang baru saja lewat didepan kakinya untuk
makan bareng.
ѼѼѼѼѼѼ
“Kenapa kamu ngajak tunangan mendadak begini,vin?”
shilla membuka percakapan setelah setengah jam hanya duduk sambil melihat
kemacetan.
“Macet banget yah Jakarta. Ampun
deh.” alvin mengalihkan pembicaraan karna sedang tak ingin membahas masalah
seperti ini disaat macet.
shilla hanya diam dan menghela napas
ketika mobil mereke terhenti di lampu merah. “Kalau kamu gak jawab pertanyaanku
atau mengalihkan pembicaraan, aku turun nih.” Ancamnya sambil siap-siap membuka
pintu.
alvin langsung memegang tangan kanan
shilla yang siap membuka pintu mobil. “Nanti aku jelaskan.”
“Aku mau sekarang, vin.” Tuntutnya.
alvin memilih diam dan memegang
tangan shilla posesif agar gadis itu tak lompat keluar mobil karna ngambek. Shilla
memilih menatap luar jendela daripada menghiraukan alvin yang mengajaknya
ngobrol sambil menggenggam erat tangannya.
“Kamu marah?” Tanya alvin ketika dia menepikan
mobilnya dekat lapangan Bola. Nyerah menghadapi sifatnya.
“Aku hanya ingin kejelasan. Kenapa?” shilla
masih tak ingin menatap alvin dan melihat sekelompok anak kecil asyik menendang
bola. Dan merasa nasibnya seperti bola yang ditendang anak kecil itu. Ditendang
kemana-mana tanpa arah.
alvin menyentuh dagu shilla pelan
dan dtolehkan kearahnya. “Sayang... aku tak ingin main-main kali ini. Aku
serius sama kamu.”
“Tapi ini kecepetan,vin! Kamu pikir tunangan
itu seperti kamu ngajak pacaran? Keluarga kita akan terlibat lebih jauh dari
ini! Dan kamu pikir aku gak serius selama setahun ini?!”
“Sayang... dengarin aku dulu.” alvin
menenangkan shilla yang emosi karna keputusannya yang dianggap terlalu labil.
“Aku mikirin semua yang kamu ucapin. Aku sayang sama kamu, shill. Saking
sayangnya, aku rela kesini selama seminggu agar bisa bersama kamu. Aku tau
waktu kita sangat kurang, makanya aku ke jakarta untuk ketemu kamu dan melihat
apa yang selama ini tidak aku ketahui dari kamu. Aku tak ingin kamu pergi
kemana-mana, shill. Itu alasanku.”
“Tapi vin... aku gak bisa jawab sekarang.
Terlalu banyak pertimbangan.” shilla menunduk. Tak berani membalas tatapan
teduh alvin yang serasa menusuknya.
“Aku tau. Makanya aku gak maksa. Yang jelas,
kamu bersama aku saja, aku sudah sangat bahagia, shill. Don’t leave me, dear.” alvin
mengucapkannya penuh tulus dan mengecup kening shilla kemudian memeluknya erat.
Seolah dia tak ingin gadis itu pergi meninggalkannya, walau sebentar saja.
Perlakuan alvin membuat shilla ingin menangis saat itu juga saking kalutnya.
“Oh vin... please jangan semakin buat gue
merasa bersalah dengan perlakuan lo!” shilla menjerit dalam hati.
“Aku gak akan kemana-mana sayang,” Hanya itu
yang bisa dia ucapkan. avin yang mendengar hanya tersenyum lalu melepas
pelukannya dan mencium pipinya “Aku tau,” alvin mengangkat wajah shilla yang
menunduk dan menatap tepat di manik matanya. Mencari apa yang selama ini
disembunyikan gadis itu dibalik mata coklat terangnya itu.
“vin ... sampai kapan kamu natap aku seperti
itu?” shilla menegurnya karna risih dengan jarak wajahnya dengan alvin semakin
dekat. Membuatnya tersadar dari lamunan dan tersenyum. “Sampai aku menemukan
jawaban kenapa aku suka sama kamu dan ingin menatap mata indahmu itu. I like
your eyes, darling.” Akunya yang membuat shilla tersipu.
alvin mengacak rambut pacarnya
dengan sayang lalu dia menjalankan mobilnya. Melanjutkan perjalanan menuju
kampus.
͓͒͒͒͒͒͒͒͒͒͒͛͜͜͞͠͡
“Silahkan lewat tuan putri,” alvin
membungkuk sambil membukakan pintu mobil untuk shilla ketika mereka sudah tiba
dikampus. Membuat shilla tertawa namun menyambut tangan alvin.
“Apa-apaan sih. Malu-maluin tau,” shilla
memukul pundak alvin pelan dengan wajah merona. Membuat alvin mencubit pipinya.
“Aduh... pacarku kok jadi tambah
cantik dengan pipi merona gitu. Jadi pengen godain lagi deh.” Goda alvin dan
membuat pipinya semakin merona.
“Auk ah gelap,” Ucapnya sambil memalingkan
wajahnya kearah lain.
“Cieee... yang lagi digodain pacarnya.” Goda
seseorang dibelakang mereka. Membuat shilla dan alvin spontan menoleh dan gadis
itu serasa ingin ambruk seketika ketika melihat siapa yang menggodanya.
ify menggandeng cakka dengan mesra
dan tersenyum penuh bahagia. Membuat kaki shilla merasa ingin membawa tubuhnya
pergi meninggalkan tempat ini selagi mereka berjalan menghampirinya, siap-siap
memberikan luka baru dihatinya.
“Hei...
selamat bertemu lagi...
aku
sudah lama menghindarimu
sialkulah
kau ada disini.
sungguh
tak mudah bagiku
Rasanya
tak ingin bernapas lagi
tegak
berdiri didepanmu kini.”
“Pacar baru lo, shill?” Tanya ify
mendekati mereka sambil merangkul cakka semakin erat. Sedangkan cowok itu lebih
memilih menatap kearah lain daripada menatap shilla yang sukses membuat hati
dan akal sehatnya amburadul.
shilla tak tau harus ngomong apa.
Mulutnya mendadak kelu untuk mengatakan sebenarnya. Dihadapannya. Dia memilih
untuk mengaku hamil diluar nikah didepan teman-temannya daripada mengatakan
yang sebenarnya dihadapan cakka. Cowok yang sukses menjadi bayangannya, dan
juga menjadi pihak yang menyalahkan keputusannya.
sakitnya,
menusuki jantung ini
melawan
cinta yang ada dihati.”
“Iya... kami pacaran selama setahun.
Lo pacarnya cakka yah?” alvin berinisiatif menjawab pertanyaan ify dan
merangkul shilla dengan mesra.
ify tersenyum puas mendengarnya.
Saingannya berkurang satu. Dialah pemenangnya. Begitu pikirnya. Kemudian dia
mengelus wajahnya sendiri di lengan cakka, persis seperti kucing yang minta
dimanja majikannya.. “Iya... wah selamat yah shill. Seneng gue dengarnya
sebagai temen.” ify mengucapkannya penuh ketulusan tak dibuat-buat. Membuat
shilla hendak muntah mendengarnya.
“Teman dari mana? Lo bisa gak gausah rangkul cakka
erat gitu?! Gue cemburu woy!”
shilla hanya tersenyum singkat
sebagai balasan ucapan tulus ify. Lalu matanya menatap cakka yang rupanya
memperhatikannya dari tadi dan dia langsung menatap alvin yang ikut
memperhatikannya. “shill... aku pulang dulu yah. Bye kka, Bye fy. Jagain pacar
gue yah.” Pamit alvin sambil menarik shilla kepelukannya dan mencium keningnya.
Sebagai ucapan perpisahan. shilla hanya diam mematung. Tak memberikan reaksi.
Dan,
upayaku tahu diri
tak
selamanya berhasil
pabila
kau muncul terus begini
takkan
pernah kita bisa bersama.”
“Sip vin.. hati-hati yah.” Ucap cakka
tersenyum lalu menatap shilla sekilas dan menoleh kelain.
alvin hanya mengacungkan jempolnya
dan masuk dalam mobilnya lalu pergi meninggalkan kampus.
“Aku masuk dulu yah. Bye Shil, Bye Fy.” cakka
mengucapkan itu tanpa menatapnya. Dan shilla menatap cakka berjalan
meninggalkannya dengan tatapan sedih. ify langsung meninggalkan shilla tanpa
pamit dan menyusul cakka.
“Pergilah...
menghilang sajalah, lagi.”
*Maudy Ayunda – Tahu diri.*
˹˺˹˺˹˺˹˺˹˺˹˺
“shill...” Tegur seseorang ketika shilla baru
saja keluar dari kelasnya bersama temannya. Dan gadis itu langsung menoleh
kebelakang untuk melihat siapa yang manggil.
“Kenapa kak?” shilla bingung melihat ray
tumben-tumbenan menghampirinya.
“Lo pulang sama alvinkan hari ini?”
“Gue gak ada janji pulang bareng dia kak. Jadi
gue pulang sama lo aja deh. kenapa?” shilla balik bertanya.
“Eummm... gimana ngomongnya yah?” ray
menggaruk kepalanya tak gatal dan menatap shilla yang siap mendengarkan
omongannya. “Lo sama alvin aja deh. gue ada urusan dek. Hidup mati nih kalo
diabaikan. Yah...yah...”
“Yah...yah... kok gitu sih kak?! Gak seru dong
kalo gitu ceritanya!” shilla merajuk dan melipat kedua tangannya di dada. Tanda
ngambek. Membuat ray tertawa.
“Sorry dek... tapi gue lagi ada sesuatu yang
gak bisa gue tinggal. Lagipula, lo aneh deh. masa gak mau pulang ma pacar
sendiri? Kan dia gak bakal lama di Jakarta. Jadi sebagai pacar yang baik dan
setia, lo temanin dia jalan gih.” Bujuknya sambil mengedipkan mata penuh
permohonan. Membuat shill tak tega.
“Iyee...iyee... gue nelpon alvin deh. Emangnya
lo mau kemana kak jadi buru-buru gitu?”
ray senyum-senyum malu sambil
menggaruk kepalanya tak gatal.
“Gue mau pedekate sama cewek dulu.
Kalo sukses, gue kenalin deh. hahaha... bye sepupu gue tersayang,” Ucap ray
lalu pergi sambil bersinandung riang meninggalkan shilla yang geleng-geleng
melihat tingkahnya.
“Dasar sepupu labil! By the way, siapa cewek
yang ketiban sial digebet kak ray yah?” shilla ngomong pada dirinya sendiri
sambil mengambil ponsel dari tasnya dan mengetik beberapa kata untuk alvin.
Minta jemput.
^_^_^_^_^_^_^
“Udah lama sayang nunggunya?” Tanya alvin
ketika shilla masuk dalam mobilnya dan memasang sabuk pengaman.
dia menggeleng. “Enggak kok.”
alvin hanya tersenyum lalu
menjalankan mobilnya meninggalkan kampus.
“Kita kemana sayang?” Tanya shilla ketika
alvin berkonsentrasi penuh membawa mobilnya.
“Ntar juga kamu tau sayang,” alvin membiarkan shilla
berpikir sendiri mereka akan kemana ditengah melajunya mobil menuju luar
Jakarta.
“Tunggu.... Kamu ngajak aku ke SMP
ceritanya?” shilla kaget ketika mereka memasuki komplek SMPnya di Bandung.
Membuat alvin nyengir.
“Kamu pinter ternyata. Iya... udah lama aku
pengen ke SMP bareng kamu. Tapi waktu itu kan kita gak berhubungan lagi. Jadi
ku pendam aja keinginan itu. Sekarang aku senang bisa mewujudkannya, sama kamu,
sebagai pacarku.” Jelas alvin sambil menatap shilla yang menundukkan wajahnya.
“Segitu sayangnya kah lo sama gue vin? Gue
serasa jadi cewek paling jahat sedunia karna selalu nyakitin perasaan lo tanpa
pernah lo sadari.” Batin shilla
“Aku gak tau harus ngomong apa vin,” Ucap shilla
dengan wajah menunduk ketika mobil mereka memasuki halaman SMP.
“Kamu gak usah ngomong apa-apa. Cukup
disampingku saja udah lebih dari cukup, shill.” Ucap alvin tulus sambil
mendongkakkan wajahnya dan tersenyum.
“Turun yuk. Siapa tau ada yang berubah pas
kita lulus,” Ajak alvin sambil turun dari mobil terlebih dahulu diikuti shilla
dan mereka bergandengan tangan selama mengelilingi sekolah. Tak terlepaskan.
“Gimana? Ada yang berubah?”
Tanya alvin ketika mereka nongkrong di warung Es kelapa setelah satu jam tour
dadakan mengelilingi sekolah mereka. Mencari potongan-potongan kenangan dan
tertawa bersama. Menertawakan kekonyolan mereka.
shilla asyik minum pesanannya dan
bertopang dagu sambil menatap tembok sekolah. “Ada. Kantinnya lebih banyak
kayaknya. Seharusnya kita datang agak siang vin. Kan enak sekalian kuliner.
Hahahaa...”
“Hahahaha... otakmu tak bisa jauh dari makanan
ternyata yah. Iya juga sih, ntar deh kalo ada waktu kita mampir lagi pas jam
sekolah. Gimana?”
shilla mengacungkan jempolnya dan
meminum esnya lagi. alvin menatap ekspresi pacarnya sambil bertopang dagu. shilla
yang sadar dilihatin, menatap alvin dengan ekspresi bingung dan salah tingkah.
“Kenapa sih liatin aku mulu? Malu nih.” Ucapnya sambil menutup wajahnya
sendiri.
“Emangnya salah liatin pacar sendiri?” alvin
balik bertanya.
“Ya gak sih.. tapi... Auk ah
gelap,” shilla menjawab cuek sambil menatap sekeliling warung.
“Kayaknya ada yang kurang deh.”
Ucapnya sambil mengerutkan kening. Tanda berpikir.
“Apa?”
“Orang gila yang sering kamu ajak
ngobrol kemana yah? Kan kamu anaknya vin,” shilla tertawa melihat ekspresi
manyun alvin karna dibilang anak orang gila.
“Kalo aku anak orang gila, kamu
siapa aku dong? Kan sebentar lagi kita...” alvin sengaja menggantungkan kalimat
terakhir dan membuat shilla tau apa maksudnya, terdiam.
“Kita apa?” Pancingnya.
“Kita nikah?” alvin menjawabnya
dengan nada bertanya. Membuat shilla menyesal kenapa jadi memancing alvin
dengan pertanyaan bikin kalut seperti itu.
“Teralu dini kamu mikir kayak gitu,vin.
Udahan yuk sayang. Udah sore nih. Ntar kak ray ngamuk lagi aku pulang
malam-malam sama kamu,” shilla langsung berdiri dari duduknya. Membuat alvin
kaget dan langsung membayar pesanan mereka dan berjalan berdampingan menuju
mobil untuk pulang ke Jakarta.
͌ ͋ ͋ ͋ ͋ ͌ ͌ ͋ ͋ ͌
“Jam berapa sekarang?” Tanya alvin
ketika hari sudah mulai gelap dan mereka terjebak kemacetan total ketika
memasuki kota Jakarta.
“Jam 8 malam.” Jawab shilla melirik
jam tangannya dan menatap kendaraan yang senasib dengan mereka. Terjebak
ditengah kemacetan.
“Mau makan sekarang?” alvin
menawarkan singgah ketika melihat warung sate dipinggir jalan. Mau tak mau
membuat shilla teringat ketika bersama cakka keliling Bandung naik sepeda,
mereka mampir di warung pinggir jalan. Dan dia sempat tersenyum sebelum menatap
alvin.
“Kamu mau makan?” shilla bertanya
balik.
“Gak sih. Aku masih kenyang,” Tolaknya.
“Yasudah...” Jawabnya dan keadaan
pun hening. alvin memilih konsen membawa mobilnya dengan selamat dan shilla
lebih memilih melamun sambil melihat kendaraan disekelilingnya berjalan seperti
semut berbaris.
“Akhirnya... nyampe juga...” alvin
mengucap syukur ketika tiba dirumah shilla dengan selamat. Membuat gadis itu
tersenyum manis.
“Makasih yah sayang udah antar aku pulang dan
ke Bandung untuk reunian SMP.”
“Sama-sama sayang. Masuk rumah gih sekarang.
Udah malam. Ntar aku diomelin kak ray lagi terus gak dibolehin lagi jalan sama
kamu. Kan ribet.” Alvin mencoba bercanda dan shilla tertawa.
“Kak ray gak bakalan begitu kok. Yasudah.
Hati-hati yah,” Ucapnya sambil turun dari mobil alvin. Namun tangannya ditarik
membuat shilla menoleh.
“Kenap...” shilla belum selesai bertanya,
tau-tau alvin menciumnya dengan penuh lembut. Tak seperti sebelumnya, bikin
susah napas.
“Love you sayang,” Ucap alvin
melepas ciumannya dan menghisap bawah bibir shilla hingga gadis itu menarik
napas tertahan dan tersenyum ketika wajah shilla mulai memerah malu dan masih
ada kekagetan dengan aksi spontannya tadi.
“Love you too,” Balasnya sambil mencium pipinya dan keluar mobil tanpa berkata
apa-apa lalu melambaikan tangan sebentar sebelum dia masuk dalam rumah.
Meninggalkan alvin yang tersenyum dalam mobil sambil mengeluarkan sebuah kotak
kecil bewarna putih dan membukanya lalu mengambil dua buah cincin putih berinisial
S untuknya dan A untuk shilla. Kemudian dia menutupnya dan memasukkan dalam
handle dashbord agar tak hilang dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah shilla.
“Kemana aja lo seharian shill?” Tanya ray membukakan shilla pintu dan gadis itu
langsung lari kedapur untuk minum.
“Kemana aja yah...” shilla terlihat berpikir
agar ray semakin penasaran kemudian tertawa.
“Lo kenapa sih pengen tauuuuu...
aja. Seharusnya gue yang nanya, kemana aja kakak seharian sama cewek misterius
itu sampai rela ga bareng gue pulang!” shilla langsung memanyunkan mulutnya
ketika teringat siang tadi dan ray nyengir.
“Sini gue ceritain dulu...” ray merangkul shilla
ke meja makan lalu bercerita. “Gue naksir sama sahabat lo, si oik dari lama.
Tapi baru bisa gue dekatin sekarang. Jadi... tadi gue seharian ke museum terus
ke TMII dan Monas sama dia.”
“Ke Museum? TMII?! Monas?! Lo
serius kak?! Lo naksir sama Ratu Mall se-Jakarta kak! Bukan pecinta sejarah!
Wah...” Sahutnya kaget.
“Gue tau... tapi dia have fun
aja kok. bahkan roll kamera gue habis foto dia doang tadi itu. Hahahaha...” ray
tertawa ketika rollnya habis karna disikat oik yang selain Ratu mall, juga Ratu
narsis karna tak bisa liat kamera nganggur.
“Hahahaha... oik suka ke Museum? Mendadak
pening kepala gue kak,” shilla gak habis pikir sahabatnya bertranformasi dari
ratu mall menjadi ratu sejarah dalam waktu sehari
“Gue gitu looo...” ray membanggakan dirinya dengan menepuk dada. Lalu wajahnya
berubah serius. “oik itu kayak gimana sih orangnya?”
“Seperti yang sering lo liat dikampus kak. Heboh sendiri. Hahaha..
akhirnya... sepupu gue bisa naksir cewek juga. Sahabat gue pula!”
ray ikut tertawa. “Gimana
jalan-jalan lo dengan alvin tercinta?” Tanyanya dan membuat tawa shilla
terhenti dan ekspresi wajahnya seperti melamun.
“Kami tadi keliling Bandung terus sempet lirik
SMP kami kak. Siapa tau ada yang berubah.”
“Gitu doang? Gak jalan kemana gituuu?” ray
takjub mendengarnya. Seharian jalan yang dikunjungi hanya tempat untuk
mengingat masa lalu.
“Emang lo mau gue jalan kemana lagi? Itupun
gue buru-buru minta pulang karna takut lo ngomel kak!”
“Sejak kapan gue ngomelin lo pulang telat dek?” ray bertanya sambil menatap shilla
lekat. Membuat gadis itu salah tingkah.
“Gak pernah sih... tapi.. kan siapa tau lo berubah jadi galak.”shilla menjawab
sambil menggigit bawah bibirnya ketika ray semakin mendekatkan wajahnya dan
puncak kepalanya dipegang.
“Lo mencoba hindarin dia?” JLEB! Pertanyaan
pas nusuk dihati shilla. Membuatnya terdiam.
“Kenapa lo tau kak?”
“Mata lo cerita semuanya apa yang gak lo
ungkapin,” ray melepas pegangannya dan menjauhkan tubuhnya dari shilla.
Membiarkan sepupunya rileks.
“Iya kak... dia sayang banget sama
gue,”
“Gue tau itu sebelum lo sadar, dek.”ray
menjawab kalem.
“Gue harus gimana? Gue gak tega
mutusin dia kak. Karna... gue juga sayang sama dia. Walau... sedikit,” shilla
terdiam ketika kalimat terakhir itu meluncur dari mulutnya.
“Semua keputusan ada ditangan lo, dek. Gue gak bisa ikut andil dalam hal ini.
Gue Cuma bisa kasih saran, sisanya lo yang milih. Apa yang lo lakukan sekarang,
lo pasti tau akibatnya kan?” dan shilla mengangguk berat.
Melihat keadaan sepupunya yang kacau, membuat ray tak tega mencerocoki lebih
dalam lagi. “Lo istirahat aja deh. udah makan belom? Gue lagi masak tuh,”
Tawarnya.
“Lo masak? Serius?” shilla takjub untuk kedua kalinya. Sepupu yang ajaib,
pikirnya.
“Lo kenapa sih shill? Kaget mulu! Kayak gue
aja ngumumin apa gitu!” ray jengkel dengan ekspresi terkejut shilla.
shilla tertawa mendengarnya. “Gak
sih... habis takjub aja seorang Raynald Prasetya, sepupu gue, naksir sama
sahabat gue yang rada ajaib dan bisa masak! Lo belajar masak dari siapa kak?”
“Gue belajar sendiri dong! Masakan hangus, makan sendiri. Daripada lo, makanan
hangus, lempar ke bak sampah. Lo sendiri bisa masak apa adekku sayang?” ray
bertanya balik dengan seringai mengejek. Membuat shilla ingin menonjoknya kalau
tak ingat bahwa mereka sepupu.
“Gue bisa masak mie goreng doang sih. Tapi... biarpun begitu, yang suka sama
masakan gue banyak!” shilla menyombongkan dirinya.
“Siapa coba yang suka? Palingan kepaksa
doang,”
“cakka! Dia suka masakan gue! Kenap..”
shilla terhenti dan membelalakkan matanya ketika nama cakka meluncur bebas dari
mulutnya tanpa rem. Membuat ray tersenyum.
“cakka yah?” Godanya membuat shilla
kikuk.
“Ah... Tau deh gelap!” Elaknya dan langsung
lari kekamar sebelum dia keceplosan lebih banyak lagi.
ray yang melihat tingkah adek
sepupunya, tersenyum simpul “Tanpa perlu gue turun tangan, lo sudah memilih, shill.”
Gumamnya dan bergegas lari kedapur ketika mencium ada yang bau hangus.
“Bisa masak kok hangus kak?” shilla
melanjutkan sesi ledek-meledek ketika dia turun kamar setelah selesai mandi,
mencium bau hangus dan melihat telur mata sapi hasil masakan kakaknya tersaji
rapi dimeja makan, menjadi sehitam arang. Diiringi dengan bau nasi goreng yang
baunya membuat shilla membayangkan akan langsung masuk rumah sakit apabila
memakannya.
“Yang penting gue masak,” ray
menjawab dengan mulut penuh karna mie goreng bikinan shilla yang harus dia
akui, enak
“Masak walau hangus. Pada akhirnya, lo makan
masakan gue,” shilla tersenyum penuh kemenangan karna ray tunduk padanya.
“Iye.. gue kalah. Puas lo dek?” ray mengaku
kalah dan dalam hati akan membuat shilla tunduk padanya dengan masakannya yang
agak waras.
“Banget!” shilla menjawab penuh semangat dan
mata berbinar. Membuat ray yang meliriknya, nyengir.
“oik bisa masak kan shill?” ray bertanya
dengan nada was-was. Kalau sampai gadis pujaan hatinya gak bisa masak,
habislah.
“Bisa kak. Cuma sama aja kayak lo, hobi
hangus. Kayaknya kalian jodoh deh. Lo kenapa kak jadi nanya kayak gitu? Kayak
mau nikah aja.”
“Kalo cakka?” ray tak mempedulikan
ledekan shilla. Dia hanya ingin melihat ekspresi shilla ketika nama cakka
disebut.
Sesuai perkiraannya, shilla terdiam
dan memutar-mutar mie di garpunya. “Bisa... gak.. tau...” Jawabnya dengan wajah
bertopang dagu dan menatapnya.
“alvin?”
“Bisa... enak kok. gue pernah makan. Lo udah
selesai makan kan? Sini piring lo, gue beresin,” shilla berdiri dari kursinya
dan mengambil piring ray lalu membawanya kedapur untuk dicuci. Meninggalkan ray
yang langsung mengontak seseorang untuk melaksanakan misinya.
“Kak... gue tidur dulu yah. Ngantuk
nih,” Pamitnya setelah setengah jam bertapa didapur dengan alasan mencuci 2
buah piring yang diselingi dengan melamun.
ray yang asyik menonton komedi,
mengajak shilla duduk disampingya agar tertawa bersama untuk menghilangkan
gundah dihati. Namun ditolaknya. Membuat ray nyerah untuk membujuk. “Yaudah
deh, have nice dream yah,” Ucapnya ketika shilla sudah berada ditengah tangga.
shilla hanya mengacungkan jempolnya
walau tau ray takkan melihatnya dan bergegas masuk kamar untuk tidur.
҈҈҈҈҈҈
Di tempat lain...
“Kita putus aja yah,” Ucapan itu
bagai palu besar memukul batok kepalanya ketika cakka, cowok yang dia sayangi
selama 4 tahun, memutuskannya ditaman tak jauh dari rumahnya. Andai dia tau
begini, dia akan memberikan sejuta alasan untuk menolak ajakan ify ketemuan
malam-malam.
“Ken...napp..pa?” Suara yang keluar
dari mulutnya terasa tersendat. Seolah-olah pasokan oksigen yang dia butuhkan
mendadak habis.
cakka tak menjawab. Tatapannya
kosong menatap jalanan yang sepi. Seperti hatinya, sepi walau ada yang berusaha
mengisi. Dan ify, terdiam bagai menunggu vonis dipancung yang akan dilakukan
beberapa detik lagi.
“Rasanya tak sama lagi, fy.” Jawaban
akhirnya keluar dari mulut cakka diantara banyaknya jawaban yang tersedia
dikepalanya. Membuat ify bangkit dari duduknya dan berdiri didepan cakka yang
matanya masih menatap jalanan sepi.
PLAK! Sebuah tamparan keras melayang
di pipi kiri cakka bagai bunyi gong ditengah heningnya malam. cakka hanya diam.
Tak berniat membalas apalagi menenangkan ify yang naik darah. Baginya ini
sepadan dengan ucapannya tadi.
“Kenapa cakka?! Kenapa?! Jawab gue
dengan alasan logis lo! Gue gak butuh jawaban abstrak lo!” ify berteriak
didepan cakka. Habis sabarnya sudah. Dia hanya butuh jawaban, bukan
jawaban memancing pertanyaan selanjutnya.
“Perasaan gue gak kayak dulu lagi, fy.
Bukan berarti gue gak cinta. Bukan... hanya saja... berubah... menjadi perasaan
gue ke teman-teman yang lain.”
“Kalo perasaan lo berubah ke gue,
kenapa lo terima ajakan balikan gue kka?! Lo mau mainin gue?!” ify meradang dan
hendak menempeleng cakka kalau saja tak ingat bahwa dihadapannya adalah cowok
yang dia cintai mati-matian.
cakka berdiri dari duduknya dan
memegang kedua pundak ify yang naik turun. Diikuti air mata yang terus mengalir
bagai air bah di pelupuk matanya. Dan cakka mengusapnya dengan jemari
tangannya. “Gue gak ada niat nyakitin lo, fy. Gue nerima lo karna gue pengen
mastiin, apa perasaan gue benar-benar mati untuk lo sejak karna kita sempat
putus kemaren itu. Tapi... setahun gue jalanin sama lo, gue gak enak lagi
dengan semua ini fy. Gue gak mau mempertahanin lebih lama lagi tanpa perasaan
apa-apa sama lo. Lo sayang sama gue, tapi gue... gak ada lagi,fy.”
“Kenapa kka? Apa ada yang salah sama
gue sampai perasaan sayang lo berubah gini? Gue sayang sama lo. Please... kita
coba sekali lagi yah, gue akan buat lo sayang sama gue lagi, kayak dulu.” ify memohon
dan menatap cakka dengan bercucuran air mata. Baginya, biarlah dia bersama cakka
walau tau cowok itu tak mencintainya. Karna, disampingnya pun sudah bersyukur.
Cakka menggeleng. “Selama setahun,
gue udah berusaha untuk mencari, apakah gue masih ada rasa sama lo. Tapi gak
ada, fy. Please... jangan paksa diri lo untuk sama gue yang gak bisa lagi sama
lo.”
“Gue gak ada harapan lagi?” ify
menatap lekat mata cakka dan menghela napas berat. Dia tau arti mata cakka.
Penuh tekad kuat. Tanpa ragu.
“Sorry fy. Gue gak mau nyakitin hati
lo yang tulus sayang sama gue. Tapi gue gak bisa memberi balik.
Sebuah perkiraan melintas dipikiran ify.
Tanpa ragu dia mempertanyakannya. “Lo naksir cewek lain?”
“Kenapa lo mikir gitu?” cakka kaget
dengan pertanyaan ify yang tepat sasaran
“I see in your eyes. Boleh gue tau siapa
ceweknya?” ify bertanya dengan nada masih terisak pelan. Dan dia menata hati
dan tubuhnya agar tak ambruk mendengar jawaban cakka.
“Gue gak mau jawaban gue bikin lo
merasa cewek paling hancur didunia,fy.” cakka berkata tegas dan berusaha
memutuskan kontak matanya agar gadis didepannya yang baru saja menjadi
mantannya 5 menit yang lalu tak bisa melihat isi hatinya dari matanya.
ify tersenyum singkat. Baginya, dia
sudah tau jawaban dari pertanyaannya sendiri dan tak butuh konfirmasi cakka
untuk meyakinkannya.
“Gue tau.”
“Lo mau gue antar pulang?” Tawar cakka
ketika malam semakin larut, dan semakin sepi sedangkan gadis itu berpakaian
minim.
ify menggelengkan kepalanya. “Gak
usah. Rumah gue dekat kok. lo pulang dulu deh,” ify mengusir halus cakka yang
cemas keadaannya.
“Yakin?” cakka tak yakin. Namun
melihat tatapan ify yang berusaha meyakinkannya, dia menyerah. “Ok, gue pulang
dulu. Take care yah.” cakka mencium pipi ify yang tak menghindar darinya
sebagai perpisahan dan pergi meninggalkan taman dengan sepeda motor Ninja
CBRnya.
Melihat cakka sudah jauh darinya, ify
langsung terduduk dan menangis sepuasnya sambil meremas dadanya. Rasanya sakit
sekali, andai boleh memilih, dia ingin mati daripada hidup dengan rasa sakit.
Dia meremas rumput disekitarnya hingga tercabut dari akarnya, agar bisa
mengurangi rasa sakitnya. Dia mencintai cakka, kenapa dia tak mendapatkan itu?
Ingin sekali menuntut, tapi kepada siapa? Frustasi, ify duduk sambil
menelungkupkan wajah dikedua lututnya. Dan dia menatap jalanan sepi dan langit
malam yang menjadi saksi betapa sakitnya perasaannya sekarang. “Gue sayang sama
lo, cakka! Tapi kenapa?! Kenapa lo gak bisa memberi itu ke gue?! Kenapa harus
dia?! Dia yang seharusnya jadi masa lalu lo?!” ify berteriak dan memukul tanah
dengan tangan terkepal. Sesak napasnya sekarang.
“Ok, gue terima keputusan lo, cakka.
Gue liat gimana usaha lo dekatinnya, gue biarkan. Gue akan menjadi cewek
yang ikhlas dengan keputusan lo. Tapi ingat, kalo gue gak bisa dapatin lo,
jangan harap lo bisa milikin dia! Gue akan buat dia, ngerasain sakit apa yang
gue rasa ke lo!” ify berkata geram sambil tersenyum sinis. Sebuah rencana hadir
diotaknya. Dia menghapus air matanya dan bangkit berdiri.
“Lo gak tau siapa gue, cakka”
**************************************************************
͏͏͏͏͏ ͏
“Gimana?” shanin kasak-kusuk di
kampus bersama sivia cs di taman. Fokusnya teralihkan ketika melihat shilla
baru saja datang diantar alvin dan dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat
betapa sayangnya alvin dengan shilla. Membuat gadis itu terpikir untuk mendadak
mundur tak ingin menjalankan misinya.
“Aku gak tega...” shanin bergumam
sendiri dengan tatapan ke arah shilla yang berjalan memasuki kampus, tak
melihat mereka yang sedang rapat rahasia.
“Gak tega jalanin rencana yang lo
bikin sendiri? Konsisten dong, shan.” oik menatap shanin dengan tatapan
menuduh. Dasar labil. Pikirnya.
shanin menatap sengit oik yang juga
menatapnya. Sadar ada dua singa betina siap menghamuk, ray dan rio buru-buru
turun tangan.
“Sudah...sudah... Lo gak tega kenapa
shan?” ray mengelus punggung oik yang sudah menegang, siap tegang urat.
shanin berusaha rileks ketika rio membisikinya
sesuatu. Dan dia mulai tenang kembali. “Rencana yang gue ceritain kemaren kak.
Mendadak gak tega gue. Lihat alvin segitu sayangnya dengan shilla, bikin gue
ngerasa cewek paling jahat sedunia.” Keluhnya.
sivia yang sedari tadi diam, ikut
bicara. “Gue tau apa yang lo pikirin shan. Tapi ingat... lo gak berusaha buat shilla
putus dengan alvin. Lo Cuma memberi celah agar dia bisa ngobrol dengan cakka
lagi. Menjelaskan masalah mereka. Itu aja. Masalah kedepannya mereka putus atau
gak, itu keputusan shilla. Bukan karna ide lo. Lagipula...” sivia terdiam dan
menatap shanin yang mendengar penuh antusias. “Gue setuju kok dengan ide
lo. Udah lama sejak di Jogja itu gak liat mereka bareng. Gue kangen...”
oik angguk-angguk mendengar
penjelasan sivia. “Gue setuju tuh. Lagipula... lo tau gak shan... cakka putus sama
ify” oik mengucapkan penuh penekanan di kalimat terakhir. Membuat mereka yang
mendengar, kaget.
“Lo dengar dari siapa?! Jangan
ngarang lo!” shanin paling shock diantara yang lain. Secara dia Sepupu
cakka, 24 jam ketemu, paling menentang cakka dengan ify, malah gak tau kabar
ini.
oik mendengus jengkel mendengar
ucapan shanin.
“Gue dengar sendiri kemaren ify
curhat ama gengnya kalo mereka putus 6 hari yang lalu! Dia cerita ajak cakka
balikan, tapi gak pernah sukses. cakka pengen jadi teman doang. Emang dia gak
cerita sama lo, shan? Lo kan serumah ma dia?”
Shanin mengingat-ingat kejadian
sebelum-sebelumnya. Lalu dia menjentikkan jarinya. “Gue ingat! Kak cakka pernah
keluar malam-malam naik motor. Padahal dia gak pernah keluyuran naik motor. Pas
gue tanya mau kemana, dia cuma jawab “Urusan hidup mati,” Gitu doang. Wah...
asek dong mereka putus!” shanin melonjak kegirangan dan tersenyum bahagia
ketika shilla, baru keluar kampus.
“Gue nyamperin Kak shilla dulu yah,
bye...” Pamitnya sambil berlari menghampiri shilla.
“Pacar lo kayak anak kecil yah,yo.”
Ejek Iel geli ketika melihat shanin bercerita penuh semangat dengan wajah
penuh ekspresi pada shilla yang cenderung tenang. Membuat rio yang
memperhatikannya, nyengir.
“Iya... tapi gue sayang.” rio
menatap shanin penuh sayang.
“Yah...yah... Ikut aja yah kak, gue
pengen lo ikut kak, please...” Bujuk shanin agar shilla menganggukkan
kepalanya setuju.
“Tapi... tanpa alvin?” shilla balik
bertanya mendengar ide shanin yang mengajaknya ke Dufan bareng karna dia
merayakan anniversary 5tahun dengan rio. Bersama yang lain.
shanin mengangguk semangat. “Iya
kak. Sesekali deh lo lepas sama dia. Gue kehilangan lo, kak. Please...” shanin
menatapnya penuh harap. Penuh wajah memelas, persis seperti dia lakukan apabila
ingin sesuatu dari agni, kakaknya dan cakka.
shilla terlihat berpikir, lalu
tersenyum. “Ok deh. demi lo deh. daripada acara batal total karna gue gak
ikut,” Dan shanin langsung memeluk erat. “Thanks kak. Gue tunggu yah.
Bye...” shanin tersenyum dan bergegas lari lagi menghampiri mereka sambil
mengacungkan jempolnya. Membuat mereka yang melihat kode itu, tersenyum.
“Dasar shanin,” Hanya itu yang
diucapkan oik sambil menggelengkan kepalanya.
shilla berjalan menghampiri mereka
yang memanggilnya sambil mengirim sms kepada alvin untuk memberitahu kemana dia
pergi lengkap dengan tujuannya. alvin langsung membalas smsnya dengan bilang
hati-hati.
Asyik cekikikan dengan mereka sambil
duduk mengelilingi meja taman, tiba-tiba cakka lewat tanpa melirik mereka.
“Woy... cakka! Sini bro!” Teriak rio ketika melihat cakka lewat didepan mereka.
Membuat shilla menoleh dan bertatapan sebentar sebelum saling memalingkan
wajah.
Cakka menghampiri mereka dan duduk disamping shanin
yang kebetulan kosong. “shan jadi gak?”
Tanyanya membuat shanin tersenyum.
“Kita udah jadi lumut kayak di batu
tuh karna nunggu lo, kak!” Gerutu shanin sambil menunjuk batu yang sudah
berwujud lumut saking lamanya.
“Yaudah... yuk..” cakka berdiri dari
duduknya sambil mengulurkan tangannya ke shanin , tapi dijawab gadis itu dengan
gelengan.
“Gue sama rio kak. Lo sama...”
shanin menatap mereka sekeliling yang sudah saling memegang pasangannya
sendiri. Dan tatapannya terhenti di shilla, membuatnya nyengir. “Sama shilla
deh kak,” tunjuknya membuat shilla kaget.
“Gue sama Kak ray aja deh,” Tolaknya
sambil menatap ray yang memegang tangan oik. Kemudian menatap sivia yang
merangkul Iel erat dan rio memeluk pinggang shanin. Membuatnya menghela napas.
Dia membaca rencana mereka. Dan tak bisa menolak lagi.
“Gue sama oik dek,” Tolak ray penuh
ekspresi maaf. Membuatnya shilla semakin berat.
“Gue sama sivia deh,” shilla
keukeuh tak mau semobil dengan cakka. Walaupun dia tau cowok itu sukarela saja
menerimanya.
Iel buru-buru mempererat
rangkulannya “Gue sih mau aja, tapi lo mau gak jadi obat nyamuk di belakang
karna liat kami pacaran? Gak kan?”
“Yasudah... Ayoo shilla... sampai
kapan lo bengong disitu?” cakka menarik tangan shilla agar ikut bersamanya
menuju mobil dan meninggalkan mereka yang saling tersenyum. “Misi sukses,” Ucap
shanin dan mereka berjalan beriringan.
Ify yang melihat itu di kejauhan,
senyum sinis tercetak di bibir tipisnya. Dan dia pun berjalan menjauh sebelum
kepergok.
Tiitt...tiitt.... Bunyi klakson
saling bersahutan ditengah kemacetan Jakarta yang semakin parah, semakin bikin
stres bagi yang terjebak diantaranya. shilla asyik menatap kemacetan
dihadapannya tanpa sedikitpun ingin berbicara dengan cakka. Bukannya tak ingin,
tapi tak ada bahan yang dibahas.
cakka bosan setengah mati. Dia
menyalakan radio dan sesekali melirik shilla yang menatap kearah lain. Ingin
mulutnya bertanya tentang apa saja, atau membuat gadis itu marah dan tersipu.
Tapi dia seperti kehilangan kemampuan melakukan itu semua.
“Kka ...”shilla memanggilnya tepat
disaat cakka juga memanggilnya. Membuat mereka saling berpandangan dan
tersenyum kikuk.
“Lo dulu deh,” cakka mempersilahkan shilla
ngomong dulu. Namun gadis itu menggeleng.
“Lo dulu deh. kayaknya lebih urgent
daripada gue,” shilla mempersilahkan balik.
“Gue lupa mau ngomong apa,” cakka menjawab
sambil memijit kepalanya yang mendadak nyut-nyutan. Membuat shilla cemas.
“Lo sakit?” Tanyanya hati-hati.
“Gue kurang tidur beberapa hari
ini,” Keluhnya sambil terus memijit kepalanya dengan tangan kirinya. Membuat shilla
berinisiatif menyentuh kepala cakka dan memijitnya pelan.
“Enakan?” Tanya shilla sambil terus
memijit kepala cakka dan melihat lingkaran hitam di kedua bawah matanya.
Cakka mengangguk dan membiarkan
kepalanya dipijat gratis tanpa bayar oleh shilla.
“Gue suka lagu ini,” cakka berseru
sambil membesarkan volume dan bernyanyi mengikuti Ne-yo menyanyikan one in
million, lagu kesukaannya.
“Gue juga. Musiknya asyik.” shilla
membenarkan sambil ikut bernyanyi bahkan menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama
musik.
“Ini lagu paling sering gue dengarin
diantara yang lain. Pas gue di Jerman gue suka banget sama ini lagu. Tentang dia
yang menganggap ceweknya yang pertama dihatinya diantara yang lain. Bukan
siapapun.” Jelas cakka.
shilla menatap cakka. Dalam hati
berharap, dialah cewek yang dimaksud. Tapi mendadak dia mengubur harapannya
dalam-dalam. Tak ingin sakit. “Pasti ify cewek yang lo maksud kan?”
Tanyanya.
cakka menggeleng. “Bukan. Sebelum
ketemu dia, gue udah suka sama lagu ini. Lagipula.. gue udah putus 6 hari yang
lalu.” Jawabnya membuat shilla shock.
“Lo putus? Kenapa?”
“Gue memilih untuk menunggu
seseorang daripada berusaha mencintai yang gue tak bisa lakuin lagi,” Jawab cakka
sambil menatap dirinya. Membuat shilla tau siapa yang dimaksud, lebih memilih
diam.
“Kenapa lo milih dia, shill?” Tanya cakka
sambil fokus menyetir mobilnya yang sudah meninggalkan kemacetan. Membuat
shilla mau tak mau teringat kejadian dimana dia memilih alvin dan alasan yang
dia ucapkan ke ray. Mendadak, perasaannya menjadi sakit sendiri.
“Gue gak bisa jawab pertanyaan lo, kka.”
“Apa istimewa dia jadi lo pergi, shill?”
cakka mengabaikan jawabannya dan memilih terus menyerang gadis itu agar
mengaku.
“Kenapa lo balikan sama ify? Apa
karna gue pacaran dengan alvin?” shilla menyerang balik dengan dua pertanyaan
sekaligus.
“Salah satunya itu. Dan gue ingin
merasakan apa masih ada perasaan gue untuk ify . Ternyata gak ada lagi walau
sekuat apapun gue coba.”
“ify pelarian buat lo?”
“Iya. Tapi...lebih tepatnya...” cakka
menghentikan mobilnya di tepi jalan dekat lapangan kosong dan berbalik menatap shilla
sambil mendekatkan wajahnya hingga gadis itu memundurkan tubuhnya hingga
terbentur kaca mobil. “Gue berusaha apa yang gue rasakan ke lo, gue lempar ke
dia. Tapi gak bisa. Sayang gue gak bisa dibagi apalagi dilempar ke cewek lain.
Kemanapun gue melangkah, pasti balik lagi ke lo. Walau lo dengan teganya malah
sayang dengan cowok lain.”
Shilla merasa jengah ketika hela
napas cakka sangat terasa. Bahkan dia merasa, apa yang dihirup cakka, terhirup
olehnya saking dekatnya jarak mereka. “Lo nyalahin pilihan gue?”
cakka menggeleng. Lalu dia semakin
dekat dan menggesekkan ujung hidungnya ke ujung hidung shilla yang mendadak
menahan napas karna ulahnya. “Bukan menyalahkan. Gak terima lebih tepatnya.”
Jawabnya sambil menatap mata shilla dengan lekat. Dia rela menghabiskan sisa
hidupnya agar bisa terus menatap mata coklat terang yang membiusnya itu.
shilla mendorong tubuhnya agar
menjauh. Namun cakka lebih sigap dengan memegang kedua tangannya dan tersenyum
manis. Membuat shilla blank seketika melihat senyumannya.
“kka..” Panggilnya agar cowok itu
melepas tangannya agar dia tak lama-lama memandang senyumnya yang dirasa
memabukkan.
cakka mencium punggung tangan kanan shilla
lalu melepasnya dan dia mulai menjalankan mobilnya kembali. Dan shilla memegang
dadanya yang berdegup kencang dan menarik napas pelan. Mencoba rileks walau tau
usahanya takkan pernah sukses kalau sudah berhadapan dengan cakka.
҉҉҉҉
“Penuh banget yah,” Seru shilla
ketika keluar dari mobil cakka dan takjub melihat banyaknya mobil terparkir di
halaman.
“Kalo gak rame, bukan Dufan namanya,
shill.” Seru cakka sambil merangkul pundaknya. Membuat shilla ingin melepasnya
karna takut ketahuan yang lain. Namun terlambat, karna mereka sudah ada
dibelakangnya. “Cieeeeee... yang rangkulan.” Goda shanin yang baru kali
ini melihat kemesraan mereka diluar dan bangga dengan diri sendiri karna sukses
total.
cakka hanya nyengir dan shilla hanya
menundukkan wajahnya malu sambil berharap tak ada yang melihat dia rangkulan
dengan cowok lain.
“Antri yuk...” Ajak shanin
menarik rio dan menerobos di tengah-tengah kemesraan cakka yang selalu
menggoda shilla dan membuatnya jengkel. “Lo kayak gak ada jalan lagi aja
deh shan jadi main terobos!”
“Sorry kak,” shanin hanya
nyengir kuda sambil lirik rio lalu mengantri tiket diikuti yang lain
dibelakang.
“Yeeeee....” shilla berteriak riang
ketika sudah memasuki arena Dufan dengan stempel di punggung tangannya. Cakka melihat
keriangan shilla kayak anak kecil diajak ke taman hiburan, tersenyum.
shanin dan yang lainnya
melihat itu, berjalan agak menjauh karna tak ingin mengganggu dan sepakat untuk
berpencar dengan pasangan masing-masing. Biar romantis kata shanin.
“Lo mau naik apa dulu,shill?” Tanya cakka
ketika gadis itu sibuk memilih permainan yang ingin dia naiki.
“Itu...” shilla menunjuk yakin
permainan komedi putar yang didominasi anak-anak kecil daripada seumuran
mereka.
“Serius?” cakka tak yakin dengan
pilihan shilla. Namun dia tak tega menolak ketika gadis itu menatap penuh
harap.
“Banget!” Tanpa ragu shilla menjawab
dan menarik cakka agar menghampiri permainan itu.
“Yihaaaaaaaaaaaaa....” shilla teriak
penuh kegirangan disamping cakka yang lebih tepatnya menikmati wajah senangnya
daripada permainan yang dia pilih.
“Kita nyoba yang lain yuk,” Ajak shilla
sambil turun dari kudanya dan menarik cakka untuk keluar dari komedi Putar
karna melihat permainan yang lebih seru lagi diluar sana.
“Bagaimana kalo ini?” cakka berseru
senang ketika mereka berjalan melewati rumah hantu, permainan kesukaannya dan
berhenti. Namun tidak bagi shilla. Wajahnya sudah pucat pasi ketika melihat
poster pocong menjadi icon utama permainan itu.
“Gak...gak..” shilla menggeleng
kuat-kuat sambil menarik cakka agar menjauh. Namun cakka tak bergeming malah
menariknya agar berdiri disisinya. Memandang poster seperti melihat siapa yang
menang undian.
“Takut?” cakka bertanya dan ada ide
jahil muncul diotaknya.
“Lo gak usah tanya deh! emang wajah
gue gak yakinin apa gue takut?! Gak...gak! gue mau main yang lain!” shilla
jengkel mendengar pertanyaan cakka yang sangat bodoh itu. Baginya, diantara
banyaknya permainan yang tersedia, kenapa harus rumah hantu? Kayak gak ada
permainan seru aja.
“Ayolah... gue udah ikutin permainan
lo, masa lo gak mau ikut pilihan gue? Gantian dong.”
“Ayolah cakka... permainan yang
lebih seru dari ini masih banyak, kenapa lo milih ini?!”
“Karna gue suka, kenapa? Ayolah...
lagipula... hantunya gak beneran, shill. Mereka cuma pegawai sini yang dandan
kayak hantu. Itu aja.” cakka berusaha meyakinkan shilla agar ikut masuk. Kan
gak seru masuk rumah hantu tanpa ada yang meluk dia, begitu pikirnya.
“Biar beneran kek, enggak kek, gue
gak mau masuk, cakka! Kalo gue pingsan, lo mau tanggung jawab?!”
“Mau kok. Lo gue gendong terus gue
kasih napas buatan biar sadar lagi.” cakka mengedipkan matanya genit ketika
mengucapkan kalimat terakhir itu. Membuat shilla malu.
“Apaan sih lo,” Elaknya.
“Masuk yah? Yah...Yah?” cakka gencar
membujuk shilla agar mengangguk. “Iya...” Angguk lemah shilla tanda menyetujui.
Membuat cakka langsung masuk ke dalam rumah hantu diikuti shilla dibelakangnya
yang tak ingin digandeng.
ѺѺѺ
“Kyaaaaaaaaa!!!” Sudah berapa kali shilla
menjerit ketika sosok hantu yang paling dia takuti, pocong, ada didepannya dan
menatap dirinya yang sekarang terduduk dilantai sambil menutup kedua telinganya
ketika pocong jadi-jadian memanggilnya untuk ikut kealam arwah.
cakka melihat itu, langsung
menghampiri shilla dan duduk lalu memeluk gadis itu yang sudah menangis terisak
saking takutnya.
“Makanya... gue bilang juga apa, lo
jalan disamping gue deh, gak akan diganggu.”
“Lo yang jalan sendiri aja diganggu
sama mereka, apalagi kalau bareng gue?!” Ucap shilla disela isaknya. Kakinya
serasa lemas seketika ketika dia mendongkakkan wajahnya dan menatap kearah
lain, melihat Kuntilanak plus ketawanya yang khas sedang melihat dia. Membuatnya
menjerit lagi.
“Keluar yuk,” Ajak shilla
karna tak tahan lagi disini. Entah apa jadinya dia kalau setengah jam lagi
disini bersama hantu-hantu jadian disampingnya.
“Tanggung sayang. Nikmati aja deh.
kan ada gue, shill.” cakka menatapnya penuh lembut dan membantu shilla berdiri
yang sudah lemas saking takutnya dan merangkul pinggangnya.
Sepanjang perjalanan, shilla lebih
banyak memeluk cakka erat ketika hantu-hantu jadian itu menerornya. Bahkan
sampai mencolek punggungnya yang membuatnya semakin erat menyembunyikan
wajahnya di dada cakka yang bidang.
“shill... lo suka anak kecil kan?
Tuh ada anak kecil imut banget,” Ucap cakka ketika shilla entah sudah berapa
kali memeluknya. Namun dia diam saja. Menikmati.
“Mana?” shilla melepas pelukannya
dan melihat siapa yang ditunjuk cakka. Ketika tau siapa yang dimaksud, dia
mencubit pinggang cakka keras. “Imut apaan?! Itu tuyul, cakka!Tuyul!Kayak lo!”
Gerutunya lalu memeluk erat ketika melihat dipojokan, seseosok anak kecil
menjadi tuyul sedang melambaikan tangan kearahnya dan tersenyum memamerkan
giginya yang ompong.
“Kalo gue tuyul, kenapa lo gak takut
sama gue?” cakka mendongkakkan wajah shilla yang tersembunyi di dadanya dan
menghapus air mata yang menetes. Membuat shilla blank seketika.
“Karna... Ah... Apaan sih,” shillamelepas
pelukannya lagi dan menjawab pertanyaan gaje cakka kearah lain. Tak ingin cowok
itu tau betapa merah wajahnya sekarang.
cakka mengacak rambut shilla dan
tanpa perlawanan, dia menggenggam tangan gadis itu dan berjalan kearah lain.
Dan shilla tak berniat melepas genggaman tangan itu.
“Bioskop Hantu” begitulah isi
tulisan ketika mereka memasuki salah satu lorong. Membuat cakka menatap shilla.
Tau arti tatapan dia,shilla memelototinya. “Gak! Lo nonton aja sendiri! Jantung
gue udah hampir lepas karna disini!” shilla menolak mentah-mentah usul cakka.
“Yahhh... liat yah... gue janji deh,
sehabis ini, lo boleh pilih permainan apapun yang lo mau,” Janjinya.
“Janji? Apapun?
“Apapun.” cakka menjawab yakin.
Membuat shilla menyerah.
“Gak ada hantu lagi kan?”
“Tergantung. Eh..iya..iya.. gak ada
lagi.” cakka menambahkan ketika melihat wajah shilla berubah masam.
“Iya deh...” Jawabnya pasrah dan
membiarkan dirinya ditarik cakka masuk kedalam.
“Kok matanya ditutup sayang? Dibuka
dong.” Pinta cakka ketika melihat shilla menutup matanya sepanjang film,
membuatnya gemas.
“Gak berani,” shilla menjawab pelan
sambil terus menutup matanya. Baginya, lebih baik menutup mata sepanjang film
berlangsung daripada membuka mata, namun pada akhirnya dia harus tidur bareng
kak ray dikamar saking takutnya.
“Kalo lo takut, anggap aja hantunya
itu gue, pasti gak akan takut lagi.” cakka berusaha membuka mata shilla dari
gelitikan, sampai tiupan ditelinga yang bikin merinding. Namun shilla tetap
saja menutup mata dengan kedua tangannya.
bagian 2 nya besok yaa :)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar