Rabu, 01 Mei 2013
Jatuh Cinta sama Elo?! NO WAY! Part 15 (bag.1): Hopeless
Penulis: Regina Maharani Nurlie
Gak usa basa-basi lagi, langsung ajaaa yaa .. cekiidotttttttttt :DD
“Shill, bikinin gue makanan dong,
Gue lapar.” Pinta cakka sambil mengelus wajah shilla dan mencium pipinya
sebagai ucapan terima kasih dari seorang cakka untuk shilla.
shilla yang tak siap(emang biasanya
siap ya?._.:p) dengan “Serangan Siang bolong” ala cakka, hanya bisa menunduk
malu untuk menyembunyikan semburat merah di wajahnya yang putih bersih.
“Iya. Gue ke dapur dulu yah.” sambil
berdiri dan membawa baskom serta obat-obatan dan secepat kilat pergi ke dapur
sebelum wajahnya semakin merah, mengalahkan kepiting direbus tujuh hari tujuh
malam
cakka yang melihat tingkah shilla
yang pengen ngilang itu, hanya tersenyum simpul sambil rebahan dan menatap
langit-langit kamar, berharap ada sepercik kenangan yang disembunyikan,
terpampang jelas di langit-langit kamar yang kusam dan penuh jaring laba-laba
itu.
“Kayaknya gue bisa ingat sama Lo shill.
Tapi gimana caranya supaya gue beneran ingat sama lo? masa gue harus bonyokin
wajah lagi? Entar ilang wajah ganteng gue.”gumam cakka sambil menatap tajam
langit-langit kamar, dia bergumam narsis yang dijamin buat shilla muntah darah.
Sementara cakka asyik rebahan di
kamar, shilla malah asyik sibuk wara-wiri mencari bahan makanan apa yang bisa
dia masak, sekalian menghilangkan debaran jantung yang marathon karna ulah cakka.
“Kayaknya gue harus jauhin tuh
kunyuk deh! Sebelum gue mati muda karna jantung gue dag dig dug mulu!.” Sambil
mengomel panjang lebar dan senyum yang selalu tersungging di bibirnya yang
tipis setiap dia teringat perlakuan cakka kepadanya, seperti seorang Putri yang
selalu diimpikan oleh banyak cewek seumuran dirinya yang di selamatkan oleh
Pangeran Tampan.
Selama setengah jam “perang”
didapur, akhirnya kelar juga masakannya, hanya semangkok mie goreng, namun
dicampur dengan bumbu-bumbu kesengsem dan malu-malu ala cewek kesengsem, bikin
rasanya misterius.
Tok…tok…tok… bunyi ketokan pintu
membuyarkan lamunan shilla akan cakka. bergegas dia lari menuju pintu dan
tersenyum ketika dia membuka pintu, alvin tersenyum manis, namun wajahnya
terpampang jelas agak bingung.
“Eh vin, ada apa?.” Tanya shilla dengan
wajah heran melihat alvin kebingungan sambil mengacak rambutnya yang agak
panjang dan ikal itu.
“Eum…Anu… cakka mana shill? gue mau
ngambil sepeda yang dia pinjam, Udah ditagih ama yang punya.”
“Oh… sepeda itu yang lo maksud? Ada
tuh dikamar, mau gue panggilin?.”
“Yup. Gak usah shill, gue bentar aja
kok. by the way, lo kapan pulang?.”
“minggu depan vin, kenapa?.”
“Enggak, gue kangen aja entar sama
lo. hahaha…” sambil tertawa memamerkan giginya yang putih.
“Hahaha… apaan sih lo. eh, masuk
yuk.” sambil mempersilahkan alvin masuk dalam rumah.
merasa tak enak, akhirnya alvin
masuk dalam rumah dan duduk diruang tamu. shilla pun langsung masuk dapur untuk
bikin minuman dan keluar lagi sambil membawa minuman yang dia bikin lalu duduk
berhadapan. dan sebentar saja, mulai terlibat obrolan seru.
“Eh vin, lo cerita dong soal hidup
lo gitu. lo masih playboy gak?.” tanya shilla diselingi tawa karna dia
penasaran dari dulu, siapa yang jadi pacar alvin sekarang, mengingat statusnya
waktu SMP adalah playboy cap Komodo.
“apa yang harus gue ceritakan shill?
wah… Sorry shill, gue sekarang setia sama satu cewek.” curhat alvin dan membuat
shilla semakin penasaran.
“Wah… siapa cewek yang ketiban sial
pacaran sama lo?,” Tanya shilla sambil menghindar ketika bantal kursi tamu
melayang gemas kearahnya.
“Bukan pacaran sih, Gue naksir sama
dia, tapi gak tau deh gimana perasaan tuh cewek. soalnya dia rada-rada cuek
gitu. dan, dia sahabat gue sejak SMP.” Sambil mengucapkan kata terakhir itu,
dia menatap shilla dan tersenyum manis, membuat gadis itu salah tingkah.
“Kenapa gue jadi gugup begini?
kenapa gue jadi ngerasa dia… Ah… gak mungkin.”
asyik-asyiknya saling bertatapan, cakka
keluar dari kamar shilla sambil mengucek matanya yang merah karna ketiduran dan
wajahnya yang memar sana-sini, memancing pertanyaan bagi yang melihat, termasuk
alvin.
“wajah lo kenapa kka?,” tanya alvin
ketika melihat cakka duduk disamping shilla dan menatapnya tajam, seolah-olah
ingin memakannya hidup-hidup.
“habis berantem sama Tikus, Thanks
atas sepedanya yah.” Jawab cakka yang masih menatap alvin lurus dengan tatapan
seolah-olah ingin mengusirnya karna seenaknya duduk bareng shilla dan saling
menatap disaat dia ketiduran.
Merasa hawa yang dingin mendadak
panas dengan kedatangan cakka, alvin pun berdiri dari duduknya dan berjalan
keluar diikuti shilla dibelakangnya
“Gue pulang dulu yah shill, Sore
gimana? Bisa?.” Pamit dan ajak Alvin dengan wajah penuh harap dan agak ingin
menjauh karna cakka selalu menatapnya, seolah-olah dia sebentar lagi akan
menculik shilla.
“Ketemu keke? Tentu saja! Gue kangen
sama dia. coba aja gue bisa bawa pulang, udah gue anggap adek dirumah! Lo tau
kan gue suka sama anak-anak?.”ucap shilla tersenyum
“Tau dong! Gue masih ingat sifat lo
dulu! Anna, Anak Kepsek ampe lo culik dari kantor terus lo gendong sampai ke
kelas dan dia nggak mau pulang kalo lo juga gak pulang! Apa sih yang gak gue
lupa soal lo shilla?.” alvin tertawa sambil mengacak-acak rambut sahabatnya dan
tertawa bersama, tanpa menyadari cakka ada disekitar mereka, menatap shilla
yang tersenyum dan tertawa, bukan karna dirinya, dan itu membuatnya agak
sedikit sakit.
“Seharusnya gue jadi Guru TK aja
kali yah. hahaha…”
“Kalo lo jadi guru TK, yang ada
anak-anaknya pada lo bawa pulang semua! Gue kan tau lo shill. eh, gue pulang
dulu. Ntar gue sms deh kalo mau jemput lo. bye.” Pamit Alvin dan mengayuh
sepedanya dan melambaikan tangan ke arah cakka yang berdiri mematung didepan
Pintu dan balas melambaikan tangan ketika melihat shilla melambaikan tangannya
sambil tersenyum manis, membuat dia teringat masa-masa SMP dulu.
Sepeninggal alvin, shilla pun
berbalik dan melihat cakka berdiri sambil melipat tangannya di dada dan
menatapnya tajam, seolah-olah dia baru saja melakukan sesuatu yang sangat fatal
dan tak dia ketahui.
“Kenapa kka?.” Tanya shilla bingung.
“ini anak kenapa bangun tidur jadi
gak jelas gini? Apa dia kena amnesia yang kedua gara-gara dihajar debo?.”
“Enggak papa. Makan yuk, gue lapar.”
Sambil berbalik memunggungi shilla dan berjalan menuju dapur.
shilla pun hanya mengangkat bahu dan
berjalan mengikuti cakka.
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
“shilla…” Panggil cakka ketika
melihat shilla hanya melamun menatap dirinya dan menatap piring secara
bergantian sambil memainkan sendok, tanpa menyentuh makanan.
shilla menjawab hanya dengan tatapan
kosong tanpa arti, membuat cakka akhirnya menyuapkan makanan dipiringnya
dan ujung sendoknya menyentuh ke mulut tipis gadis itu, sehingga shilla
kaget sambil mengerjap-ngerjapkan mata, tanda dia balik ke dunia nyata setelah
asyik bermain di dunia khayal.
“Eh… anu… gue bisa makan sendiri kka,”
Kata shilla kikuk mendorong sendok yang sudah menyentuh mulutnya kearah cakka
dengan wajah malu.
“Udah gue suapin aja, ayo buka
mulutnya.” Dengan gerakan lembut namun agak memaksa dia mendorong sendok
kembali ke mulut shilla, dengan wajah terpaksa namun dihati jumpalitan,
dia membuka mulutnya perlahan sambil terus menatap cakka, entah apa yang
dicarinya dibalik tatapan hijau terang yang mengusik alam sadarnya dan menutup
matanya pasrah.
“and everytime I close my eyes and
think about that,
I’ve got you, and you’ve got me
too.”
melihat sikap shilla seperti
terhipnotis, dia perlahan meletakkan sendok kepiringnya dan mencondongkan
tubunya kea rah shilla, jarak demi jarak dia lewati, setiap hela napas shilla
yang terdengar, seolah memacu dirinya untuk melakukan hal itu, dan ketika jarak
tak terpisahkan lagi, meja makan hanyalah pembatas semu antara mereka. Wajah
saling berdekatan, napas saling membaur, perlahan cakka semakin mendekat
dan mendekat hingga…
“shilla lo kenapa gak nyu…” ruangan
rusuh mendadak hening seketika ketika sivia disusul yang lain melihat
cakka hendak mencium shilla, dan gadis itu menutup matanya, seolah-olah pasrah
saja menerima perlakuan apapun dari cakka.
sadar hal itu, shilla langsung
membuka matanya dan kaget melihat jarak cakka dengan dirinya hanya berbatasan
hidung. dengan wajah memerah dia mendorong cakka untuk mundur, namun gagal
karna cakka memegang kedua tangannya yang mendorong lengannya dan mencium
pipinya hingga semburat merah merona pun keluar dari wajah mulus shilla,
seperti Matahari terbit.
“Ckckck… bingung apa yang mau
gue komentar, by the way, wajah lo kenapa kka?habis berantem dengan siapa?” Tanya
rio geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya yang tak berubah
meski amnesia, mendadak heran melihat ada bilur lebam di pelipis dan pipi cakka.
“Berantem sama Tikus Tanah.” Jawab cakka
asal dengan sejuta perasaan dihati, jengkel, karna gagal kesekian kalinya,
malu, karna kepergok dan bingung, karna kenapa dia selalu ingin dan ingin
menyentuh bibir gadis itu, seolah-olah itu sebagai candu dalam dirinya semenjak
bertemu kembali, dan candu itu takkan dia dapatkan dari ify
“Lo sendiri kenapa gak nyusul kita
shil? temanin cakka memburu Tikus Tanah juga?.” Tanya sivia dengan tatapan
tajam namun berbanding terbalik dengan wajahnya yang melongo habis, membuat
shilla hendak tertawa melihat wajah sivia yang dimatanya, seperti badut
Ancol.
“Gue…”
“Lo tau apa yang gue takutin kan
yo setiap liat debo? Dan itu terjadi. Tuh cowok sialan nongol!” jawab
shilla sambil mengunyah makanannya dengan tenang, namun hatinya diamuk emosi
yang membuatnya ingin membunuh setiap mengucap nama cowok sialan yang selalu
membangunkan “macan tidurnya”.
“HAH? Terus?,” Tanya rio penasaran
lalu tanpa permisi duduk disamping shilla, dan yang lainnya mengitari meja.
Shilla menghela napas pasrah, seolah
tak ingin mengingat kejadian yang membuatnya merasa dilecehkan, sambil menutup
matanya, dia menceritakan secara runtut kejadian itu dan tangannya terkepal
menahan emosi yang bergolak di dadanya, merutuki dirinya sendiri kenapa lemah
untuk kesekian kalinya dihadapan cowok bajingan macam debo itu.
Cakka langsung mengelus tangan
terkepal yang sangat dia lindungi baik jiwa dan raganya itu, baginya, tak
ada satu orangpun yang bisa menyakiti gadis ini, termasuk dirinya, walau dia
merasa, sudah banyak memberikan luka menganga disetiap sudut hati gadis itu,
secara tak sengaja.
“Apa dosa gue sama tuh setan jadi dia
kayak gini ma gue?,” Tanya shilla dengan suara bergetar dan menahan tangis
ketika selesai menceritakan peristiwa yang sangat dia ingin buang jauh-jauh
dari cerita hidupnya.
Sivia dan yang lainnya langsung
memeluk Shilla dari belakang, sedangkan cakka masih saja mengelus tangan
terkepal itu dengan sarat ketenangan dan rio terdiam, bingung antara ingin
meluk, takut dihajar cakka, ingin menghibur, dia bingung bagaimana caranya.
Akhirnya dia memilih cara aman dan sarat penuh makna yang terkandung, diam, tak
bicara apa-apa.
“Karna lo terlalu cantik dimata
cowok sinting macam dia shill, makanya dia jadi kayak Macan liar setiap liat
lo.” Dengan wajah penuh berpikir rio menjawab pertanyaan shilla yang entah
sudah berapa kali gadis itu pikirkan, namun tak jua dia temukan jawabannya,
sampai detik ini.
cakka terdiam mendengar jawaban rio,
seolah mengiyakan dan entah kenapa menjadi ketakutan tersendiri bagi dirinya
yang akhir-akhir ini, dia tak bisa tenang ketika shilla tak ada disampingnya
sedetik saja, seolah-olah pusat dunianya selama ini mendadak hilang, dan
membuat perputaran rotasi hidupnya kacau balau.
“Mungkin gue harus berubah jelek aja
kali yah, biar dia gak tergila-gila dengan gue lagi. biar gue tenang jalanin
hidup.” Sambil tersenyum getir dia menatap teman-temannya satu-persatu, mencari
jawaban memuaskan dari pertanyaannya melalui mata mereka yang sedari tadi
menatapnya.
“Lo gak perlu berubah jelek untuk
menghindar dari dia shill, gue selalu ada di samping lo . dan tak akan gue
biarkan cowok manapun, apalagi debo, menyentuh lo.” dengan wajah penuh tekad
yang membara dihatinya, dan terpatri jelas di mata tajamnya itu. Agar shilla
yakin dengan ucapannya.
“Terakhir lo ngomong gitu, keesokan
harinya lo malah ninggalin gue. apa gue bisa pegang kata-kata lo itu sekali
lagi?.”
“Lo pengen debo gue apain shill? Lo
gak usah ikut!,” ucap rio galak ketika melihat cakka semangat ’45 mendengar
ucapannya barusan sambil mengepalkan tangannya penuh nafsu.
“Kok lo gitu sih?! Sahabat macam apa
lo itu?,”
“Lo gak sadar apa wajah lo bonyok
sana-sini karna siapa?! Gue tau lo persis kalo marah gimana kalapnya, meskipun
tragisnya, lo lupa sama gue. jadi mending gue aja yang hajar dia, atas nama lo
dan shilla. Gimana?.” Sambil mencoba bernegoisasi dengan sahabat labilnya ini.
“Males! Entar image heroik gue di
mata shilla ilang karna lo wakilin gue, gue kan juga pengen jadi pahlawan di
mata dia.” Dan melirik shilla dengan tatapan menggoda, yang buat gadis itu
menundukkan wajahnya malu.
Rio hanya menepuk dahinya dengan
ekspresi stress, sivia melongo dan yang lainnya hanya geleng-geleng kepala
antara heran dan takjub mendengar ucapan cakka yang rada-rada kekanakan namun
tatapan matanya saat melirik shilla bikin jumpalitan yang melihatnya. So
sweet….
“Udah…udah… daripada tambah ngaco lo
ngomong, mending lo makan aja deh! Gue mau ke kamar.” Sambil berdiri dengan
wajah masih menyiratkan semburat kemerahan, shilla berjalan menuju kamarnya dan
menutup pintu dan memegang dadanya yang masih bergemuruh kencang karna ulah cakka
tadi.
“Aish… Gila beneran gue karna tuh
kunyuk! Ngapain juga dia ngomong gitu?! tanpa bilang gitu juga dia udah jadi
pahlawan di hati gue. eh… kok gue jadi tambah ngaco sih?! AISH!.” Sambil
memukul kepalanya pelan, shilla menghela napas berat seolah-olah setiap napas
yang dia keluarkan, mempunyai berat berton-ton.
“shill… Gue boleh masuk?,” Tanya sivia
dibalik pintu, membuat lamunan shilla akan kebimbangannya yang semakin hari
semakin menggila, buyar.
“Masuk aja vi, kamar gak gue kunci.”
sivia masuk ke kamar shilla sambil
melihat di sekelilingnya, dan menatap shilla yang menatapnya dengan mata
kosong, yang terlihat hanyalah kebimbangan.
“Lo kenapa shill?,” Tanya sivia
sambil duduk disamping shilla.
“Gue kelihatan kacau banget yah?,”
“Banget! Kenapa? Lo mikir masalah
siang tadi itu?.”
“Iya… salah satunya itu. Tapi ada
yang lebih gue pikirin daripada sekedar debo ngancurin hidup gue lagi.”
“cakka?,” Tebak via pelan supaya
yang bersangkutan tak mendengar dan shilla mengangguk.
“Apalagi yang lo pikirin shill? dia
putus dengan ify, tak ada lagi yang gangguin hubungan kalian berdua.”
“Gue tau, Tapi ada sesuatu yang gue
gak bisa jelaskan dengan kata-kata, namun mengganggu pikiran gue.”
“Apaan?,”
“Gue gak tau vi, tapi yang jelas,
Gue ragu. Ragu dengan semua sikapnya ke gue. jujur, sikapnya yang sekarang ini
buat gue teringat masa lalu gue dengan dia. setiap gue ingin membalas perlakuan
dia, gue langsung ingat dia ninggalin gue, pulang bawa pacar baru dan ciuman
didepan gue. itu buat gue menghindar, gue tak ingin jatuh dilubang yang sama,
kesakitan yang sama. Karna dia.” sambil menghela napas berat, shilla
menyandarkan kepalanya di bahu via , sekedar melepas beban masalahnya.
“Gue ngerti perasaan lo. tapi shill,
apa lo gak mau ngasih kesempatan sekali lagi untuk Kak cakka? Gue liat dia
beneran sayang sama lo shill.”
“Gue gak bias vi. Setiap gue ingin
memberi kesempatan untuk dia, Gue langsung disadarkan oleh perlakuan dia yang
nyakitin hati gue. itu yang buat gue menghindar dan cenderung angkuh sama dia.
gue sengaja kayak gitu, untuk lindungin hati gue agar gak dia sakitin lagi vi.”
Via terdiam mendengar curhatan shilla,
dan membayangkan gimana kacaunya bila di posisi shilla yang satu sisi masih
menyayangi cakka namun disisi lain, dia takut disakiti.
“Kalau misalnya, usaha lo hindarin
dia berhasil dan dia menyerah terus balikan sama ify, Lo ikhlas shill menerima
semua ini?.” Pertanyaan sivia yang simple, namun menusuk ke akar masalah
membuat shilla terdiam cukup lama.
“Gue… Ikhlas. Berarti dia bukan
milik gue, berarti dia…” kata-kata cakka terhenti dan diganti oleh tangisan
yang menjadi jawaban untuk sivia, bahwa dalam hatinya yang paling dalam, shilla
takkan bisa melepas cakka, walau dimulut dia menyangkal hal itu.
“Kalau sampai itu terjadi, gue… akan
pergi meninggalkan dia vi. Agar dia bahagia dengan apa yang dia pilih, dan gue
akan selalu berdoa kepada Tuhan, agar gue bisa lebih bahagia dengan orang lain.
jauh dari dia lakukan selama ini ke gue.” Lanjut shilla disela tangisnya yang
semakin menyayat hati, tanda bahwa dia tak rela, namun tak ingin mengakuinya.
“Syut…Udah shill. Gue ngerti
perasaan lo. Shilla… kalau lo sayang sama dia, buang rasa ragu lo itu. gue gak
ingin keraguan lo selama ini ke dia, yang menurut lo senjata paling ampuh untuk
lindungin hati lo, malah balik menjadi senjata mematikan untuk menyakiti hati
lo lagi. Gue tau itu berat, sangat berat malah, tapi harus dicoba, sebelum
perlahan-lahan, dia meninggalkan lo, dan lo takkan bisa memohon Sang Waktu
untuk mengembalikan ke masa yang dulu dan mengubah semuanya. Gue, dan semua
yang sayang sama lo, tak ingin hal itu terjadi shill. tak ingin hal itu akan
jadi luka permanen di hati lo. karna kami tau rapuhnya hati lo kayak gimana.”
Sambil memberi penjelasan via mengelus kepala shilla yang masih terisak di
bahunya.
shilla terdiam mendengar ucapan via,
dia membenarkan semua yang via ucapkan, namun entah kenapa, hatinya masih
terasa sakit setiap teringat perkataan dan perbuatan yang dilakukan cakka
didepan matanya.
“Gue akan coba vi. Thanks sudah mau
dengarin curhat gue. tapi vi… gue ingin lo berjanji sama gue.” Sambil
menghapus air matanya yang masih menetes, dia menatap sivia dengan tatapan
sendu.
“Lo mau gue janji apa shill?,” Tanya
via bingung.
“Gue mohon dengan sangat, kalo cakka
nyakitin hati gue sekali lagi, bahkan lebih sakit dari ini, lo jangan halangi
gue untuk pergi.”
Via sempat terdiam mendengar ucapan
shilla, namun akhirnya dia mengangguk “ Ok. gue akan lakuin yang lo minta shill.”
Shilla tersenyum dan memeluk via ,
tanpa menyadari bahwa dibalik pintu, cakka mendengar semuanya dan tangisan
gadis itu, semakin menyayat hatinya.
“Gue janji shill, gue gak akan
pernah nyakitin lo lagi. bahkan, kalo itu sampai terjadi, gue yang akan menahan
lo pergi. Bukan sivia, bukan siapapun.” Dengan suara berbisik lirih, cakka
bertekad akan melakukan apapun agar gadis yang sukses membuat hidupnya
amburadul tetap disampingnya, walau dia tak tau alasannya kenapa.
Mendadak telinga cakka langsung
tegak dan hatinya entah kenapa terbakar cemburu ketika mendengar shilla
sekarang ditelpon alvin dan sesekali terdengar tawa dari mulut gadis itu.
“Ok… Ok… jemput aja de, Gue nunggu
lo dari tadi.”
“Ok Tuan Putri. Lo kenapa shill?
Habis nangis?.”
“Iya… habis tergores pisau dapur.
Sakit banget.” Dusta shilla agar alvin tak ribut sendiri apabila tau kalau dia
menangis karna cakka.
“Lo gak hati-hati sih. Yaudah gue
ketempat lo dulu yah, bye sweet honey.” Sambil menyelipkan panggilan kesayangan
shilla waktu SMP. Karna menurut Kamus Playboy professional ala Alvin, shilla
itu cantik banget kalo dilihat sekilas, tapi kalau dipandang lama, cantik dan
wajah manisnya keluar dan bikin dia betah memandang lama-lama.
“Hahaha… apaan sih lo vin. Bye juga
sweet darling.” Balas shilla sambil tertawa ketika menyebut panggilan sayang Alvin
waktu SMP dan memutuskan telpon.
“Dari alvin yah?,” Tanya via
ketika melihat shilla menutup telponnya dan merias diri agar tak
kelihatan kalau dia baru saja nangis hebat.
“Iya… dia ngajak gue ketempat keke.
Lo mau ikutan vi?,” tawar shilla
“Enggak sill. gue capek banget habis
sosialisasi. By the way… Lo ama alvin beneran Cuma sahabatan aja? gak ada hubungan
lebih?.”
Mendengar pertanyaan via, cakka
semakin mendekatkan telinganya di balik pintu dengn wajah deg-degan, karna
sejujurnya dia juga penasaran, ada hubungan apa alvin dengan shilla dibalik
persahabatan yang sering diucapkan keduanya.
Shilla kaget mendengar pertanyaan sivia,
dengan wajah tersipu-sipu, dia mencoba menjawab pertanyaan via“Eum… Lo
janji jangan bilang siapa-siapa yah, apalagi sama cakka. habis entar.” Sambil
menatap sivia dengan wajah memelas.
“Lo kira gue gila apa jadi seenaknya
bocorin rahasia sabahat gue sendiri ke cowok yang sangat lo cintai itu? Ya
enggak lah!.”
Shilla hanya tersenyum sambil
mengingat masa Putih Birunya dengan wajah sumringah
“Gue waktu SMP sahabatan sama alvin,
dia teman sebangku gue dan dia tau gue banget. Saat gue dijahilin kakak kelas
cewek yang resenya minta ampun, dia di depan gue, ngelindungin gue, saat gue
ditembak kakak kelas berkali-kali sampai gue bosan nolaknya, dia mau jadi pacar
bohongan gue. saat gue nyulik anak Kepsek karna gue suka sama anak kecil, dia
rela diomelin Kepsek yang kehilangan anak itu dan keliling sekolah yang luasnya
ampun-ampunan untuk mencari gue! dalam sejarah hidup gue yang masih sangat
labil itu, Gue jatuh cinta pada pandangan pertama, sama alvin.” Jelas shilla
malu-malu kucing, khas anak remaja baru terkena virus cinta monyet, shilla
menatap sivia yang melongo habis. Tanpa menyadari, dibalik pintu yang
tertutup rapat, cakka lemas mendengar pengakuan shilla yang sudah dia duga
semenjak bertemu dengan alvin, namun tak menyangka bahwa itu terjadi.
“shilla suka sama alvin? Sampai saat
ini? Gue harap jangan…”
“Terus shill? Lo sempat pacaran sama
alvin gak? wah… sahabat gue ternyata… hahahha.” “Eum… sempat sih selama 1 tahun
sebelum dia pindah. Tapi lo tau kan pacaran anak SMP kayak gimana? Gak pernah
serius. Jadi gue pacaran sama dia, kayak gue temenan gitu, soalnya kami memang
sudah sangat akrab, jadi gak kelihatan, palingan Cuma nama panggilan aja yang
medebokan kami pacaran. Yang lo dengar tadi, itu nama panggilan kami waktu
pacaran. Gue aja kaget kenapa dia manggil gue kayak gitu. hahaha.”
Kring…Kring… bunyi sepeda diluar
membuat shilla berhenti cerita, dan menoleh ke jendela yang langsung
teras rumah
“Bentar yah vin, tunggu sedetik
lagi, ok?,” ucap shilla mengedipkan matanya nakal dan tertawa.
“Ok Tuan Putri, apa sih yang enggak
buat lo?.” Jawab Alvin sambil tertawa
“Cie…. Tadi nangis hebat, sekarang
kesengsem… CLBK non?.” Goda sivia melihat shilla asyik memperbaiki riasan
matanya agar tak terlalu bengkak.
“hahaha… apaan sih lo. udah…udah…
entar cakka tau habis deh gue!,” ucap shilla memperingatkan via yang masih
tertawa.
“Kan gak papa juga shill kalo dia
tau, sesekali tuh kak cakka dkasih peringatan kalo lo terlalu beharga untuk dia
lepas begitu saja.”
“Bukannya gitu, gue males aja
berantem sama dia, bikin kepala mau pecah! Udah keras kepala, egois, bikin
sengak lahir bathin lagi!.” sambil menggerutu dia menyebutkan beberapa julukan
untuk cakka dengan tulus hati, iklas luar dalam.
“Tapi lo sayang kan? buktinya
gitu-gitu, lo nangis karna dia, hahahaha.” Goda via yang langsung dibalas
dengan lemparan bantal.
“Apaan sih lo? Udah gue mau…” Kata shilla
terhenti ketika membuka pintu, dia melihat cakka berdiri didepan kamarnya
sambil menatapnya antara kaget dan ada sebersit cemburu terlihat jelas
dimatanya.
“Mau kemana?,” Tanya cakka dingin,
sedingin di Kutub Utara.
“Ke tempat keke sama alvin kenapa?.”
Ucap shilla dengan suara tak kalah dinginnya.
“Gue ikut,”
“Ya sudah ikut aja kalo lo tahan gue
jadiin obat nyamuk karna gue cuekin,” Jawab shilla cuek sambil berjalan
melewati cakka.
“Mata lo kenapa bengkak shill? habis
nangis? Nangisin siapa? Gue kan?,” Tanya cakka narsis namun telak membuat shilla
terdiam. Dengan wajah penuh mencibir dia berbalik dan menatap cakka
“ Gue nangis karna lo? mending gue nangisin
Kelinci gue mati daripada nangisin lo! buang-buang air mata aja!,” Elak shilla.
“Ah… masa sih? Kok gue ngerasa lo
nangisin gue yah? keliatan aja tuh disorot mata lo penuh dengan nama gue. iya
kan vi?.” Ucap dan Tanya cakka melirik sivia yang baru saja keluar
dari kamar shilla.
“Gue gak tau kak,” Jawab via
singkat, namun bermakna ingin kabur sejauh mungkin sebelum mulutnya nyerocos
mengeluarkan hal-hal yang membahayakan dirinya.
“Udah ah, ngomong sama lo bikin gue
tambah gak jelas! Gue pergi dulu yah, bye vi, By kka,” pamit shilla sambil
berlari mendatangi alvin yang setia menunggunya diluar.
“Yuk,” Ajak alvin ketika melihat shilla
datang dan langsung dibalas dengan shilla duduk diboncengan sambil memeluk erat
pinggang Alvin yang sudah mengayuh sepedanya meninggalkan rumah menuju tempat keke.
cakka yang melihat semua itu di
depan pintu, hatinya sakit sendiri, andai waktu berbaik hati padanya, dia
ingin meminta sedikit kenangan bersama shilla, dan menjaganya dengan sepenuh
hati agar tak lepas lagi.
“Heum shilla..shilla… lo pake pellet
apa sih jadi bikin gue gak keruan begini?,” Keluh cakka mengacak rambutnya yang tak gatal dan menutup pintu.
☺☺☺☺☺
“Kakak…” Teriak keke riang didepan
Pintu ketika melihat kedua malaikat pelindungnya, shilla dan alvin datang
menjenguknya.
“Hai sayang,” sapa shilla langsung
turun dari boncengan dan memeluk keke dengan penuh sayang, Alvin yang melihat
itu, hanya tersenyum sambil memarkir sepedanya.
Keke langsung menghampiri alvin dan
tiba-tiba mengangkat kedua tangannya dengan senyum tersungging.
“Kakak, gendong keke dong.” Pintanya
mendadak yang buat mereka saling berpandangan.
“Tentu saja, apasih yang enggak buat
keke, Adek yang paling kakak sayangi ini?.” Sambil menggendong keke yang
tersenyum riang dan membawanya ke kamar diikuti shilla dibelakangnya.
“keke manja yah sekarang,” Kata
shilla sambil mengepang rambut keke yang sudah panjang dan membuatnya tambah
cantik.
“Hehehe… keke lagi seneng kak
masalahnya,” Jawab keke dengan senyum semakin manis dilihat.
“Seneng kenapa sayang? Punya pacar
yah sekarang?,” Goda shilla yang langsung dilempar alvin dengan bantal.
“Hush! anak kecil ditanya soal
pacaran! Wah… perusak generasi lo shill,” ucap alvin sambil tertawa melihat
shilla manyun.
“Ibu Odah baru aja bawa adek kecil
kak! Keke bakal punya adek! Hore!.” Teriak keke dengan senyum dibibirnya, dia
menari-nari mengelilingi shilla dan Alvin secara bergantian.
“Beneran ke? Ibu Odahnya dimana
sekarang? Kakak pengen liat.”
“keke anterin aja gimana kak
keruangan Ibu Odah? Tadi sih ada dikantor, gak tau sekarang adeknya dibawa
kemana. Lucu kak… keke gemes pengen gendong, tapi gak dibolehin sama Ibu Odah.”
Baru saja keke mengusulkan ide
cemerlangnya, datang Ibu Odah sambil menggendong bayi yang membuat mata shilla bersinar-sinar
penuh kegirangan, seperti anak kecil dikasih permen. Membuat alvin yang melihat
tingkah shilla, tertawa geli.
“Ibu dengar tadi ada yang pengen
gendong Sinta, kamu yah shill?,” Tanya Ibu Odah sambil tersenyum ketika melihat
antusias shilla tentang anak-anak.
“Iya bu, boleh kan?,” Tanya shilla
penuh harap.
Ibu Odah menyerahkan bayi perempuan
yang baru seminggu dia adopsi ke gendongan shilla dan membuat gadis itu
tersenyum senang sambil memandang alvin dan duduk disampingnya.
“Gue serasa jadi ibu gendong bayi vin.
Ditambah keke dan lo, klop deh.” Sambil bercanda dengan bayi digendongannya
yang ketawa kegirangan melihat ekspresi lucu dari wajahnya.
“Wah… lo mending habis KKN nikah aja
deh shill, daripada lo bikin hal yang enggak-enggak, repot entar,”
“Maksud lo? wah… gue tau otak lo vin.
Tenang… gue gak akan kayak gitu kok, hahaha.”
Ibu Odah tersenyum melihat keke tertawa
riang sambil mencubit pipi bayi kecil itu, dia melihat jiwa keke yang
dulu terkurung kini bebas seperti burung terbang diangkasa, tiada beban yang
menghimpit tubuhnya yang mungil dan bersih dari rajahan tangan-tangan berlumur
dosa.
“Nak shilla ada bawa kamera gak? Biar
ibu fotoin kalian bareng keke,” Tawar Ibu Odah yang buat kekekegirangan.
“ayo Foto Ibu… foto keke sama kakak shilla
dan kakak alvin juga adek Sinta.”
untungnya shilla selalu bawa kamera
yang bisa langsung cetak itu kemana-mana. sambil menggendong dia menyerahkan
kameranya ke Ibu Odah.
“Disini bu pencetnya. Nanti hasil
fotonya keluar lewat bawah ini,” Kata shilla memberikan penjelasan singkat.
Keke langsung ambil posisi duduk
diantara shilla yang menggendong anak Ibu Odah dan alvin yang merangkul pundaknya
dan mereka tersenyum manis. terlihat seperti keluarga bahagia yang baru saja
dikaruniai seorang anak, walau dalam kenyataannya, bohong belaka.
“Lo bawa kamera gak vin? Foto bareng
sama Ibu Odah yuk? Gue gak enak nih foto bareng anaknya, emaknya jadi juru
foto.” Ucap shilla bisik-bisik setelah asyik berpose ria ala keluarga Cemara.
“Bawa dong! Bentar gue siapin dulu,”
Kata alvin seraya bangkit dan menyiapkan kamera yang dimaksud kemudian
menyettingnya.
“Ayo Ibu foto bareng, udah alvin
siapin. Itung-itung sebagai kenangan terakhir dari kami untuk ibu. Nanti dicuci
terus alvin kirim ke Ibu.” Ucap Alvin membujuk Ibu Odah untuk foto bareng
dengan shilla da keke
Ibu Odah pun malu-malu kucing Garong
duduk disamping shilla yang masih menggendong anaknya dan keke yang duduk
dipangkuan alvin. Dan tak ada yang tau pasti, bagaimana reaksi cakka melihat foto shilla bareng alvin kayak gini.
“Makasih bu atas foto barengnya dan
bisa gendong si kecil Sinta. Dadah sayang.” Ucap shilla sambil mencium puncak kepala
Sinta yang seolah-olah tersenyum kearahnya dan memegang kedua pipinya dengan
tangan yang mungil.
“Baru kali ini Ibu liat dia mau
digendong sama orang lain selain Ibu, biasanya nangis kenceng banget. Sama Nak shilla
malah anteng aja. ckckkck…”
“maklumlah bu, ngebet pengen punya
anak si shilla ini. Ckckck.” Sahut alvin yang membuat shilla tersipu malu.
“Ngebet pengen dinikahin sama Mas
alvin kayaknya, iya kan Nak shilla?,” Kata Ibu Odah yang membuat mereka
melongo.
“Bu.. bukan… Bu bukan… shilla udah
punya pacar, saya sahabat dia Bu. bukan pacarnya.” Elak alvin cepat sebelum
salah paham.
“Oh… Ibu kira kamu pacaran sama Nak
shilla, habis kesini selalu berdua, maaf yah. habis kalian terlihat serasi sih,
yang satu cantik, dan yang satu ganteng. Sama-sama sayang anak-anak lagi.” Puji
Ibu Odah yang buat shilla semakin menundukkan wajahnya malu dan alvin yang
sekarang merangkul pundak shilla
“hahahaha… nanti kapan-kapan saya
ajak pacar shilla bu, permisi.” Pamit alvin sambil mengayuh sepedanya dan shilla
langsung duduk sambil berpegangan erat di pinggangnya dan melambaikan kedua
tangannya ke keke dan Ibu Odah yang semakin lama semakin menghilang karna
jauhnya jarak mereka.
sepanjang perjalanan, mereka hanya
diam sambil bermain dengan perasaan masing-masing, entah apa yang mereka
pikirkan, namun yang jelas, tak ada canda tawa yang menemani perjalanan malam
mereka untuk sekedar menjadi penawar diantara sepinya hutan-hutan yang mereka
lalui dan sangat menyeramkan, apalagi shilla yang parno dengan hal-hal gelap.
“shill,,, Gue boleh ngomong
bentar?,” Kata Alvin memecah kesunyian yang dirasa sangat menyiksa batinnya
ketika sudah tiba didepan rumah shilla dan memegang tangan gadis itu.
“Boleh… mau ngomong apa vin? Mau
ngomong didalam atau diluar?,”
“disini aja ..Shil gue 6 hari lagi
harus pulang ke Jogja,gue boleh ngomong sesuatu?.”
“Apaan ? Lo boleh ngomong apapun
sama gue,”
“Lo mau gak jadi pacar gue? Gue
ngerasa, setelah bertemu dengan lo, gue menemukan apa yang gue cari selama ini,
dan itu ada di lo shill.”
Shilla kaget bukan kepalang
mendengar pengakuan alvin yang tak diduga, sebenarnya, semenjak ada Alvin,
hidupnya yang kelabu karna cakka, menjadi sedikit bewarna dan membuatnya
tersenyum lagi. tapi… Ini terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa alvin bisa
melupakan sakitnya akan cakka.
“Lo tau kan gue udah ada yang punya vin?,”
Pancing shilla sekedar mengetes apakah alvin sama seperti yang lainnya, tertipu
bahwa pacarnya adalah cakka.
“Lo gak bisa bohongin gue, karna gue
anak Psikologi, sahabat lo yang tau pribadi lo dan gue,mantan pacar lo yang
pertama. lo gak pacaran kan sama dia?.”
shilla terdiam mendengar penjelasan Alvin
yang sangat benar itu, mengetahui shilla bimbang, dia menghela napas dan
menatap shilla dalam, mencari dibalik matanya yang coklat terang itu, apakah
ada namanya terpatri samar dilubuk hati gadis itu diantara kuatnya nama cakka
disana.
“Gue gak maksa lo untuk jawab
sekarang shill, nanti gue akan temuin lo dan minta jawaban itu, apapun
keputusan lo gue terima, dan gue mohon dengan sangat, terima gue shill.”
shilla menghela napas berat dan
menatap Alvin, mencari apakah cowok dihadapannya ini serius menyayanginya, atau
karna menyukai apa yang dia punya. Belum sempat shilla menjawab, pintu rumah
terbuka.
“Gak masuk shill? Harinya dingin
banget. Masuk aja vin kalo pengen ngobrol,” Kata cakka dengan wajah tenang
namun dihatinya bergejolak ingin menarik shilla dari sisi alvin.
“Gue mau pulang aja kka. Thanks yah
atas tawarannya, shill… pikirkan baik-baik. Gue pulang dulu, bye.” Pamit Alvin
sambil mengelus kepala shilla dengan penuh sayang, dia mengayuh sepedanya dan
pulang, meninggalkan shilla dalam kebimbangan.
Shilla pun masuk dalam rumah dengan
tampang bingung diikuti cakka dari belakang yang menutup pintu.
“via dan yang lain kemana kka?,”
Tanya shilla ketika melihat hanya mereka berdua dirumah.
“Lagi keliling katanya. Apa jawaban
lo atas alvin tadi?.” Tanpa kata pembuka apalagi basa-basi, cakka langsung
membahas inti masalah yang buat shilla gelagapan.
“Ja… jawaban apa sih? Ngaco
lo. Udah gue mau tidur, bye cakka.” sambil masuk kamar dia menutup pintu
dan menatap langit-langit kamarnya penuh bimbang dihati sambil memeluk kalung
pemberian cakka yang selalu dia kenakan.
“apa yang harus gue jawab? Siapa
yang gue pilih? Penantian atau cinta baru?,”
“Huft… mending gue tidur aja deh.
Siapa tau gue ketemu jawabannya dalam mimpi.” Dan dia pun berjalan menuju
kasurnya sembari menepuk-nepuk bantal. Setelah dirasa empuk, shilla pun
tertidur pulas.
⁂⁂⁂⁂⁂⁂⁂⁂⁂⁂⁂⁂
Sudah 5 hari pasca “Penembakan” Alvin
pada shilla. Selama itu jugalah shilla terlihat lesu, wajahnya selalu diliputi
awan bingung dan bimbang. Makan yang enak pun jadi tak enak kalo udah mampir ke
mulutnya, bawaannya pengen merenung dan merenung, mencari jawab yang pas untuk Alvin seperti mencari jarum diantara tumpukan
jerami, susah.
“ Apa yang harus gue pilih? Gue
sayang sama lo, tapi gue gak ingin nyakitin lo, karna gue belum sepenuhnya bisa
nerima cowok lain isiin hati gue yang udah berubah jadi Es.” Sambil bergumam
sendiri, shilla menatap foto Alvin dengan dirinya yang sedang tersenyum dan
semakin membuatnya bingung.
“Sesungguhnya ku ingin dirimu.
Ntuk cairkan hatiku yang beku
Tapi aku, belum siap
Aku jadi dilemma.
Aku tak mau menyakitimu
Karna hati ini masih ragu
Tapi aku, butuh cinta
Aku jadi dilemma.”
*Intan – dilemma*
cakka yang barusan lewat dari kamar shilla
yang terbuka lebar dan melihatnya termenung di meja belajar, juga ikutan
diam dan berharap, gadis itu tak menerima alvin, karna entah kenapa, dia tak
rela dan merasa, bahwa shilla adalah miliknya, hak paten yang tak bisa dimiliki
orang lain, kecuali dirinya, dan terikat dengannya seumur hidup dalam Suratan
Takdir yang tersirat di perasaannya.
“Halo… Ada apa vin?,” Tanya shilla
yang membuat lamunannya buyar, membuat cakka waspada di balik dinding.
“Ke tempat keke yuk, terakhir kali
nih. lo ada rencana jalan?.” Ajak alvin harap-harap cemas agar shilla tak
menolaknya jalan, seperti kemaren-kemaren pasca dia menyatakan perasaannya, dan
dia tau konsekuensinya apa, persahabatan selama 4 tahun akan jadi taruhannya.
“Boleh. Gue lagi sumpek masalahnya.
Lo jemput gue atau gimana?.”
“Ya jemput lo dong! Mana tega gue
biarin sahabat gue jalan nyamperin gue? tunggu bentar yah shill. I love you.”
Sambil berkata begitu, alvin mematikan ponselnya, agar dia tak mendengar
jawaban shilla atas ucapannya yang dinilai bikin gadis itu semaput kebingungan.
shilla yang mendengar jelas ucapan alvin,
terdiam sambil menatap ponsel dan foto mereka secara bergantian, dengan seulas
senyum yang hanya dirinya dan Tuhan yang tau apa maksudnya.
“Mungkin… gue sudah nemukan
jawabannya. Gue harap, keputusan gue benar.” Batinnya dalam hati.
Shilla pun bergegas menutup pintu
kamarnya dan berganti pakaian secepat kilat sambil berharap, apapun
keputusannya nanti, takkan berakibat buruk pada dirinya.
“Lo bisa gak gausah mondar-mandir
kayak setrika arang didepan gue? Stres gue liatnya!.” Dengan ekspresi stress
banyak tugas, semakin stress meliat shilla bolak-balik masuk kamar.
“Daripada lo semakin stress liat
gue, mending lo kerjain tugas dikamar aja deh!.” Dengan ekspresi tak kalah
stressnya, shilla menatap cakka yang duduk diruang tamu dengan bergelimpangan
buku.
“Lo mau kemana? Rapi bener? Ketemu alvin
yah? kapan bosannya sih lo sama dia? Gue aja bosan liatnya.” Pertanyaan
beruntun sarat introgasi ala cakka, membuatnya mendadak blank.
“Emang kenapa kalo mau ketemu alvin?
Dia kan sohib gue, jadi gak bakalan bosen. Malah kangen terus, pengen…” Katanya
terhenti ketika melihat alvin didepan rumah dengan Ontel pinjaman
kesayangannya.
“Gue pergi dulu yah, bilang sama
yang lain. bye.” Dengan langkah terburu-buru dia bergegas keluar rumah, namun
tangan kanannya ditarik cakka dan didorongnya kedinding dan terkurung karna cakka
berdiri didepannya dengan tatapan cemburu.
“Pengen apa shill?,” Tanya cakka
posesif sambil mengurung shilla yang pucat pasi dengan kedua tangannya yang dia
letakkan disisi kiri dan kanannya.
“Pengen… ada aja!,” Kata shilla ketus
sambil menginjak kaki cakka dengan keras dan bergegas keluar menghampiri alvin
sebelum disantap oleh Monster berwujud Manusia ganteng kayak cakka.
cakka menatap shilla yang kabur
dengan tampang mengingat-ingat, karna dia merasa sering jadi korban injakan
kaki gadis itu. Dan tersenyum sinis ketika melihat shilla memegang pinggang alvin
erat dan hatinya semakin terbakar cemburu.
“Daripada alvin, lo mending milih
gue shill, kan gue lebih ganteng dari dia.” Gumam cakka narsis campur cemburu
dihati, cakka melanjutkan tugasnya yang takkan ada kata kelar.
“shill…” panggil alvin ketika mereka
sudah pulang dari tempat keke sekalian pamitan karna besok takkan bisa mampir
lagi.
shilla sibuk dengan pikirannya yang
nelangsa karna sebentar lagi harus ikutan pergi meninggalkan Jogja,
meninggalkan desa yang dia tinggal sekarang dan meninggalkan keke, gadis yang
sudah dia anggap adeknya sendiri. Dan meninggalkan semuanya.
“Ashilla Zahrantiara… my honey my
sweety, lo masih hidup kan?,” Tanya alvin karna tak ada tanda-tanda shilla ada
diboncengannya.
“Apaan sih lo panggil gue kayak
gitu? NORAK!,” Katanya sambil mencubit pinggang alvin dengan gemas.
“Aduh…duh… sakit shill. lo nyubit
apa nyiksa? Buset dah! Habis lo dipanggil berkali-kali gak dengar! Lo mikirin
apa sih?.”
“Gue mikirin keke vin, gue ngerasa
kehilangan dia banget. Gue sayang sama keke. Coba aja gue boleh ajak dia
pulang, udah gue ajak dan gue anggap adek. Lo tau kan gue suka sama anak kecil?.”
“Lo mikirin keke segitunya, lo mikirin gue gak shill? Gue juga
gak ingin pisah shill, pisah dari lo.” Batin alvin
alvin hanya diam sambil tersenyum
mendengar setiap penjelasan berapi-api shilla soal keke sambil menyiapkan
mentalnya untuk mendengar jawaban dari mulut gadis yang sukses membuatnya
tergila-gila selama 3 bulan ini.
“shill…” panggil alvin ketika sudah
mengantar shilla didepan rumahnya yang sudah siap-siap ingin kabur.
“Ada apa?,” Tanya shilla yang tau
maksud alvin memanggilnya dan mendekat.
“Gue… suka sama lo shill. gue tau
ini salah dari awal karna suka sama lo, sahabat gue sendiri. Tapi… semakin gue
mencoba mengubah perasaan gue menjadi biasa aja, semakin sakit shill. Gue…”
“alvin… gue tau, tapi…”
Alvin yang tau apa jawaban selanjutnya dari mulut
gadis itu, tersenyum sedih
“Gue tau, gue memang gak bisa jadi
seseorang yang berarti buat lo, sorry kalo gue berharap terlalu banyak shill.”
“Bukan itu maksud gue vin… Gue…
juga… suka… sama… lo tapi…” dengan terputus-putus shilla mengucapkan beberapa
kata yang keluar dari lidahnya yang mendadak kelu.
“Lo serius? Tapi apa shill? Lo ragu
sama gue? Lo merasa gak yakin dengan hubungan jarak jauh ini?,” Kata alvin
terperangah mendengar jawaban dari shilla dan menatap gadis itu dalam, mencari
jawaban jujur dari sorot matanya yang terlihat berat.
shilla mengangguk pasrah mendengar
setiap tebakan alvin. Seolah lidahnya tak sanggup berkata lebih banyak lagi dan
membiarkan alvin mengetahuinya dengan caranya sendiri.
“Kita coba dulu vin... Gue sayang
sama lo vin, Lo cinta pertama gue, tapi gue ragu dengan hubungan yang akan kita
jalani nanti.”
“Dan dengan perasaan gue sendiri vin.
karna gue bukan hanya sayang sama lo, tapi dengan cakka gue juga sayang, gue
gak bisa milih.” Lanjutnya dalam hati.
“Aku akan buktiin kalau jarak jauh takkan
membuat kita ikutan jauh shilla… aku sayang sama kamu dan makasih udah ngasih
aku kesempatan dan aku akan membuktikan bahwa keraguanmu salah. I love you Ashilla
Zahrantiara , My Sweet Darling.” Dengan wajah lega dia mengecup kening shilla
dengan tulus, dan mencintai gadis yang dihadapannya dengan segala kekurangan
yang dia miliki, bukan kesempurnaan yang melekat ditubuhnya yang menyilaukan
mata dan berusaha mengikis keraguan yang terpatri kuat dihatinya, dengan
caranya sendiri.
“Jika kau punya sejuta alasan untuk
ragu dengan perasaanku, aku akan tunjukkan sejuta cara bahwa kau salah
meragukan perasaanku.”
“I love you too, Alvin Jonathan.” Balas
Shilla memeluk alvin, dengan segenap perasaan yang dia miliki untuk cowok
dihadapannya, walau separuh hatinya masih diliputi keraguan.
alvin menatap shilla dalam dengan
tatapan sayang dan mencium kedua pipi gadis itu hingga wajah gadis dihadapannya
memerah malu. Dan alvin mengelus pipi shilla yang terasa halus ditangannya dan
dia merasakan napas shilla mulai memburu
disetiap elusan tangannya, tanda gugup dengan perlakuannya namun pasrah dengan
menutup matanya.
merasa tak ada yang melihat kecuali
binatang malam, Bulan, Bintang yang bersinar cerah yang menjadi saksinya dan
Tuhan yang menyaksikan dua anak manusia dimabuk cinta, Alvin mendekatkan
wajahnya kearah shilla, semakin dekat… semakin dekat… dan…
“Ehm… shilla, lo kapan datangnya?
Kok gue gak dengar? Oh… ada alvin yah? masuk aja vin, eh… tapi udah malam
banget nih, jadi besok aja yah masuknya.” Ucap cakka tiba-tiba dengan tatapan
ingin membunuh,cakka berdiri didepan pintu namun berbanding terbalik dengan
wajahnya tenang yang sukses menggagalkan rencana Alvin yang sudah dibikin
sepersekian detik dan membuat jantung shilla serasa jumpalitan.
“ mampus gue! mampus!,” batin shilla
“Gak usah kka, gue langsung pulang
kok. soalnya besok subuh gue balik ke Jogja, bye cakka, bye sayang, I love
you.” Pamit Alvin dan mencium kening shilla dengan penuh sayang yang sukses
buat cakka merasa ingin mendatangi cowok itu dan menghajarnya babak belur.
“Ok vin, moga kita ketemu lagi yah.”
Dengan wajah ramah namun palsu “Itu kalo lo masih hidup vin,” lanjutnya
dalam hati.
“Good bye alvin, Love you too.” Dan
mencium pipi alvin sebagai ciuman perpisahan dan alvin pun pulang kerumah
dengan hati senang.
melihat alvin sudah menghilang dari
pandangan, shilla langsung masuk kerumah diikuti cakka yang langsung menutup
pintu dengan cara membanting.
“Lo kenap… Aduh!,” Kata shilla
terputus berubah kesakitan karna didorong cakka kedinding dan dia terkurung
oleh tatapan cakka yang seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.
“Lo pacaran sama alvin? Sejak kapan?
Kenapa gue gak tau?,”
“Emang penting buat lo tau? Mana
sivia dan yang lainnya?,”
“Lo gak usah ngalihin pembicaraan
deh! Lo pacaran sama alvin?!.” Setiap kalimat yang terucap dari mulut cakka,
dipenuhi cemburu.
“Emang kenapa kalo gue pacaran atau
enggak sama alvin? Apa urusan lo?!,”
“Gue gak suka! Your life, is mine!,”
“Gue nanya deh, lo siapa gue? Nyokap
gue? Bokap gue? enggak kan? Jadi… lo gak usah sok larang gue pacaran sama
siapa, cinta sama siapa, dan jadi milik siapa! What?! My life is yours?!
Cuih!.” Dengan tatapan penuh emosi, shilla membuang ludah ketika mengucapkan
kata terakhir itu.
“Lo itu hanya milik gue Ashilla
Zahrantiara , selamanya akan selalu jadi milik gue, walau gue amnesia begini,
hati gue gak ikutan amnesia Shilla! Gak ada yang boleh milikin lo, bukan alvin,
bukan siapapun! Ngerti?!.”
“Lo salah omong Cakka Kawekas Nuraga
yang terhormat, seharusnya lo ngomong begini “Ify milik gue dan selamanya akan
selalu jadi milik gue!” lo kira gue apaan? Barang yang bisa lo milikin dan lo
buang jauh-jauh kalo bosan?! Minggir! Gue gerah!.” Dengan emosi di
ubun-ubun, dia mendorong cakka kasar agar menjauh, namun karna cakka sudah
kerasukan emosi, Dia memegang pergelangan kedua tangan shilla yang mendorongnya
dan dicengkramnya erat hingga gadis itu kesakitan.
“Lepasin gue! lepas! Sakit cakka…
sakit,” erang shilla sambil menggigit bibirnya karna semakin dia melawan
melepas cengkraman tangannya yang mengepal, semakin erat cakka mencengkramnya.
“Lo hanya jawab pertanyaan gue
sayang, Lo pacaran sama alvin kan? apa susahnya sih ngomong iya atau tidak? Gue
gak bego shilla… semakin lo gak mau ngomong, gak akan gue lepasin! Biar lo
tidur bareng gue!.”
“OGAH! Kalo lo gak bego, kenapa lo
maksa gue untuk menjawab pertanyaan yang gak penting itu?! Lo udah liat sendiri
kan? Gue pacaran sama alvin! PU…” Bentakannya terhenti ketika bibirnya terkatup
oleh bibirnya cakka yang semakin meruntuhkan pertahanannya yang sudah rusak dan
membuat kenangan demi kenangan yang dia kubur dalam-dalam, melesak keluar dan
menjejali otaknya.
Cakka hanyut oleh serangan mendadak yang dia
lancarkan sendiri, membuat shilla pasrah dengan melemahkan kepalan tangannya
yang dia cengkram dan sekilas, puzzle kenangan yang dia cari, datang
bertubi-tubi menyerang benaknya,memaksa masuk dalam otaknya dan
membuatnya kesakitan. namun dia bertahan, agar bisa mengingat seluruhnya.
Semakin intensif dia mencium shilla, semakin sakit kepalanya, semakin hendak
habis Oksigen yang tersedia di Paru-Paru mereka.
“Gue akan memberikan apa yang
seharusnya lo dapatkan dari alvin tadi,Ashilla Zahrantiara. ” Sebelum shilla
sempat menjawab, cakka mencium bibirnya dengan penuh lembut dan nafsu
menggebu-gebu, seolah tak membiarkannya menghirup napas yang semakin susah dia
dapatkan.
“Mmph…mmph…” Desah shilla kehabisan
napas sambil mendorong tubuh cakka agar menjauhinya, sebelum semuanya tak bisa
dikontrol lagi.
Cakka melepas ciumannya dan menatap shilla
dalam
“Kenapa shill lo terima alvin?,”
“Karna gue sayang sama dia dan dia
tak sebejat lo! Minggir!,” Jawab shilla histeris sambil mendorong cakka dengan
sisa kekuatannya yang terkuras habis.
“Gue gak lihat itu dimata lo shilla.
Gue amnesia, gue akuin itu, tapi gue bisa mengingat semuanya shill.
perlahan-lahan, tapi mengingat lo begini, buat gue sadar kalo ini percuma,
selamat atas jadian lo sama alvin, semoga awet. Anggap aja itu ciuman terakhir
gue untuk lo, Shilla.” Sambil berkata begitu, dia masuk kekamar dan menutup
pintunya, diikuti shilla yang langsung masuk kamar dan terduduk lemas
dibelakang pintu dengan air mata yang mengalir deras di pipinya
“Apakah keputusan gue salah? Gue
sayang sama lo cakka, gue cinta sama lo, tapi gue gak bisa menunggu lo terus
menerus tanpa kejelasan! Gue juga sayang sama alvin, tapi…” Ucapannya terhenti
oleh isakan tangis yang tak berhenti.
“Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan
seutuhnya
Maaf bila kau terluka…
karna ku jatuh… di dua hati.”
*Afgan – Cinta dua hati*
“Sorry kka. Gue gak bisa milih. Lo
gak pernah kasih gue kepastian.” Ucapnya sambil terisak ditempat tidur.
Menangisi semuanya yang terjadi.
lelah menangis, akhirnya shilla
jatuh tertidur sambil menitikkan air matanya yang terus menerus mengalir. Tanda
bahwa disaat dia terlelap pun, takkan bisa menghentikan sakitnya.
“Have you ever tried sleeping with a
broken heart?
Well, you could try sleeping in my
bed
Lonely, own me nobody ever shut it
down like you
You wore the crown
You made my body feel heaven bound
Why don't you hold me
Neeed me, I thought you told me
You'd never leave me.”
“shilla pacaran sama alvin, yo.”
Ucap cakka sendu sambil duduk didepan jendela dan menatap bulan dengan tatapan
galau.
Rio hanya bisa terdiam mendengar
ucapan cakka. Semua tanda tanyanya terjawab ketika dia baru masuk rumah diikuti
yang lain, shilla lari sambil menangis di kamar, cakka seperti mayat hidup
duduk didepan jendela. Seperti saat ini.
“Gue sayang sama dia, rio” Ucapnya
dengan nada galau.
“I know.”
cakka pun terdiam lagi, memikirkan
sebuah keputusan untuk mengubah semuanya.
“Ku harus pergi meninggalkan kamu.
Yang telah hancurkan aku.
sakitnya… sakitnya… oh sakitnya…
Cintaku… lebih besar dari cintanya
harusnya kau sadar itu…
bukan dia… bukan dia…
tapi aku…
*Judika – bukan dia, tapi aku.*
“yo.. kalo gue ninggalin shilla, lo
setuju gak?” Tanyanya sambil menatap rio.
“Emang lo sanggup lakuin itu?”
Tanyanya balik.
cakka pun terdiam mendengar jawaban alvin,
lalu bertanya lagi. “Kalo gue balikan sama ify, lo setuju kan?” Tanyanya lagi
yang membuat rio langsung mengambil kesimpulan, cakka sudah gila.
“Lo mendingan cuci muka, sikat gigi,
bersihin kaki sama tangan, terus tidur deh. Jangan ngomong ngelantur.” Ucap rio
sambil menarik cakka dari jendela dan menyuruhnya tidur.
“yo… Lo duduk sama siapa?” Tanya
cakka tanpa mempedulikan perintah rio
“Sama oik dan sivia Kenapa?”
Tanyanya ketika rio sudah siap-siap hendak keluar kamar cakka.
“Gue tukeran tiket yah? Lo sama shilla,
gue sama sivia.” putusnya.
“Lo yakin kka? Gak… gue gak sanggup
duduk disamping shilla yang galau karna lo.” Tolaknya.
Cakka terlihat berpikir, membuat rio
menghela napas.
“ Lo sebaiknya tidur aja kka.
Tenangin otak lo. Jangan mikir aneh-aneh.” Sarannya dan menutup pintu kamar cakka
cakka terdiam menatap pintu yang
tertutup rapat. Seperti pintu kesempatan yang tertutup untuknya. Dia menghela
napas. “Gue akan lakuin itu walau lo gak setuju, yo.” Ucapnya yakin dan
kemudian tidur.
“So tonight, I'm gonna find a way to
make it without you
Tonight I'm gonna find a way to make
it without you
I'm gonna hold on to the times that
we had tonight
I'm gonna find a way to make it
without you.”
*Alicia Keys – Try to sleeping with
a broken heart
“shilla…. Buka pintunya shill! Lo
ngapain sih?! Mas Dayat udah datang tuh!” Teriak sivia sambil menggedor
pintu karna shilla tak juga keluar kamar.
“Bentar… lo masuk aja vi. Pintu gak
dikunci.” Ucap shilla sambil sibuk membeyatkan kopernya dan tak
mempedulikan via masuk sambil menggelengkan kepalanya melihat kondisi
kamarnya yang dulu rapi, kini bertebaran tisu dimana-mana.
“Astaga shilla… kamar lo kayak kapal
pecah deh. Banyak amet tisunya. Sini gue bantuin.” Ucap via sambil
memunguti tisu-tisu yang menjadi saksi bisu apa yang dilakukan shilla selama 2
hari dikamar tanpa keluar, kecuali untuk makan, minum, mandi dan terakhir,
mengucapkan selamat tinggal kepada alvin yang pagi-pagi datang untuk pamitan
kepadanya dan membuat cakka yang waktu itu melihat, galau.
“Makasih vi.” Ucap shilla tulus
sambil memasukkan buku-buku di kopernya yang terakhir.
“vi… gue salah yah pacaran sama
alvin?” Tanyanya sambil menatap bunga Edelwis yang menjadi penghias meja
belajarnya dengan tatapan sendu.
Via menghentikan aksi
bersih-bersihnya dan mendekati shilla yang bahunya sudah terisak.
“Gak kok. Selama lo sayang sama dia,
gak ada terpaksa. Gak salah shill. Kenapa lo tanyain hal itu?” Tanyanya sambil
memutar tubuh shilla yang membelakangi dan memeluknya.
“Tapi kenapa cakka kayak gitu sama
gue,vi?” Tanyanya dengan terisak dibahu via.
Via menatap mata shilla yang sayu
dan lingkaran hitam dibawah kedua kelopak matanya, tanda dia kelelahan dan
kurang tidur. “Mungkin dia gak bisa terima shill. Udahlah… jangan lo pikirin
dia. Nanti Kak cakka bisa nerima kok.” Ucapnya walau dihati, pesimis berat.
Shilla menghapus air matanya yang
membasahi pipinya, lalu tersenyum. “Semoga. Yuk kita keluar.” Ajaknya sambil
membawa koper-kopernya dan meninggalkan sivia yang menatap Bunga pemberian cakka
yang ditinggalnya.
“Lo gak salah pilih, shill. Hanya
saja… lo gak bisa bedain rasa sayang kak cakka dengan alvin . Itu saja.”
Ucapnya pelan dan kemudian berlari menyusul shilla
“Udah siap semuanya?” Tanya rio
ketika melihat shilla keluar dan mengangkat sendiri koper-kopernya di Bagasi
belakang. Tanpa minta bantuan cakka yang baru saja masuk mobil.
shilla mengangguk dan menutup bagasi
mobil. “Yuk.” Ajaknya ketika melihat angel dan oik berdiri disampingnya
“Lo dulu shill masuk. Kami mau ke
toilet bentar.” Ucap angel lalu langsung masuk dalam rumah sambil menarik oik
“Kak rio? Via ?” Tanyanya ketika
melihat keduanya berdiskusi hebat, entah apa yang dibicarakan.
“Lo masuk aja dulu shill. Kami mau
ngambil sesuatu didalam.” Ucap via sambil ikutan menarik rio masuk rumah.
Diikuti Mas dayat yang rupanya diperintahkan via untuk mengikutinya.
Shilla menghela napas dan masuk
dalam mobil kemudian duduk disamping cakka yang asyik menatap jendela dengan
headset ditelinganya. Tak mempedulikan kehadirannya.
Cukup lama mereka diam, membuat shilla
tak betah. “kka…” Panggilnya dengan harapan, cakka menoleh dan mengajaknya
ngobrol. Seperti dulu.
“Hmmm…” Hanya itu respon cakka tanpa
menatap shilla.
“Kabar lo gimana?” Tanya shilla.
Sedetik kemudian, dia merutuki dirinya sendiri kenapa diantara banyaknya pertanyaan
yang ada, dia malah menyanyakan hal itu.
cakka menatapnya dengan tatapan
susah diartikan. “Menurut lo, gue gimana?” Tanyanya balik membuat shilla
terdiam
“Sorry…sorry… kami lama yah?” via
langsung datang sambil membawa barang-barang diikuti oleh oik dan angel yang
mendapat jatah duduk paling belakang. Membuat mobil seketika sesak karna
barang via dan mau tak mau, shilla duduk berdempetan dengan cakka.
“Sudah siap semuanya kan?” Tanya Mas
dayat ketika masuk mobil dan mulai menjalankan mesinnya.
“Siap Maas…” Koor angel dan oik
bersamaan.
Sepanjang perjalanan, shilla
berusaha menahan kantuknya dengan duduk tegak dan tak mau menyenderkan tubuhnya
ke cakka atau ke sivia. Namun, AC membuatnya tertidur dan terbangun karna kaget
ketika Mas dayat ngerem mendadak. Membuat dia hampir maju kedepan kalau saja
pinggangnya tak dipegang cakka.
“Lo senderan aja ma gue shill kalo
tidur.” Kata cakka ketika sekian kalinya melihat shilla hendak tertidur.
“Gak usah. Makasih.”
Namun, tekad hanya tinggal tekad, shilla
tertidur dengan posisi kepala menunduk. Sedangkan Mas dayat membawa mobil
dengan kecepatan tinggi. Membuat cakka langsung menyentuh pundak shilla agar
tidur disampingnya.
“Lo tau gak shill, keputusan lo itu
nyakitin gue. Banget malah.” cakka berbisik dengan suara pelan ketika shilla
tidur dipundaknya sambil mengelus rambutnya. hal yang paling disukainya.
sivia dan yang lain mendengar
bisikan cakka hanya bisa menghela napas berat. tak tau harus berbuat apa selain
berharap, semoga ada keajaiban yang mengembalikan hubungan mereka.
Sepanjang perjalanan menuju
Jogjakarta yang seharusnya diisi dengan canda tawa atau ejekan, malah
didominasi oleh kebisuan yang menyakitkan. Seolah-olah, kegalauan salah satu
dari mereka, menular bagai virus yang tak ada obatnya.
“Kok kalian pada diam semua sih hari
ini? Lagi sakit gigi bareng yah?” Tanya Mas dayat mencoba melucu untuk
mengurangi kebekuan yang dirasa menyiksanya.
“Bukan sakit gigi pak. Tapi ada yang
galau. Jadi nular deh.” Jawab rio sambil melirik cakka yang bertopang dagu di
balik jendela mobil dengan tatapan kosong.
“Lo nyindir gue rio?” Tanya cakka
sinis seketika karna tersindir dan menghentikan renungan galaunya.
“Loh? Kok jadi lo merasa kesindir?
Lo lagi galau yah?” Tanya rio balik yang buat cakka terdiam.
“Ape kate lo dah. Gue lagi males
ngomong.”
“Kalo lo males ngomong, kenapa lo
jawab pertanyaan gue?” Pancing rio yang rupanya ingin mencari hiburan baru
lewat mengajak cakka berantem.
“Lo kok jadi cowok bawel bener
yah? Kok bisa si shanin pacaran sama lo?!” Jengkelnya.
“Karna gue ganteng. Jadi sebawel
apapun gue, gak ngaruh.” Dengan nada polos rio menjawab membuat yang lain
mencibir.
“Dasar narsis!.” Cibir angel
diangguki yang lain.
“Gue doain moga shanin gak serangan
jantung dengarnya.” Balas via diamini yang lain. Membuat rio cekikikan.
Mas dayat yang mendengar
pertengkaran mereka hanya tertawa. Kemudian dia melirik spion yang ditengah dan
melihat shilla tertidur pulas dipundak cakka, seolah tak terganggu dengan
kerusuhan teman-temannya.
“Mas cakka, kok kalo diperhatiin
yah, Mbak shilla selalu tidur kalo perjalanan jauh. Dia mabuk darat mas?”
Pertanyaan simple, namun bikin cakka cukup kebingungan dan ikut memperhatikan
wajah tidur shilla yang dirasa menenangkannya.
“iya juga yah, kok gue baru nyadar
sekarang yah?” Batinnya.
“Gak tau mas, Iya kali. Saya aja
baru nyadar sekarang pas Mas dayat ngomong.”
“Kok Mas gak nyadar sih? Saya yang
baru ketemu saja udah curiga. Bukannya mas pacarnya?” Pertanyaan beruntun
diucapkan tanpa dosa oleh Mas dayat. Cukup membuatnya jatuh di titik terendah
karna tak tau apa-apa soal shilla
“Kata siapa saya pacarnya shilla?
Dia udah punya pacar Mas. Anak Jogja juga.” Jawab cakka dengan perasaan sakit
dihati ketika mengucapkan kalimat demi kalimat yang serasa menusuknya.
“Wah… saya kira Mas pacarnya Mbak shilla.
Habis mesra sih waktu datang itu. Gak bisa dipisahkan.”
“Mas… Oleh-Oleh yang enak dari Jogja
apa aja selain Bakpia?” Tembak rio dengan pertanyaan agar Mas dayat tidak
mengintimidasi cakka dengan pertanyaan polos namun menusuk hati itu.
Mas dayat pun dengan semangat
menjelaskannnya secara rinci, mulai dari sejarahnya hingga proses pembuatannya
yang dia ketahui. Membuat cakka mengelus dada penuh syukur dan menatap rio dengan
tatapan terima kasih.
“Mas pengen saya antarin ke tempat
Coklat Monggo itu? Itu sekarang jadi buah tangan setiap wisatawan yang ke Jogja
selain Bakpia loh. Coklatnya asli impor dan Mas udah pernah ngerasain. Rasanya
coklat asli! Beda dengan coklat yang dijual di supermarket.” Tawar Mas dayat
dengan dipenuhi bumbu promosi yang cukup bikin para cewek ngiler dan melupakan
diet untuk sementara waktu ketika mendengar nama Coklat.
“Coklat mas? Mau…” Teriak angel
nyaring diikuti yang lain bagai simponi penggemar Coklat yang nyasar di area
bukan penggemar Coklat.
shilla yang rupanya agak
terganggu dengan teriakan mereka, mengubah posisi tidurnya menjadi seperti
memeluk guling dengan tangan melingkar di tubuh cakka yang kaget dengan
tingkahnya. Namun tak diubahnya karna ingin merasakan pelukan gadis itu untuk
terakhir kalinya sebelum dia benar-benar pergi dari hidupnya dan membiarkan
shilla bersama dengan seseorang yang dia cintai.
“Mending entar aja kalo kita mampir
lagi. Ini udah jam 2 siang. Jam berapa kita nyampe? Besok kita udah pulang,
Nyonya-Nyonya yang cantik dan manis.” Kata cakka mengingatkan jadwal yang buat
mereka kecewa.
“Iya sih… tapi…”
“Betul tuh kata cakka. Mending entar
aja. Kalo kalian mau, teman gue ada yang jualan Coklat Monggo system Online
tuh. Ntar gue pesanin.” Bujuk rio yang terpaksa mereka setujui dan didalam otak
mereka, tersimpan rencana untuk pergi ke Jogja bareng tanpa para cowok yang
dirasa mengganggu.
Hembusan napas shilla yang tenang
mengenai leher cakka menjadi siksaan tersendiri untuk tidak meyatpon dengan
mengelus kepalanya atau membalas pelukannya. sivia yang melihat kegelisahan cakka
karna posisi tidur shilla yang menggoda, hanya tersenyum dan berharap, mereka
bersatu lagi.
“Tidurnya di hotel yang kemaren kan kka?”
Tanya rio sambil menoleh kebelakang dan melihat Posisi shilla, membuatnya
ikutan nyengir melihat sahabatnya seolah tersiksa namun menikmati.
“Yup.”
Akhirnya perjalanan jauh pun selesai
juga ketika mereka tiba didepan Hotel. Mereka pun langsung turun dari mobil dan
membawa koper masing-masing, dibantu oleh Mas dayat yang jadi ikutan sibuk
karna rencana rio yang ingin membiarkan cakka berduaan dengan shilla dimobil.
“Kak… bangunin shilla yah. Gue mau
urus Hotel dulu. Mas dayat, Bantuin angkat yah.” Perintah sivia ketika melihat
Mas dayat hendak masuk mobil dan meninggalkan cakka yang bingung gimana caranya
membangunkan shilla.
cakka terdiam lama menatap shilla
yang masih tidur dipelukannya, seolah tak menyadari bahwa dirinya sakit karna
keputusannya.
” alvin memang pantes buat lo shill.
Dia gak kayak gue yang ngelupain lo, yang nyakitin dan bikin lo nangis. Lo gak
pantes nangisin cowok shill, apalagi cowok jenis gue. Semoga lo bahagia.”
Sambil berkata begitu, cakka melepas pelukan shilla ditubuhnya dan
menyandarkannya. Kemudian dia mendekatkan wajahnya dan semakin dekat jarak
mereka, semakin napas mereka saling berbaur. Dan waktupun terasa berhenti
untuknya ketika cakka mencium bibir gadis itu, sekali lagi. untuk yang terakhir
kalinya.
“Never thought we'd have a last
kiss.
Never imagined we'd end like
this.
Your name, forever the name on
my lips,”
*Taylor Swift – Last Kiss.*
Cukup lama cakka mencium bibir gadis
itu. Hingga akhirnya dia melepaskannya dan menatap shilla yang masih tertidur.
Dan cakka mencium kening, kelopak kedua bola matanya dan bibir kemerahan gadis
itu. “shilla… It’s too late for this, but, let me saying, I love you.” Bisik cakka
dan keluar dari mobil sambil membawa tasnya dan meninggalkan shilla seorang
diri.
Shilla membuka matanya ketika cakka
sudah pergi meninggalkannya dan mengelus bibir serta keningnya, seolah ada yang
menyentuhnya, namun dia tak tau siapa. Merasa sendirian di mobil dan takut
terjadi apa-apa, akhirnya shilla bergegas keluar mobil sambil membawa kopernya.
“Kau tau
perpisahan apa yang menyakitkan selain ditinggal mati seseorang yang kita
cintai? Perpisahan dimana kita mencintai seseorang, namun dia mencintai yang
lain. dan kita harus ikhlas berpisah dengannya, agar dia bahagia dengan apa
yang dipilihnya.”
Part 15 bag.2nya nnti menyusul yaa guyss :D
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
di tunggu ya ka kelanjutannya :3 sukasuka :D
Ada sekuelnya gak kak?
Posting Komentar